Share

Pria Bernama Wira

last update Last Updated: 2022-09-19 13:50:18

"Maaf mengganggu, seorang gadis membawa sebuah foto, dia mencari bapak." Satpam menunjukan selembar foto yang dibawanya pada Wira kala sang bos sedang senggang.

 

"Seorang gadis?" Dahi Wira berkerut, kemudian menatap dua gambar pria dalam foto tanpa menyentuh. "Dari mana gadis itu mendapatkan foto saya? Itu adalah foto lima tahun lalu ketika saya di luar negeri bersama Abraham."

 

"Gadis itu mengatakan jika pria di samping bapak adalah ayahnya."

 

Segera, ingatan Wira melayang pada pristiwa lima tahun lalu kala Abimana mengalami kecelakaan saat itu putranya kehilangan banyak darah, Abraham yang menjadi pendonor kala suplai darah di rumah sakit habis yang bertepatan dengan tidak mampunya Wira dan Mila mendonorkan darahnya karena tekanan darah keduanya tidak sesuai dengan persayaratan.

Abraham mendonorkan darahnya dengan senang hati untuk menolong Abimana yang kala itu masih berusia dua puluh satu tahun hingga pemuda itu selamat.

 

Alasan pria ini melakukannya karena Wira bukan rekan bisnis biasa, dia juga seorang sahabat yang selalu kompak dengannya.

 

Wira sangat berterimakasih atas pertolongan Abraham. Maka, hari ini dirinya bergegas menghubungi si pria. "Loh, nomor Abraham sudah tidak aktif?" herannya.

 

"Mungkin bapak bisa menanyakannya pada gadis yang sedang menunggu di lobby," usulan satpam.

 

"Hampir saja saya lupa, persilakan gadis itu masuk," titah Wira.

 

TIdak perlu menunggu lama, kini Wira dan Nadia sudah duduk berhadapan dengan canggung yang dirasa sangat mengotrol gadis ini. Wira memerhatikan kemiripan sang gadis dengan Abraham, tetapi sulit menemukannya. "Jadi ... siapa nama ayah kamu?" tanya pria ini tanpa basa-basi.

 

"Maaf, tidak mungkin kan bapak tidak tahu atau saya menemui Pak Wira yang salah?" Nadia dibuat kebinggungan dan cemas.

 

Wira memandangi garis-garis lugu di wajah gadis yang duduk di hadapannya. "Saya mengenali pria ini, tapi saya ingin tahu apa benar kamu anak gadisnya."

 

Nadia mengerjap kecil. "Saya anak gadis satu-satunya, perkenalkan nama saya Nadia, anak dari seorang pria bernama Abraham dan ibu bernama Naila."

 

Penjelasan itu sudah cukup membuktikan keakuratan informasi. Maka, Wira mulai melanjutkan pertanyaannya, "Bagimana kabar kedua orangtua kamu? Eu, maksudnya kabar papa kamu." Sebenarnya pertanyaan ini sangat canggung karena di masa lalu Naila-istrinya Abraham seakan menghilang ditelan bumi. Entah apakah dengan sengaja melarikan diri atau seseorang menculiknya? Tidak ada yang tahu bahkan kala Abraham mengerahkan banyak detektif untuk mencari Naila, hasilnya tetap nihil.

 

"Mama entah di mana, sedangkan papa ...." Nadia menjeda karena rasa sendu selalu menyelubungi pemikiran terutama hatinya.

 

"Di mana papa kamu?" penasaran Wira yang tidak sabaran ingin mendengar kabar Abraham-malaikat penyelamat putranya.

 

"Papa meninggal satu bulan yang lalu karena serangan jantung," lirih Nadia tidak mampu disembunyikan.

 

Wira terpaku dengan kedua mata sedikit membulat, kemudian berdoa, "Semoga Tuhan menempatkan Abraham di tempat terbaik."

 

Nadia segera melanjutkan, "Sebelum papa meninggal, papa bilang Nadia harus menikah dengan anak Pak Wira." Suara gadis ini tercekat karena mana mungkin menyetujui pernikahan dengan seorang pria yang tidak pernah dikenalinya sama sekali.

 

Wira kembali mengingat masa lalu. "Terimakasih sudah menolong Abi, entah apa yang harus saya lakukan untuk membalas budi kebaikanmu," ucapnya pada Abraham seiring memeluk haru sahabatnya.

Abraham terkekeh kegelian seiring melepaskan pelukan Wira kemudian menatap santai. "Nikahkan saja anak-anak kita, saya ingin Abimana menjaga Nadia seperti saya yang menjaganya selama ini dengan penuh kasih sayang."

 

Wira ikut terkekeh, "Saya setuju, tapi kita lihat saja nanti bagaimana reaksi Abimana, tapi andai dia tidak sejutu maka saya akan menyuruhnya mengembalikan darahmu." Tawa kegeliannya di akhir.

 

Kini, Wira membuang napas panjang perlahan. "Sekarang, dengan siapa kamu tinggal?"

 

"Dengan nenek," sendu Nadia karena kini hanya Saraswati satu-satunya keluarga di muka bumi ini.

 

"Pulanglah dan katakan pada nenek kamu, saya akan berkunjung."

 

Nadia seolah melihat cahaya terang, tetapi sekalian kegelapan karena mungkin pernikahan itu akan benar-benar terjadi padahal entah sosok seperti apa pria yang akan dinikahinya nanti. "Iya, saya akan mengatakannya pada nenek."

 

Wira segera menghubungi sopir, bertitah untuk mengantar Nadia dengan selamat. Satu jam kemudian, gadis itu telah kembali di sisi sang nenek. "Pak Wira bilang akan berkunjung."

 

"Baguslah, sepertinya dia setuju menikahkan putranya." Perasaan lega ditunjukan Saraswati karena kelak Nadia akan kembali merasakan hidup sejahtera bersama seorang pendamping karena tidak akan selamanya dirinya di sisi sang cucu, usianya sudah kepala enam, mungkin ajal akan segera menjemput.

 

"Kok nenek senang sih ... bagaimana kalau pria itu tidak baik pada Nadia?" rengeknya.

 

"Nenek yakin dia pria baik-baik karena berasal dari keturunan yang baik."

 

"Nadia tidak yakin walau buah jatuh tidak jauh dari pohonnya," ungkapan kecemasan Nadia.

 

Di sisi lain, Wira sedang berkata pada Abimana, "Papa akan mengenalkan kamu pada seorang gadis."

 

"Tidak perlu repot-repot pa, Abi bisa mencari calon pendamping. Itu kan yang papa mau?" tolak santun Abimana.

 

"Bukan hanya calon pendamping, tapi seorang gadis yang siap menemani kamu sampai akhir."

 

"Kriteria papa itu bisa Abi cari, papa tidak tidak perlu menyiapkan calon istri buat Abi." Masih tolak Abimana.

 

"Pokoknya besok kamu ikut papa menemui keluarga gadis itu, kamu tidak ada hak untuk menolak," tegas Wira ditambah kekeh diakhir.

 

"Loh, kok begitu pa. Itu sih namanya pemaksaan," protes Abimana dengan kekeh.

 

"Intinya papa yakin kamu tidak akan menyesal berkenalan dengan gadis tersebut."

 

Abimana membuang udara pasrah. "Iya sudahlah, Abi patuh saja pada perintah papa, tapi lain halnya jika pada pernikahan karena Abi yang akan berumah tangga bukan papa," kekeh pria ini saat berkata serius.

 

Dua jam kemudian, Abimana tiba di kediaman orangtuanya, pria ini segera mengadu pada sang ibu, "Ma, papa berniat mengenalkan Abi pada gadis pilihannya, apa papa kebelet mau cucu?"

 

Mila terkekeh kegelian, "Tentu saja, bukan cuma papa, tapi mama juga. Ingat, usia kamu sudah dua puluh enam tahun sudah seharusnya kamu menikah, jangan jadi perjaka tua!"

 

"Dua puluh enam masih terlalu muda untuk ukuran seorang pria, mungkin sekitar tiga puluh barulah bisa dikatakan usia pas menikah." Abimana mengungkapkan pemikirannya.

 

"Tidak bisa, itu terlalu matang, kamu pikir di usia berapa papa menikahi mama? Sudahlah, turuti saja rencana papa kamu toh papa selalu memberikan yang terbaik."

 

Abimana tidak memiliki sekutu untuk membelanya, tapi dia belum menyerah. "Apa besok saya menyibukan diri saja? Tapi pasti papa memblokir semua akses Abi dengan alasan semua sudah ditangani oleh orang kepercayaan papa." Ditiupnya udara lewat mulut, "bagaimana bentukan gadis itu, apa wajahnya menyeramkan dengan gigi tonggos?" Fantasi Abimana melambung terlalu jauh.

 

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Dingin Pilihan Ayah   Ending

    Kafka adalah keponakan pejabat tersebut, pria hebat ini mengajak keponakan membanggakannya karena prestasi gemilangnya di gedung perusahaan milik saudaranya yaitu ayahnya Kafka. Abimana geram mengetahui kenyataan ini bukan karena merasa tersaingi hanya saja di rapat penting ini dirinya harus berjabat tangan dengan Kafka seiring menatap wajahnya terus-menerus."Senang berkerjasama dengan anda." Kalimat Kafka yang salah satunya disampaikan pada Abimana setelah mengucapkannya pada Wira."Begitupun kami." Abimana tetap bersikap propesional walau keadaan hatinya meledak-ledak. Seusai rapat, pria ini berkata pada ayahnya, "Kafka adalah ayah si bayi, tapi Abi yang direpotkan Tania!""Jadi tadi kamu terlambat karena Tania!" kekesalan Wira segera hadir saat mendengarnya."Iya pa, Tania meminta diantar memeriksakan bayinya. Abi turuti saja supaya Tania menjaga bayinya hingga Abi bisa membuktikan pada semua orang.""Wanita ular!" desis geram Wira yang tidak ingin berkata apapun lagi tentang Tani

  • Suami Dingin Pilihan Ayah   Istri dan Anak Kamu Sangat Merepotkan!

    Nadia dibuat tidak setuju dengan ungkapan yang terdengar frontal itu. "Bayi itu tidak berdosa, Tania yang banyak membuang waktu kamu, bukan bayinya."Abimana mengerjap kecil, kemudian menarik senyuman bangga pada makhluk cantik di hadapannya. "Semakin hari kamu semakin dewasa. Bukan hanya pertambahan usia, tapi pola pikir kamu juga walau ... masih banyak sikap kekanakan." Senyuman lebarnya di akhir."Kamu memuji atau menghina sih? Kalimat kamu sering membuat saya bimbang tahu tidak sih!" Nadia membaringkan tubuhnya dengan malas."Bicara kamu seperti dalam sinetron!" ejek kecil Abimana.***Pagi ini Abimana menemani Tania memeriksakan kandungannya karena ini salah satu cara supaya Tania tetap memibiarkan bayinya sehat dan yang paling penting tetap hidup. Degupan jantung si bayi sangat kencang hingga membuat senyuman manis sekaligus haru ditarik oleh Tania walaupun Abimana tetap bersikap datar. Andai tersenyum pun hanya bagian dari pormalitas saja."Bayinya sangat sehat, perkembangannya

  • Suami Dingin Pilihan Ayah   Bayi itu Membuang Waktu Saya

    Tidak berapa lama, tepatnya kala Nadia dan Amira sedang asik di salah satu kolam, tiba-tiba saja airnya surut perlahan bahkan semua orang yang berada di sana ikut terheran-heran. "Kok air di sini surut?""Entah, yang lain tidak kok!" Amira melukis wajah heran sama seperti Nadia.Esther berkata santai nan santun, "Maaf nyonya, tapi ini atas perintah Tuan Abimana. Jadi, jika anda berpindah kolam maka kolam itu juga akan dibuat surut.""Apa. Dasar Abi!""Tuan Abi bilang Anda harus segera pulang," tambah Esther masih dengan santun."Abi ...!" teriak Nadia hingga memekak ruang dengar Esther, tetapi justru Amira terkekeh kegelian."Sabar ya ...," goda Amira. Maka, walau sangat keberatan Nadia dipaksa pulang oleh keadaan. Jika tidak begitu maka pengunjung lain akan ikut terganggu."Kok bisa sih Abi memerintahkan seseorang untuk membuat kolamnya surut. Seperti punya dia saja!"Esther memberikan penjelasan secera terperinci, "Tuan Abimana mengenal pemilik kolam ini. Jadi mungkin mudah bagi Tua

  • Suami Dingin Pilihan Ayah   Kesedihan Naila

    Hari sudah berganti, Tania menemui suster yang sudah mendapatkan uangnya. "Bagus kamu masih di sini. Saya kira kamu akan kabur!""Tidak akan nyonya. Ada apa menemui saya?""Saya cuma mau mengingatkan. Jika sekitar tiga bulan lagi saya akan melahirkan."Wanita berpakaian medis ini menampakan senyuman. "Selamat ya nyonya, jagalah kandungan anda dengan baik." Namun, kalimatnya ini tidak digubris oleh Tania."Jangan lupakan tugas kamu setelah bayi ini lahir!"Wanita ini mengangguk kecil. "Saya sangat mengingatnya, nyonya tenang saja." Kalimatnya ini membuat Tania merasa puas, jadi wanita cantik ini segera berlalu. Di lorong, Tania berpapasan dengan Naila yang hendak melakukan pengecekan rutin. Naila tidak pernah melewatkan pemeriksaan tubuhnya.Sejenak, Tania memerhatikan karena wanita yang sedang terbatuk di atas kursi roda memiliki wajah yang mirip dengan Nadia. "Saya harap suatu saat nanti Nadia yang mengalami kondisi seperti wanita itu. Jadi kalau Nadia penyakitan, Abi tidak akan mau

  • Suami Dingin Pilihan Ayah   Naila Sangat Aneh

    Abimana tiba di sebuah rumah cukup mewah, tetapi sangat sepi, hanya terdapat seorang satpam yang asik memainkan handphone. "Permisi pak, apa benar ini kediaman Nyonya Naila?" Abimana hanya memunculkan wajahnya tanpa keluar dari mobil.Segera, satpam meletakan handphonenya. "Benar tuan. Jika boleh tahu anda siapa dan ada keperluan apa menemui Nyonya Naila?""Saya salah satu kerabat jauhnya.""Akan saya sampaikan. Atas nama siapa?""Abimana-suaminya Nadia." Sengaja perkenalan seperti ini disebutkan karena mungkin keberadaannya akan sangat mudah diterima. Satpam segera menghubungkan panggilan."Tolong katakan pada nyonya, ada seorang pria yang ingin menemuinya. Bernama Abimana suaminya Nadia." Satpam bergeming sesaat kemudian menyimpan gagang telepon di atas meja. "Tunggu sebentar," ucapnya pada Abimana."Iya." Abimana dapat menilai dengan akurat jika memang tidak sembarang manusia bisa menemui Naila bahkan hanya sekedar masuk ke dalam halamannya.Tidak selang berapa lama satpam kembali

  • Suami Dingin Pilihan Ayah   Naila Menderita Hiv

    Setibanya di rumah, Nadia segera mendapatkan pelukan hangat nan khawatir dari Mila dan Saraswati. Walau Wira dan Abimana tidak mengatakan apapun, tetapi kedua wanita ini mengetahui kabar insiden yang terjadi lewat media layar kaca yang menayangkan secara langsung. "Nadia tidak apa-apa?" Kecemasan wanita tua ini melebihi siapapun."Nadia tidak apa-apa nek ..., tadi Nadia menyelamatkan diri sama Amira walau sempat terpisah." Genggaman tangan Nadia dan Amira saling bertautan."Syukurlah kalian baik-baik saja," ucap Mila.Amira berkata, "Tante, tapi Ami tidak akan lama-lama di sini karena papa mau jemput.""Iya sudah ..., pasti orangtua Ami sangat khawatir. Tapi sekarang minum dulu saja ya, istirahat dulu." Mila menjamu kawan menantunya dengan sayang sama halnya pada Nadia. Tidak berapa lama ayahnya Amira datang. Pria ini berbasa-basi sebentar karena Wira merupakan kawan bisnisnya dan ini pertama kalinya pria ini bertemu dengan anggota keluarga Wira yang lain selain Abimana yang sudah dik

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status