Share

Suami Dari Masa Lalu
Suami Dari Masa Lalu
Author: Silver Girl

Part 1 pertemuan

Author: Silver Girl
last update Last Updated: 2023-11-09 16:17:50

***

Kutatap lekat-lekat foto profil manager pemasaran baru yang terpampang di layar monitor laptopku. Dadaku bergemuruh hebat. Sekelebat bayangan kejadian silam kembali menyinggahi rongga kepalaku memanggil kebencian yang telah kukubur dalam-dalam. Akan tetapi sekarang aku mesti dipertemukan kembali dengan masa kelamku itu.

'Apa masih kurang penderitaan yang kualami karena kehadirannya dalam hidupku?'

***

Flashback On

"Maukah Kak Bima menjadi pacarku? Kalau mau terima bunga ini."

Beberapa saat yang lalu.

Riuh rendah suara siswa-siswi peserta orientasi siswa baru memenuhi lapangan Sekolah Menengah Atas Nusa pertiwi. Sebuah sekolah swasta bergengsi di kota ini.

"Para adik-adik sekalian! Diharap tenang, karena acara terakhir sebelum penutupan MOS akan segera dimulai." Terdengar pemberitahuan dari arah depan lapangan. Seketika para siswa diam dan menunggu instruksi selanjutnya.

"Oke. Ini adalah penutupan, jadi kita mengadakan acara seru-seruan aja ya. Nah, Kita membuat lingkaran di tengah lapangan setelah itu Kakak akan mengocok kertas yang ada dalam botol ini. Isi kertas itu adalah nomor kalung adik-adik."

Kak Mala yang bertindak sebagai ketua pembina mulai memberi aba-aba untuk membuat lingkaran.

"Nah, Kakak mulai, ya."

Senior berkulit hitam manis itu mulai mengguncang botol yang ada ditangannya, mengambil sebuah nomor lalu membaca isi kertas yang sudah ditulis Kakak-kakak senior yang lain.

"Nomor 70!"

Degh!

Jantungku berdegup kala nomorku yang dipanggil ke depan. Rasa gugup menyelimuti diri. Kaki ku gemetar melangkah ke depan lapangan.

"Hallo Adek berkacamata, namanya siapa?"

"Ralin Amanda, Kak."

"Oke, Ralin. Ini ada permintaan dari Kak Kiki. 'Nyatakan cinta pada Kakak senior yang kamu kagumi."

Kak Mala tersenyum menggoda.

"Kayaknya idola kita sama deh, Ralin. Cool, ganteng, keren ... Uh, lengkap, deh. Santai Ralin, ini hanya seru-seruan doang," ujar Kak Mala yang menyadari kegugupanku.

"Silahkan dimulai."

Kak Mala menyerahkan setangkai bunga sebagai pelengkap.

Dengan mengunyah rasa malu kudekati para Kakak senior yang duduk di pinggir lapangan. Keringat dingin mengucur dari pori-pori kulitku, rasa gugup semakin menjadi. Tujuanku adalah kakak yang paling keren di sekolah, juga merupakan idola kaum hawa di seantero sekolah.

Namanya Kak Bima. Aku mengagumi nya karena prestasi yang ditorehkan di sekolah ini, Ketua osis, kapten basket sekaligus atlet taekwondo dan juara lomba Olimpiade fisika tingkat nasional. Itu profilnya yang kubaca diidentitas para senior.

"Bim! Cewek itu mau nyamperin, Lo!"

Kak Bima yang tengah berkumpul bersama teman-temannya menoleh ke arahku. Beberapa temannya mendorong lelaki berwajah sedikit oriental itu ke tengah lapangan diiringi sorakan temannya dan teriakan histeris para siswi.

"Kak Bi-ma, maukah kakak menjadi pacarku? Kalau mau terima bunga ini, Kak!" Terbata aku menatap takut lelaki tinggi gagah yang menatapku tajam. Tatapan mata elang dengan iris hitam pekat itu begitu menghunus hingga ke ulu hatiku.

Diraihnya bunga dari Kak Mala tadi lalu dicampakkan ke tanah kemudian sepatu sport putih itu menginjak-injak bunga yang malang.

Huuuu!!

***

Sejak hari itu aku tak pernah merasakan kenyamanan bersekolah di situ lagi. Hampir setiap hari Bima's Lover, Kak Bima and the genk dan Jessica pacar Kak Bima membully ku. Bagi mereka aku dijadikan bahan hiburan di kantin dan sepulang sekolah. Beragam bullyan sudah menjadi makananku sehari-hari.

"Heh, cupu! Lo nggak sadar diri banget, sih nembak cowok idola sekolah? Udah gendut, jelek lagi." Makian yang selalu kuterima setiap harinya. Kalau tidak karena bea siswa, aku sudah minta pindah sekolah pada kedua orang tuaku.

Aku menarik napas lega karena sebentar lagi hidupku akan sedikit tenang karena kelulusan anak kelas tiga. Namun, ternyata ini adalah awal dari segalanya.

Seperti biasa saat istirahat, aku akan berdiam diri di tempat favoritku yaitu perpustakaan. Kebetulan hari ini jam pelajaran kosong, maka kuputuskan untuk menghabiskan waktu di sana.

"Lin, nggak ke kantin? Katanya Kak Bima mentraktir kita semua makan sepuasnya di kantin," seru sahabatku--Anita.

"Nggak usah, Nita. Aku di sini saja."

Anita ngeloyor pergi mendapat penolakan dariku.

Tanpa sadar jam pulang sekolah segera tiba. Kukemasi buku-buku yang tadi kupinjam lalu meletakkan kembali pada rak buku ketika Kak Mala menghampiriku.

"Hai, Lin. Kok tadi nggak ke kantin?"

Aku menggeleng.

"Lagi jagain perpus, Kak," candaku.

"Sebenarnya Bima mau meminta maaf padamu sebelum hengkang dari sekolah ini. Ayo kita temui dia. Kali ini serius, loh."

Kak Mala langsung menarik tanganku tanpa menunggu jawabanku.

Terpaksa kuikuti langkahnya melewati belakang perpustakaan.

"Loh, ngapain kita ke gudang, Kak?"

Aku tersurut mundur ketika Kak Mala bersiap membuka pintu gudang perlengkapan olahraga.

"Bima malu mengakui kesalahannya di depan umum, Lin. Mereka menunggu kita di dalam."

Kak Mala dengan sigap menarik tanganku memasuki gudang lalu mengunci pintunya.

"Ko-kok dikunci, Kak?"

Tanpa menjawab Kak Mala menghidupkan lampu. Ruangan yang semula agak gelap menjadi terang benderang.

Aku terkejut, di ruangan itu sudah ada Bima and genk yang terdiri dari Kak Dion, Kak Hendra dan Kak Bima sendiri.

"Kamu adik Karmila, Bukan?" tanya Kak Dion tiba-tiba. Aku menoleh ke arahnya.

"Iya, kenapa Kakak bisa tahu?" Karmila adalah kakakku satu-satunya. Kami lain sekolah.

"Bagai bumi dan langit, Karmila cantik sedang kau ... "

"Sudah! Kita mulai saja. Lin, kamu ingin lepas dari bullyan Bima lover, nggak?" tanya Kak Mala mendekat padaku. Persaan ku menjadi tak enak. Kak Mala tak seperti yang kukenal sebelumnya.

"Iya mau, Kak."

"Ok. Kita mulai, Beib!" Kak Mala berkata begitu pada Kak Hendra yang memegang kamera.

Kak Mala mengeluarkan ponselnya lalu menyodorkan padaku.

"Peragakan video itu!" Kuperhatikan video itu dengan seksama kemudian menjauhkannya sambil menggeleng jijik.

"Nggak, Kak! Aku nggak mau!"

"Kamu mau Bima's lover semakin membully mu? Atau Kamu mau bea siswamu dicabut? Hendra bisa saja memanipulasi kata lalu melaporkan mu pada mamanya. Kamu tahu kan Hendra anak kepala sekolah." gertak Kak Mala.

"Ta-tapi ... "

"Buruan!"

Aku menatap Kak Bima menghiba, lelaki dengan rambut belah tengah itu berpaling seolah tak peduli dengan tangisku. Dengan air mata berderai dan tangan gemetar kubuka kancing seragamku satu persatu seperti yang diperagakan video tadi. Sementara Kak Hendra menyorot kamera ke arahku.

"Wah, gue bisa sange ini." Kak Dion mencebik.

"Dibalik wajah jelek dadanya mulus juga, ya." Kak Hendra menyahut disertai pekikan kecilnya karena cubitan Kak Mala yang merupakan pacarnya.

Saat hampir semua kancing terbuka terdengar pintu diketuk dari luar.

"Siapa di dalam!"

"Eh, itu Pak Satpam." Kak Mala buru-buru membuka pintu.

"Saya, Pak. Mau mengantar bola sekalian merapikan barang-barang."

"Oh, buruan! Saya mau mengunci gerbang."

Mereka semua buru-buru keluar, meninggalkanku yang tersedu-sedu.

***

Flashback off

"Selamat siang, Bu Ralin. Rapat akan segera dimulai." Mila--sekretaris pribadiku muncul dari balik pintu.

Aku bergegas berdiri, merapikan blazerku lalu melangkah menuju ruang rapat. Kuhembuskan napas pelan sebelum memasuki ruangan itu, sebentar lagi aku akan melihat langsung lelaki yang menorehkan luka berkepanjangan dalam hidupku. Setapak demi setapak kakiku memasuki ruangan yang terasa panas, tetapi telapak tanganku malah membeku. Semua berdiri menyambut kehadiranku.

"Rapat dimulai, sebelumnya kita perkenalkan dulu manager pemasaran baru, pengganti Pak Juno. Silahkan, Pak Bima Adeswara."

Pimpinan rapat menyebutkan nama lelaki itu seiring sesak memenuhi rongga dadaku. Laki-laki itu berdiri, memperkenalkan dirinya yang sebelum ini merupakan manager pemasaran cabang di Surabaya. Mau tak mau aku melirik pria itu memastikan kalau itu bukan dia.

Namun, kenyataannya itu dia! Bima tak berubah, hanya wajahnya semakin dewasa dihiasi kumis serta cambang tipis serta tubuhnya yang tinggi berisi. Aku sudah tak fokus lagi, rapat kali ini mengambang di luar kepalaku.

Selang beberapa menit setelah itu rapat selesai dan giliranku mewawancarai nya di ruang kerjaku. Hatiku menolak, tapi aku harus profesional dalam bekerja.

"Selamat menyambut hari terburuk dalam hidupmu, 'Bima Adeswara," desisku.

Tbc ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Dari Masa Lalu   part 36 hancur

    **RALINEBukan hanya tubuhku yang sakit, tapi hatiku hancur berkeping-keping. Dua jam sudah aku berendam, meratap di dalam air bathup yang dingin hingga jari tangan dan kakiku keriput. Kubiarkan air keran itu hidup hingga meluber ke lantai kamar mandi walau terdengar sekilas bunyi dering ponsel yang tertelan bunyi keran yang mengalir. Dadaku semakin sesak mengingat kejadian yang menimpaku. Semakin berusaha kulupakan semakin berat napas melewati tenggorokan hingga kesulitan bernapas dan air mata kembali membanjir seiring air yang meluber dari bathup yang melimpah. Apa nanti yang akan kukatakan pada Bima mengenai istrinya yang sudah dua kali dilecehkan Dion dan kali ini lebih parah apalagi statusku adalah istri Bima tapi Dion ikut mencicipi tubuhku. Kembali air mata yang mengambang di pelupuk mataku. Kupukul tubuhku dengan perasaan jijik sambil berteriak. "Awas kau Dion! Aku akan membalas semua perbuatanmu! Tunggu Dion! Tunggu!"Merasa puas meluapkan semua perasaan, perlahan aku ban

  • Suami Dari Masa Lalu   part 35 dion

    DionMalas, begitu Bos menyuruhku untuk tugas ke Surabaya lagi. Aku sudah terlalu nyaman hidup di Jakarta yang glamor. Tapi, karena tak ada yang kenal wilayah Surabaya sepertiku, jadilah aku berada di sini sekarang. Bertemu dengan masa lalu dan teman-teman sekolah termasuk Bima. Pria gagah itu semakin matang saja, tapi sayang masih lajang. Aku menertawakannya dalam hati, apa beda dengan diriku?Aku sudah mulai menaruh rasa iri pada Bima sejak sekolah menengah atas. Mulai dari cewek-cewek yang mengidolakannya, prestasi yang bagus dan sejumlah keberuntungan yang pantas menumbuhkan rasa iri. "Dia dipecat dari perusahaannya di Jakarta.""Pernikahannya gagal.""Sekarang bekerja di toko bangunan."Berseliweran berita tentang Bima yang singgah di telingaku saat kumpul dengan para alumni dan aku tersenyum puas. Akhirnya Bima mendapatkan hal buruk juga, jangan selalu keberuntungan terus yang berpihak padanya. Ketika itu aku menunggu pelangganku di sebuah kafe aku melihat Anita, tetanggaku s

  • Suami Dari Masa Lalu   part 34 kena batu

    **RALINEBau peralatan sembahyang keluarga Pak Lim menguar dari bilik rawat itu. Rupanya Nyonya Lim sedang sembayang. Aku menunggu sampai perempuan paruh baya itu selesai. "Raline? Kapan kamu sampai? Ayo, masuk." Kak Moi mendapatiku berdiri menyandar tiang penyangga. "Baru sampai kok, Kak. Nyonya lagi sembahyang, saya tak ingin mengganggu," jawabku keberatan. "Nggak, apa. Ayo!" Kak Moi meraih tanganku memasuki ruang inap. Nyonya Lim melirik lalu menghentikan kegiatannya. Perempuan paruh baya itu menatapku dengan berkaca-kaca, segera dirangkulnya diriku dan menangis dipelukanmuku cukup lama. "Kami senang kamu datang, Lin. Mudah-mudahan Bapak segera sadar."Nyonya Lim menuntun tanganku mendekati ranjang Pak Lim yang banyak selang. Kepala dan kaki lelaki paruh baya itu diperban. Aku melirik monitor yang bergerak lambat. "Pah, ini Raline sudah datang! Bangunlah," ucap Nyonya Lim menutup mulutnya menahan tangis. Tetiba ruangan itu begitu sunyi yang terdengar hanyalah bunyi monitor.

  • Suami Dari Masa Lalu   part 33 tak ada yang kebetulan

    *RalineKandungan ini begitu kuat, segala cara telah kucoba. Memakan buah nanas muda dan terakhir adalah minum jamu buatan Mbok Jum, tetangga komplek ini yang berjualan jamu di pasar. Sore itu sepulang kerja, Lidia memanggilku. "Lin! Sudah lama tak singgah, mampir dulu," ajak Lidia di balik pagarnya.Aku yang bawaannya malas terpaksa mengiyakan, tak enak dia seperti sengaja menungguku. Kebetulan Bima belum pulang juga. "Bagaimana dengan Dion? Apa hubungan kalian berjalan dengan lancar?" tanya Lidia menyelidik. Aku mengedikkan bahu. "Ya, begitulah. Ada apa memanggilku?"tanyaku tak ingin berlama-lama di sini sebab Perutku serasa diaduk-aduk ketika menci*um aroma farfum Lidia yang menyengat. "Kamu kenapa? Kok menutup mulut?" tatap Lidia heran, tapi kemudian dia tersenyum. "Hayo, kamu hamil ya? Persis seperti aku waktu itu. Mencium bau apa saja mual. Tapi aku nggak pengen, kubuang aja."Hatiku tergelitik mendengar cerita Lidia. "Kamu buang pake apa?" Aku tak berani menatapnya ta

  • Suami Dari Masa Lalu   part 32 Bersalah

    **Pov Bima"Hendra sudah cerita semuanya dan aku meradang." Mama Hendra menatap tajam ke dalam bola mataku. "Aku ingin melaporkan istrimu itu atas tuduhan penyalahgunaan undang-undanh ITE. Mana dia? Pasti sekarang ia takutkan?" Mama Hendra melirik pintu kamar.Aku hanya diam tak melakukan pembelaan terhadap Raline, aku ingin ia dapat pelajaran dari kejadian ini. Akan tetapi mengingat ia sedang hamil memaksaku ikut bicara. "Maafkan, Raline, Bu. Apa kita tak bisa menempuh jalan damai?" Mama Hendra mendesah, sedikit membenahi posisi duduknya. Sesekali ia melirik ke pintu kamar yang tertutup. "Bim, kamu tahu keadaan Hendra, Bukan? Sudah kemana-mana aku membawanya berobat. Kalau biaya sudah tak terkatakan ... " Mama Hendra menjeda ucapannya. Sebutir air mata jatuh menimpa pipinya yang keriput. Hatiku ikut pedih mendengarnya. Hendra telah kehilangan Ayahnya sejak duduk dibangku esempe, hanya Mamanya yang berjuang untuk hidup mereka dan sekarang Mama Hendra sudah pensiun, mereka hanya

  • Suami Dari Masa Lalu   part 31 Terbongkar

    **Pov Bima"Raline!" Aku menghentikan pemilik gocar yang mendorong Raline. "Terus jalan, Pak!" pukas Raline. Aku menahan laju kursi roda itu. "Kamu mau apa? Urus saja selingkuhanmu itu," ucap Raline dengan tatapan entah. Ada sebening kaca di sudut matanya tapi kemarahan juga bergelayut di mata itu. "Cemburu, kah ia?""Dia karyawanku yang mengalami kecelakaan kerja," jawabku menghalau kecurigaan Raline. "Bagus! Lebih penting karyawan daripada istri sendiri, ya?""Istri? Loh, kamu sendiri yang bilang kita hidup sendiri-sendiri, Bukan?"Raline diam, tapi kaca di sudut mata menetes, buru-buru disekanya dan menyuruh Bapak itu untuk melanjutkan jalannya kursi roda. 'Astaghfirullah, apa yang telah kukatakan dalam keadaan Raline yang sedang sakit itu.'Aku lekas menggantikan Bapak gocar itu setelah membayar ongkos gocar-nya. Semoga Maya tak mengapa menungguku.Lekas kudorong kursi menuju ruang UGD ketika kuperhatikan sekilas wajah Raline yang pucat pasi.Sesampainya di pintu ugd, seoran

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status