Share

part 2 Baru Awal

Penulis: Silver Girl
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-09 16:19:57

**

"Ya, silahkan masuk!" seruku saat mendengar ketukan dari arah pintu. Kutahan degup di dada kala Bima melangkah masuk.

"Selamat datang, Pak Bima Adeswara, selamat bergabung di perusahaan pusat," ucapku tanpa melepas pandangan dari layar laptop yang menampilkan vc nya.

Strata dua dengan gelar M. Ekon, merupakan pendidikan terakhirnya. Aku menyipit ketika melihat status perkawinan, ia masih lajang di usianya sekarang.

'Apa karma berlaku padanya?'

"Maaf, saya boleh duduk, Bu Ralin."

Aku kembali tersadar mendengar suara baritonnya.

"E-eh, iya. Silahkan duduk, Pak Bima. Saya sudah membaca VC anda, kinerja anda sangat bagus sehingga kantor pusat meminta anda bergabung di sini. Nanti Pak Sigit akan menjadi mitra kerja anda. Ada yang perlu ditanyakan Pak Bima?" tanyaku tanpa menoleh padanya.

"Tidak ada, Bu. Saya akan bekerja semaksimal mungkin untuk kemajuan perusahaan. Kalau begitu saya pamit ke ruangan ya, Bu Raline."

"Ya, silahkan!"

Karena tak mendengar pergerakan dari arah Bima, aku mendongak. Mata kami bersirohok untuk sesaat.

Seketika darahku berdesir, Bima masih punya pesona yang tak lengkang oleh waktu.

"Ada yang ingin anda tanyakan, Pak Bima?" Aku tak ingin luluh oleh perasaanku sendiri dan melupakan rencanaku selanjutnya.

"Ti-tidak, Buk. Cuma ... Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Pertanyaan membuat jantungku memompa begitu cepat. 'Apa dia mengingatku?"

"Saya rasa tidak, Pak. Menurut Bapak?"

"Hmm, berarti saya salah orang. Kalau begitu permisi, Bu." Bima Adeswara memutar tubuhnya lalu melangkah pelan meninggalkan ruanganku. Saat menggapai pintu ia menoleh dan aku buru-buru menatap laptop kembali.

**

Segelas jus jeruk hampir tinggal separo ketika Rangga datang. Setengah berlari lelaki berkulit coklat itu menghampiriku.

"Maaf, sayang. Aku betul-betul telat kali ini." Dia berusaha menggapai jemariku yang langsung kutepis pelan.

"Nggak apa-apa, Rangga. Aku mengerti kesibukan kamu."

Rangga merupakan rekan bisnisku, dia pernah menyatakan perasaannya, tapi aku belum bisa menerima lelaki berahang tegas itu.

Aku tak pernah dekat dengan lelaki manapun sejak kejadian itu. Bisa jadi aku trauma atau apalah istilah orang untuk keadaanku ini, padahal usiaku sudah memasuki kepala tiga.

"Tumben ngajak ketemuan, apa ada yang kangen, Nih," ujarnya sembari mencolek hidung bangirku.

"To the point aja ya, Ngga. Aku ingin mengajak kerjasama soal bisnis, kamu bisa?"

Rangga nampak berpikir, kening pria berkumis tipis itu menyerngit.

"Kau ingin mengkhianati perusahaanmu?" tanya Rangga sambil meraih jus pesannya yang baru sampai.

"Bukan ... Bukan! Tak sampai sejauh itu, hanya sedikit saja." Kutunjukkan ujung jemariku.

Perusahaan Rangga boleh dikatakan pesaing perusahaanku. Kami sama-sama mencari investor untuk kemajuan perusahaan masing-masing. Kali ini mungkin rencanaku agak merugikan perusahaan kami tapi hanya untuk sementara.

"Oke, tapi setelah itu adakah ruang hatimu terbuka sedikit untukku?" Aku mengangguk samar karena memang berat, tapi demi tujuanku apapun akan kulakukan.

"""

Derit pintu pagar yang berkarat menyambut kedatanganku. Setiap minggu aku akan pulang ke Surabay untuk menginap di rumah Ayah, sedangkan di Jakarta aku tinggal di apartemen sendiri. Sedang ayah memilih sendiri di rumah ini, ia tak mau ikut Kak Mila atau pun ikut aku.

Seperti biasa, sepi selalu menyambutku karena ayah belum kembali dari toko. Kuhempaskan bobot tubuh yang lelah di sofa ruang tamu yang mulai lapuk termakan usia. Ayah tak mau mengganti perabot apapun di rumah ini karena tak ingin kehilangan momen kenangan bersama Ibu.

Tak lama terdengar sebuah motor berhenti di halaman, pertanda ayah sudah pulang.

"Ayah sudah pulang? Mau Ralin siapkan makanan apa?" Aku menyalami tangan keriput itu takzim.

Masih sama seperti hari-hari sebelumnya, beliau tetap diam mengabaikanku lalu melangkah terseok meninggalkanku.

Ayah baru sembuh dari stroke, mengakibatkan jalannya sudah tak normal lagi.

"Loh, ayah mau kemana lagi?" Aku heran melihat beliau menyandang sebuah ransel di punggungnya.

"Anak kakakmu ulang tahun."

Beliau membalik badan dan menuju motornya kembali.

"Ayah tunggu! Ini tolong kasihkan pada anak Kak Mila."

Kuangsur beberapa lembar uang merah ke tangannya. Ayah mengambil uang itu lalu menaiki motornya.

"Bagaimana kalau Ralin antar saja?"

Beliau menggeleng lalu melajukan motornya meninggalkan pekarangan.

Kuhembuskan napas panjang menutup kembali pintu pagar. Walaupun beliau mengabaikanku sebagai anak tapi ia tetap Ayahku. Entah sampai kapan beliau bersikap dingin seperti itu padaku dan entah bagaimana cara agar kata maaf bisa kudapatkan darinya.

***

Flashback On

"Mila, ada apa tetangga mengerumuni halaman rumah kita?" Terdengar suara gugup ibu memanggil Kak Mila. Aku yang sedari tadi di kamar sambil membaca novel kesukaanku mempertajam pendengaran.

Kak Mila bergegas keluar lalu masuk kembali dengan suara panik.

"Bu, mereka ingin bertemu ibu, ayo kita ke depan." Kak Mila memapah ibu menuju pintu masuk. Aku mengintip dari celah jendela, Perasaanku sudah tak karuan, takut, cemas kalau-kalau ini berkaitan denganku.

"Bu Dibyo! Kalau punya anak gadis itu ya dijaga," sela suara yang kutahu itu Bu Marni, tetangga paling kepo seantro komplek.

"Kenapa dengan anak gadis saya, Bu?"

Terdengar suara gemetar ibu.

"Lihat kamu ulah adikmu, Mila. Pintar, berprestasi tapi kelakuan bobrok! Bikin malu RT kita saja. Coba tengok namamu di tag kok di F*." Bu Nunik yang bicara. Ibu dan Kak Mila saling tatap penuh tanya lalu Kak Mila bergegas masuk mengambil hapenya yang tengah dicharge.

Mata Kak Mila terbelalak sempurna, telapak tangan kirinya menutup mulutnya yang ternganga. Gegas ia meletakkan ponselnya lalu mendekatiku yang gemetaran. Tangannya melayang ke wajahku.

"Dasar tak tahu malu. Apa kerjamu di sekolah, Hah? Bukannya sekolah baik-baik malah membuat malu keluarga."

Aku hanya menggeleng dengan berurai air mata, untuk dapat membela diri saja aku tak sanggup.

Kulihat Ibu meraih ponsel Kak Mila di atas meja tanpa dapat dicegah Kak Mila. Seketika beliau terduduk lemas di lantai sambil memegang dadanya. Wajahnya menyerngit menahan sakit.

"Ibu ... Ibu, maafin Ralin. Mereka menjebak Ralin, Bu," teriakku mendekati tubuh ibu yang sudah limbung di lantai. Akhirnya apa yang kutakutkan terjadi, videoku itu tersebar di grub F******k dibarengi tag pada orang-orang yang mengenalku.

Kak Mila menjerit memanggil tetangga yang masih berkumpul di halaman untuk membantu membawa ibu.

Ayah datang dengan tergopoh-gopoh, beliau ikut panik melihat keadaan Ibu.

"Ada apa ini? Kenapa ibu kalian begini."

Tanpa menunggu jawaban kami, Ayah dan beberapa warga mengangkat tubuh ibu membawanya ke rumah sakit.

Malang tak dapat ditolak, ibu menghembuskan napas terakhir sebelum sampai di rumah sakit sebab beliau memang menderita penyakit jantung akut.

Aku hancur, ibu meninggal, bea siswaku dicabut juga dikeluarkan dari sekolah. Namun, yang lebih parah lagi Ayah dan Kak Mila membenci dan mendiamkanku. Mereka menganggap aku yang menjadi penyebab meninggalnya Ibu. Aku ada tapi dianggap tak ada.

Aku harus berjuang sendiri untuk melanjutkan sekolah. Beruntung otak encerku membawa berkah. Aku tetap bisa bersekolah hingga kuliah dengan kerja kerasku sendiri.

Namun, maaf dari ayah dan Kak Mila tak kunjung aku dapatkan meskipun kini aku telah jadi orang sukses.

Salahkah aku dendam dengan mereka yang menghancurkan hidupku? langkag selanjutnya!

Tbc...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suami Dari Masa Lalu   part 36 hancur

    **RALINEBukan hanya tubuhku yang sakit, tapi hatiku hancur berkeping-keping. Dua jam sudah aku berendam, meratap di dalam air bathup yang dingin hingga jari tangan dan kakiku keriput. Kubiarkan air keran itu hidup hingga meluber ke lantai kamar mandi walau terdengar sekilas bunyi dering ponsel yang tertelan bunyi keran yang mengalir. Dadaku semakin sesak mengingat kejadian yang menimpaku. Semakin berusaha kulupakan semakin berat napas melewati tenggorokan hingga kesulitan bernapas dan air mata kembali membanjir seiring air yang meluber dari bathup yang melimpah. Apa nanti yang akan kukatakan pada Bima mengenai istrinya yang sudah dua kali dilecehkan Dion dan kali ini lebih parah apalagi statusku adalah istri Bima tapi Dion ikut mencicipi tubuhku. Kembali air mata yang mengambang di pelupuk mataku. Kupukul tubuhku dengan perasaan jijik sambil berteriak. "Awas kau Dion! Aku akan membalas semua perbuatanmu! Tunggu Dion! Tunggu!"Merasa puas meluapkan semua perasaan, perlahan aku ban

  • Suami Dari Masa Lalu   part 35 dion

    DionMalas, begitu Bos menyuruhku untuk tugas ke Surabaya lagi. Aku sudah terlalu nyaman hidup di Jakarta yang glamor. Tapi, karena tak ada yang kenal wilayah Surabaya sepertiku, jadilah aku berada di sini sekarang. Bertemu dengan masa lalu dan teman-teman sekolah termasuk Bima. Pria gagah itu semakin matang saja, tapi sayang masih lajang. Aku menertawakannya dalam hati, apa beda dengan diriku?Aku sudah mulai menaruh rasa iri pada Bima sejak sekolah menengah atas. Mulai dari cewek-cewek yang mengidolakannya, prestasi yang bagus dan sejumlah keberuntungan yang pantas menumbuhkan rasa iri. "Dia dipecat dari perusahaannya di Jakarta.""Pernikahannya gagal.""Sekarang bekerja di toko bangunan."Berseliweran berita tentang Bima yang singgah di telingaku saat kumpul dengan para alumni dan aku tersenyum puas. Akhirnya Bima mendapatkan hal buruk juga, jangan selalu keberuntungan terus yang berpihak padanya. Ketika itu aku menunggu pelangganku di sebuah kafe aku melihat Anita, tetanggaku s

  • Suami Dari Masa Lalu   part 34 kena batu

    **RALINEBau peralatan sembahyang keluarga Pak Lim menguar dari bilik rawat itu. Rupanya Nyonya Lim sedang sembayang. Aku menunggu sampai perempuan paruh baya itu selesai. "Raline? Kapan kamu sampai? Ayo, masuk." Kak Moi mendapatiku berdiri menyandar tiang penyangga. "Baru sampai kok, Kak. Nyonya lagi sembahyang, saya tak ingin mengganggu," jawabku keberatan. "Nggak, apa. Ayo!" Kak Moi meraih tanganku memasuki ruang inap. Nyonya Lim melirik lalu menghentikan kegiatannya. Perempuan paruh baya itu menatapku dengan berkaca-kaca, segera dirangkulnya diriku dan menangis dipelukanmuku cukup lama. "Kami senang kamu datang, Lin. Mudah-mudahan Bapak segera sadar."Nyonya Lim menuntun tanganku mendekati ranjang Pak Lim yang banyak selang. Kepala dan kaki lelaki paruh baya itu diperban. Aku melirik monitor yang bergerak lambat. "Pah, ini Raline sudah datang! Bangunlah," ucap Nyonya Lim menutup mulutnya menahan tangis. Tetiba ruangan itu begitu sunyi yang terdengar hanyalah bunyi monitor.

  • Suami Dari Masa Lalu   part 33 tak ada yang kebetulan

    *RalineKandungan ini begitu kuat, segala cara telah kucoba. Memakan buah nanas muda dan terakhir adalah minum jamu buatan Mbok Jum, tetangga komplek ini yang berjualan jamu di pasar. Sore itu sepulang kerja, Lidia memanggilku. "Lin! Sudah lama tak singgah, mampir dulu," ajak Lidia di balik pagarnya.Aku yang bawaannya malas terpaksa mengiyakan, tak enak dia seperti sengaja menungguku. Kebetulan Bima belum pulang juga. "Bagaimana dengan Dion? Apa hubungan kalian berjalan dengan lancar?" tanya Lidia menyelidik. Aku mengedikkan bahu. "Ya, begitulah. Ada apa memanggilku?"tanyaku tak ingin berlama-lama di sini sebab Perutku serasa diaduk-aduk ketika menci*um aroma farfum Lidia yang menyengat. "Kamu kenapa? Kok menutup mulut?" tatap Lidia heran, tapi kemudian dia tersenyum. "Hayo, kamu hamil ya? Persis seperti aku waktu itu. Mencium bau apa saja mual. Tapi aku nggak pengen, kubuang aja."Hatiku tergelitik mendengar cerita Lidia. "Kamu buang pake apa?" Aku tak berani menatapnya ta

  • Suami Dari Masa Lalu   part 32 Bersalah

    **Pov Bima"Hendra sudah cerita semuanya dan aku meradang." Mama Hendra menatap tajam ke dalam bola mataku. "Aku ingin melaporkan istrimu itu atas tuduhan penyalahgunaan undang-undanh ITE. Mana dia? Pasti sekarang ia takutkan?" Mama Hendra melirik pintu kamar.Aku hanya diam tak melakukan pembelaan terhadap Raline, aku ingin ia dapat pelajaran dari kejadian ini. Akan tetapi mengingat ia sedang hamil memaksaku ikut bicara. "Maafkan, Raline, Bu. Apa kita tak bisa menempuh jalan damai?" Mama Hendra mendesah, sedikit membenahi posisi duduknya. Sesekali ia melirik ke pintu kamar yang tertutup. "Bim, kamu tahu keadaan Hendra, Bukan? Sudah kemana-mana aku membawanya berobat. Kalau biaya sudah tak terkatakan ... " Mama Hendra menjeda ucapannya. Sebutir air mata jatuh menimpa pipinya yang keriput. Hatiku ikut pedih mendengarnya. Hendra telah kehilangan Ayahnya sejak duduk dibangku esempe, hanya Mamanya yang berjuang untuk hidup mereka dan sekarang Mama Hendra sudah pensiun, mereka hanya

  • Suami Dari Masa Lalu   part 31 Terbongkar

    **Pov Bima"Raline!" Aku menghentikan pemilik gocar yang mendorong Raline. "Terus jalan, Pak!" pukas Raline. Aku menahan laju kursi roda itu. "Kamu mau apa? Urus saja selingkuhanmu itu," ucap Raline dengan tatapan entah. Ada sebening kaca di sudut matanya tapi kemarahan juga bergelayut di mata itu. "Cemburu, kah ia?""Dia karyawanku yang mengalami kecelakaan kerja," jawabku menghalau kecurigaan Raline. "Bagus! Lebih penting karyawan daripada istri sendiri, ya?""Istri? Loh, kamu sendiri yang bilang kita hidup sendiri-sendiri, Bukan?"Raline diam, tapi kaca di sudut mata menetes, buru-buru disekanya dan menyuruh Bapak itu untuk melanjutkan jalannya kursi roda. 'Astaghfirullah, apa yang telah kukatakan dalam keadaan Raline yang sedang sakit itu.'Aku lekas menggantikan Bapak gocar itu setelah membayar ongkos gocar-nya. Semoga Maya tak mengapa menungguku.Lekas kudorong kursi menuju ruang UGD ketika kuperhatikan sekilas wajah Raline yang pucat pasi.Sesampainya di pintu ugd, seoran

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status