Bab 25. A
"Pak Satria."
Sontak bibirku berkata, dada ini bergemuruh bergulung dalam kecemasan menanti bukti apa yang ia punya. Lelaki itu jalan mendekat sambil melirik kiri kanan, mungkin tak ingin kejadian memalukan ini jadi pusat perhatian.Ia mengangkat ponselnya setinggi wajah, seolah mengatakan jika bukti itu ada di dalamnya, sementara wajah ibu kulihat berubah sepucat kapas."Siapa kamu?! Jangan ikut campur!" tegas ibu dengan wajah bengis, meski begitu ketakutan di wajahnya tetaplah tak bisa disembunyikan."Maaf, Bu, saya tadinya ga mau ikut campur, tapi setelah melihat Amira, terpaksa saya ikut campur," jelas Pak Satria."Bukti apa sih, Pak? perlihatkan aja sekarang biar masalah ini semakin jelas," ujarku merasa tak sabar."Ok bentar."Jemarinya bergulir menyentuh ponsel itu."Nih, aku punya vidio-nya kalau Ibu ini memasukkan kotoran itu dengan sengaja," ujar Pak SatBab 25.BTak terasa waktu bergulir dengan cepatnya, kini bayi Rista dan juga Ardan sudah berusia 40 hari, satu Minggu yang lalu Ardan mengabarkan menyuruhku datang ke acara aqiqah putri pertamanya.Seperti biasa aku berangkat dan diantar oleh sela, gadis itu tak pernah lelah mengantarkanku ke mana saja sesuai perintah.Rumah Rista dihias dengan indahnya, saat turun dari mobil diriku sempat menjadi pusat perhatian orang-orang, di sana juga ada ibu yang berdiri menatapku dengan pandangan sinis.Entah hal apa yang pernah kuperbuat, hingga rasa benci itu sangatlah kuat, tapi seingatku diri ini tak pernah menggoreskan luka yang menyakitkan."Waah mobil baru ya, Mbak," ujar salah seorang wanita, ia salah satu pelangganku."Alhamdulillah, Mbak." Aku tersenyum ramahLain lagi dengan wajah ibu yang makin terlihat masam, mulutnya nampak mengerucut, jelas saja ia paling tak suka mendengar orang-orang mem
Bab 26.A(POV Ibu Ninik)"Celaka!""Bagaimana ini? runtuh sudah harga diri yang selama ini kujaga di hadapan orang tua Rista! Kenapa aku harus jatuh?!""Ugh si*al! Harus kupalingkan ke mana wajah ini sementara orang-orang menghujaniku dengan tatapan remeh dan hina? kuharap saat ini pingsan saja."Tania sudah dibawa paksa oleh pihak polisi, tak mungkin ia penjahat! Ia menantu yang kupilih khusus untuk Heri agar ia nampak bergengsi.Sedangkan anak sulungku itu entah di mana? mungkinkah ia memilih menyusul istrinya dan mengabaikanku, ah Ardan kau juga di mana?Di sana mungkin Amira juga sedang terbahak menertawakan ket*lolan dan kebod*hanku, bagaimana ini? sudah pasti Rista dan keluarganya semakin membenciku."Huuhh dasar! Aji mumpung!" teriak seseorang entah siapa."Nuduh orang aji mumpung tahunya dia sendiri yang lakuin, kenapa ga bawa tas besar a
Bab 26. BDengan wajah kaku kutemui keluarga Rista hendak berpamitan pulang, di sana juga ada Amira meluap sudah rasa benciku padanya."Oh mau pulang ya? ya sudah, Bu, pulang aja ga apa-apa," jawab Bu Tamara dengan wajah datar.Jangankan membekaliku dengan aneka makanan yang ada, menyunggingkan senyumannya saja tidak, dasar keluarga rese! Lihat saja nanti akan kubuat anakmu bertekuk lutut lagi di hadapanku seperti dulu."Nanti aja, Bu, pulangnya 'kan pengajiannya baru mulai, nanti aku antarkan sampai rumah," sahut Amira.Cih!Ingin sekali meludahi wajahnya, ia pasti ingin memamerkan mobil barunya yang murahan itu, tak Sudi! lebih baik aku jalan kaki."Ga usah saya bisa naik taxi, permisi."Aku pergi tanpa membawa sesuatu dari rumah itu, hanya hinaan dan rasa malu. Dada ini sakit saat melihat Rista mengobrol begitu renyahnya dengan seorang lelaki.Kalau tak salah nama
Bab 27. A(POV Bu Ninik)"Tania kenapa, Heri? jangan diem aja dong!"Kupandangi wajahnya yang kusut dengan tajam, otakku hampir meledak memikirkan Ardan, sekarang bisa meledak sungguhan karena terlalu memikirkan Tania.Apa kata orang-orang jika menantu yang selalu kubanggakan jadi narapidana? dan Amira yang so kaya itu akan terus tertawa melihat hancurnya keluargaku ini."Exploitasi anak, selama ini orang tua Tania mempekerjakan anak-anak gelandangan di bawah umur dengan cara menjadi pengemis boneka Mampang, dan memberikan upah yang rendah.""Bahkan, mereka sampai menyiapkan fasilitas tempat tinggal untuk anak-anak yang ga punya rumah sama sekali dengan fasilitas yang buruk, juga memperlakukan mereka layaknya binatang, yang penting bisa menghasilkan uang, begitu kata polisi."Akhirnya anak itu membeberkan semuanya membuat jantung ini hampir lepas dari tempatnya.Aku mematung sambi
Bab 27. B(POV Bu Ninik)Ada yang remuk di dalam sini, anak manja itu benar-benar keterlaluan! Andai saja Ki Kusumo masih hidup dapat dipastikan anak itu akan kembali bertekuk lutut di hadapan Ardan."Dia juga ingin bercerai dariku, Bu. Aku tahu ini semua pasti ide mama sama papanya, mereka yang ngomporin supaya rumah tangga kami hancur."Ardan menundukkan wajah terlihat frustasi, dalam hati aku berkata semua ini buka gara-gara orang tua Rista, melainkan Ki Kusumo yang tak bisa bantu kami lagi."Terus kamu ke sini ngapain?" tanyaku dengan hati-hati."Mau nginep beberapa hari, siapa tahu setelah aku pergi Rista merasa kehilangan terutama malam hari, dia pasti akan kelelahan mengurus bayi seorang diri, bolehkan, Bu?"Ide yang lumayan bagus, ya siapa tahu saja ketulusan anakku bisa meluluhkan kerasnya hati Rista yang membatu."Ya sudah nginep aja di sini." Aku menganggukkan kepala.
Bab 28. A(POV Bu Ninik)Bagai sebuah petir menggelegar tepat di atas ubun-ubun ini, surat yang kugenggam jatuh dengan sendirinya, beberapa saat kemudian putraku Ardan keluar dengan wajah muramnya."Apa salahku, Ris? selama ini aku sudah jadi suami setia, baik, tak pernah kasar padamu."Ardan mencecar Rista dengan banyak pertanyaan, luka di hatinya teramat kentara, dan sebagai seorang ibu aku pun dapat merasa."Tahu ga, haram hukumnya bagi seorang istri menggugat cerai duluan tanpa sebab, apa kamu ga takut terhadap murkanya."Rista malah menunjukkan wajah pongahnya, seolah ia benar dan anakku berada di posisi yang salah."Jangan bawa-bawa dosa! Coba inget-inget lagi selama kita nikah apa kamu pernah kerja cari nafkah? apa itu juga bukan perbuatan dosa?" tanya Rista dengan jumawa.Ardan menunduk dalam tentu saja ia akan kalah jika ditanya hal itu, si4lnya di dekat kami ada ba
Bab 28.B(POV BU NINIK)Apalagi dengan komentar para ibu-ibu yang lain menambah kesempurnaan firasat burukku.'Bukan ditendang ke laut lagi, tapi kalau gua udah dihempaskan ke dasar bumi, hahahaha.' Komentar Tika yang teramat pedas'Sadis amat sih ibu-ibu untung suamiku orangnya pantang pulang sebelum ada uang, kalau ga gitu siap-siap aja ga dapat jatah, hahaha.' komentar Farida pun tak kalah panas.Karena suasana hati tiba-tiba tak enak, kuputuskan untuk menyimpan ponsel dan mengurai amarah ini, keterlaluan sekali trio bengek itu, berkunjung ke rumahku hanya untuk menggali informasi lalu menjadikannya bahan gibahan dan hinaan.Saat ini ibu-ibu rese itu pasti sedang membicarakanku dengan riangnya, menertawakan kegagalan rumah tangga Ardan dan juga menertawakan kondisi rumah tangga Heri yang memalukan.Ah, ingin saja bersembunyi ke dasar bumi atas nasib memalukan ini, kukira dengan lepa
Perut yang membukit ini sudah terasa mulas-mulas, aku tahu ini pertanda akan lahirnya si kecil ke dunia, betapa haru dan bahagia yang kurasa, akan segera menimang dan memeluknya sepanjang masa.Ia memang lahir tanpa kasih sayang sempurna, di luar sana akan ada seorang ibu dan ayah yang menanti buah hatinya dengan rasa bahagia. Namun, tidak dengan bayi ini yang akan disambut oleh sang bunda saja."Mir, mau ke klinik sekarang?" tanya ibu, terlihat khawatir dan gelisah."Nanti aja, Bu, kayanya baru pembukaan satu," jawabku sambil mondar-mandir di teras rumah.Aku tak boleh manja dan lemah, bagaimana pun juga anak yang kukandung harus lahir normal, sehat dan selamat."Ya sudah nanti kalau mulesnya udah sering, kita ke klinik barusan Ibu udah telpon dokter kandunganmu."Aku mengangguk sambil menahan perihnya sebuah dorongan, hanya lantunan istighfar yang mampu menguatkan, sedangkan a