Home / Romansa / Suami Dingin Pilihan Ayah / Pertemuan Nadia dan Abimana

Share

Pertemuan Nadia dan Abimana

last update Last Updated: 2022-09-19 13:51:08

Malam ini, Nadia kesulitan memejamkan matanya karena ingatan pertemuannya dengan Wira nanti yang mungkin akan membuka pintu dunia yang buruk. Gadis ini merinding hingga mengubur tubuhnya dengan selimut. "Siapa yang akan saya nikahi, Pak Wira atau anaknya? Tadi pria itu tidak membicarakan anaknya sama sekali, jangan-jangan Pak Wira yang akan mengambil alih menikahi Nadia!" Kecemasan melambung tinggi hingga menembus langit malam.

 

Nadia memutuskan menemui neneknya di kamar yang bersebelahan dengan miliknya. "Nek, sudah tidur?" bisiknya.

 

Saraswati segera membalik tubuhnya yang sebelumnya memunggungi pintu. "Belum, ada apa menemui nenek?"

 

Nadia bergegas duduk di atas tempat tidur empuk milik sang nenek yang juga didapatkan dari aset trakhir Abraham. "Nek, kira-kira Nadia jadi menikah atau tidak ya?"

 

"Jadi itu yang cucu nenek risaukan," kekeh wanita yang masih tampak bugar dibandingkan usianya, tapi keadaan fisik tidak menjamin umur panjang karena kematian bisa datang kapan saja, itulah yang setiap hari Saraswati cemaskan. Maka, sebelum dirinya menghadap Tuhan, Nadia sudah harus memiliki pendamping hidup yang membahagiakannya.

 

"Iya ... Nadia tidak bisa tidur karena memikirkannya," rengek gadis manja ini.

Saraswati duduk di samping cucu kesayangannya.

 

"Percaya saja pada papa kamu yang tidak mungkin memberikan jodoh abal-abal," nasihatnya dengan tawa kegelian.

 

"Nek, nenek bukan pelawak, tapi kok nenek selalu begitu sih kalau diajak berbicara serius," protes Nadia yang sudah tidak heran dengan sikap neneknya, tetapi tetap ingin menyampaikan rasa kurang nyaman.

 

"Jangan terlalu dibawa serius agar tidak cepat tua," kekeh Saraswati.

 

"Jadi bagaimana nek, kalau misalnya justru ternyata Pak Wira yang akan menikahi Nadia?"

 

"Kalau seperti itu kasusnya maka nenek akan segera mengusirnya tanpa peduli pada pesan trakhir papa kamu karena pria itu tidak tahu balas budi!" tegas Saraswati dengan suara berapi-api.

 

Nadia terkekeh, "Nah ini baru neneknya Nadia." Pelukan hangat nan sayang segera meluncur, "nek, Nadia janji tidak akan tinggalkan nenek walau mungkin nanti Nadia menikah, nenek akan dibawa ke rumah Nadia."

 

"Memangnya suami kamu akan memberi ijin nenek tinggal di sana? Tidak ada yang bisa nenek lakukan selain menyusahkan."

 

"Nenek jangan bicara seperti itu, Nadia tidak akan menikahi pria tidak punya hati! Pokoknya pria itu harus menyayangi nenek juga."

 

"Iya sudah, nenek akan ikut, tapi tidak janji ya," kekeh usil Saraswati.

 

"Tuh kan nenek begitu lagi!" Jadi, malam ini Saraswati puas menggoda Nadia-cucunya yang manis nan manja.

 

***

 

Waktu berhenti tepat di angka dua kala sebuah mobil mewah terparkir di halaman rumah Saraswati. Wanita tua ini segera menyambut hangat, "Selamat siang, senang bisa bertemu dengan anda."

 

Wira segera menyahut bersama kekeh, "Rupanya Nadia sudah mengatakan rencana kedatangan saya."

 

"Tentu saja, cucu saya gadis yang jujur dan baik."

 

Nadia mengintip lewat gorden kamarnya. "Hah, Pak Wira datang!" Rasa tidak percaya menyelimuti, kemudian memerhatikan sekali lagi, "tapi ... di mana putranya?" Gadis ini memasang mata elang mencari-cari keberadaan calon suaminya, kemudian berprasangka, "jangan-jangan benar Pak Wira yang akan menikahi Nadia bukan putranya. Papa ...!" raungnya.

 

Tidak lama Wira dan Saraswati berbasa-basi, kini mereka sudah duduk di ruang tamu termasuk Abimana. "Sebentar ya, saya panggilakan Nadia," pamit Saraswati yang segera menghilang dari ruang tamu.

 

"Ayo, calon suamimu sudah datang," bisik Saraswati saat mendapati Nadia sedang duduk cemas di depan meja rias di kamarnya.

 

"Siapa yang nenek maksud calon suami Nadia, Pak Wira? Nadia tidak mau ...," rengeknya diiringi frustrasi.

 

"Sembarangan, calon suami kamu masih muda, namanya Abimana, dia sudah menunggu kamu di ruang tamu!" riang Saraswati karena putra Wira tidak mengecewakan.

 

"Tapi bagaimana atittudenya? Nadia tidak mau menikah dengan pria beratittude rendah nanti bagaimana kalau dia tidak memperlakukan Nadia dengan baik?" kecemasan gadis ini masih berlanjut.

 

Saraswati membelai lembut puncak kepala cucunya yang masih duduk di depan meja rias seiring tengadah ke arahnya. "Jangan berpikir yang tidak-tidak, sekarang lebih baik temui dulu calon suami Nadia," bujuk lembutnya yang senada dengan ucapannya.

 

Nadia membuang udara keberatan, tapi percuma saja karena pria bernama Abimana telah tiba dan menunggunya. Nadia berdiri dengan kedua kaki lemas. "Nek ..., Nadia tidak siap," rengeknya.

 

"Sekarang kamu bisa bilang tidak siap, tapi nenek yakin akan berbeda cerita saat kamu melihat Abimana!" Antusias Saraswati.

 

"Kok nenek bersemangat sekali? Nadia curiga deh, jangan-jangan Abimana ganteng sekali. Hihi ...." Nadia sudah mampu berkelakar karena melihat ekspresi Saraswati.

 

"Nenek yakin, Nadia belum pernah melihat laki-laki seganteng Abimana." Senyuman excitednya. Dengan memasang wajah seperti ini memudahkan Saraswati menggiring cucunya menuju ruang tamu.

 

Nadia berjalan anggun di sisi Saraswati walau bersama seribu ragu yang kembali menjalar, saat itu Abimana melihat sosok gadis cantik semampai pilihan ayahnya. Sejenak, senyumannya mengembang begitu saja, tapi sedetik kemudian mengembalikan sikap tenangnya.

 

"Mohon maaf lama menunggu, biasa ... anak gadis grogi jika akan bertemu calon suaminya," kekeh Saraswati.

 

Wira terkekeh kecil, "Tidak apa, wajar saja, jangankan Nadia, Abimana saja berkeringat dingin."

 

Abimana segera berkata penuh wibawa, "Tidak, pa."

 

Kini, Nadia duduk di sisi Saraswati di hadapan Wira dan Abimana. Wanita ini mengenalkan Nadia secara formal pada kedua tamunya, "Ini Nadia-putri satu-satunya Abraham dan Naila."

 

"Senang mengenal putri dari sahabat saya," sahut hangat nan ramah Wira, sedangkan Abimana hanya tersenyum kecil.

 

"Nak Abimana, nenek rasa Pak Wira sudah menceritakan tentang Nadia. Jadi, nenek harap Nak Abimana bisa menerima Nadia dengan senang hati dan menyayanginya seperti kami menyayangi Nadia."

 

Abimana bergeming, entah apa jawaban yang harus dikatakannya pada wanita tua di hadapan serta pada Wira tentang pertemuan yang mengarah pada perjodohan ini.

 

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Dingin Pilihan Ayah   Ending

    Kafka adalah keponakan pejabat tersebut, pria hebat ini mengajak keponakan membanggakannya karena prestasi gemilangnya di gedung perusahaan milik saudaranya yaitu ayahnya Kafka. Abimana geram mengetahui kenyataan ini bukan karena merasa tersaingi hanya saja di rapat penting ini dirinya harus berjabat tangan dengan Kafka seiring menatap wajahnya terus-menerus."Senang berkerjasama dengan anda." Kalimat Kafka yang salah satunya disampaikan pada Abimana setelah mengucapkannya pada Wira."Begitupun kami." Abimana tetap bersikap propesional walau keadaan hatinya meledak-ledak. Seusai rapat, pria ini berkata pada ayahnya, "Kafka adalah ayah si bayi, tapi Abi yang direpotkan Tania!""Jadi tadi kamu terlambat karena Tania!" kekesalan Wira segera hadir saat mendengarnya."Iya pa, Tania meminta diantar memeriksakan bayinya. Abi turuti saja supaya Tania menjaga bayinya hingga Abi bisa membuktikan pada semua orang.""Wanita ular!" desis geram Wira yang tidak ingin berkata apapun lagi tentang Tani

  • Suami Dingin Pilihan Ayah   Istri dan Anak Kamu Sangat Merepotkan!

    Nadia dibuat tidak setuju dengan ungkapan yang terdengar frontal itu. "Bayi itu tidak berdosa, Tania yang banyak membuang waktu kamu, bukan bayinya."Abimana mengerjap kecil, kemudian menarik senyuman bangga pada makhluk cantik di hadapannya. "Semakin hari kamu semakin dewasa. Bukan hanya pertambahan usia, tapi pola pikir kamu juga walau ... masih banyak sikap kekanakan." Senyuman lebarnya di akhir."Kamu memuji atau menghina sih? Kalimat kamu sering membuat saya bimbang tahu tidak sih!" Nadia membaringkan tubuhnya dengan malas."Bicara kamu seperti dalam sinetron!" ejek kecil Abimana.***Pagi ini Abimana menemani Tania memeriksakan kandungannya karena ini salah satu cara supaya Tania tetap memibiarkan bayinya sehat dan yang paling penting tetap hidup. Degupan jantung si bayi sangat kencang hingga membuat senyuman manis sekaligus haru ditarik oleh Tania walaupun Abimana tetap bersikap datar. Andai tersenyum pun hanya bagian dari pormalitas saja."Bayinya sangat sehat, perkembangannya

  • Suami Dingin Pilihan Ayah   Bayi itu Membuang Waktu Saya

    Tidak berapa lama, tepatnya kala Nadia dan Amira sedang asik di salah satu kolam, tiba-tiba saja airnya surut perlahan bahkan semua orang yang berada di sana ikut terheran-heran. "Kok air di sini surut?""Entah, yang lain tidak kok!" Amira melukis wajah heran sama seperti Nadia.Esther berkata santai nan santun, "Maaf nyonya, tapi ini atas perintah Tuan Abimana. Jadi, jika anda berpindah kolam maka kolam itu juga akan dibuat surut.""Apa. Dasar Abi!""Tuan Abi bilang Anda harus segera pulang," tambah Esther masih dengan santun."Abi ...!" teriak Nadia hingga memekak ruang dengar Esther, tetapi justru Amira terkekeh kegelian."Sabar ya ...," goda Amira. Maka, walau sangat keberatan Nadia dipaksa pulang oleh keadaan. Jika tidak begitu maka pengunjung lain akan ikut terganggu."Kok bisa sih Abi memerintahkan seseorang untuk membuat kolamnya surut. Seperti punya dia saja!"Esther memberikan penjelasan secera terperinci, "Tuan Abimana mengenal pemilik kolam ini. Jadi mungkin mudah bagi Tua

  • Suami Dingin Pilihan Ayah   Kesedihan Naila

    Hari sudah berganti, Tania menemui suster yang sudah mendapatkan uangnya. "Bagus kamu masih di sini. Saya kira kamu akan kabur!""Tidak akan nyonya. Ada apa menemui saya?""Saya cuma mau mengingatkan. Jika sekitar tiga bulan lagi saya akan melahirkan."Wanita berpakaian medis ini menampakan senyuman. "Selamat ya nyonya, jagalah kandungan anda dengan baik." Namun, kalimatnya ini tidak digubris oleh Tania."Jangan lupakan tugas kamu setelah bayi ini lahir!"Wanita ini mengangguk kecil. "Saya sangat mengingatnya, nyonya tenang saja." Kalimatnya ini membuat Tania merasa puas, jadi wanita cantik ini segera berlalu. Di lorong, Tania berpapasan dengan Naila yang hendak melakukan pengecekan rutin. Naila tidak pernah melewatkan pemeriksaan tubuhnya.Sejenak, Tania memerhatikan karena wanita yang sedang terbatuk di atas kursi roda memiliki wajah yang mirip dengan Nadia. "Saya harap suatu saat nanti Nadia yang mengalami kondisi seperti wanita itu. Jadi kalau Nadia penyakitan, Abi tidak akan mau

  • Suami Dingin Pilihan Ayah   Naila Sangat Aneh

    Abimana tiba di sebuah rumah cukup mewah, tetapi sangat sepi, hanya terdapat seorang satpam yang asik memainkan handphone. "Permisi pak, apa benar ini kediaman Nyonya Naila?" Abimana hanya memunculkan wajahnya tanpa keluar dari mobil.Segera, satpam meletakan handphonenya. "Benar tuan. Jika boleh tahu anda siapa dan ada keperluan apa menemui Nyonya Naila?""Saya salah satu kerabat jauhnya.""Akan saya sampaikan. Atas nama siapa?""Abimana-suaminya Nadia." Sengaja perkenalan seperti ini disebutkan karena mungkin keberadaannya akan sangat mudah diterima. Satpam segera menghubungkan panggilan."Tolong katakan pada nyonya, ada seorang pria yang ingin menemuinya. Bernama Abimana suaminya Nadia." Satpam bergeming sesaat kemudian menyimpan gagang telepon di atas meja. "Tunggu sebentar," ucapnya pada Abimana."Iya." Abimana dapat menilai dengan akurat jika memang tidak sembarang manusia bisa menemui Naila bahkan hanya sekedar masuk ke dalam halamannya.Tidak selang berapa lama satpam kembali

  • Suami Dingin Pilihan Ayah   Naila Menderita Hiv

    Setibanya di rumah, Nadia segera mendapatkan pelukan hangat nan khawatir dari Mila dan Saraswati. Walau Wira dan Abimana tidak mengatakan apapun, tetapi kedua wanita ini mengetahui kabar insiden yang terjadi lewat media layar kaca yang menayangkan secara langsung. "Nadia tidak apa-apa?" Kecemasan wanita tua ini melebihi siapapun."Nadia tidak apa-apa nek ..., tadi Nadia menyelamatkan diri sama Amira walau sempat terpisah." Genggaman tangan Nadia dan Amira saling bertautan."Syukurlah kalian baik-baik saja," ucap Mila.Amira berkata, "Tante, tapi Ami tidak akan lama-lama di sini karena papa mau jemput.""Iya sudah ..., pasti orangtua Ami sangat khawatir. Tapi sekarang minum dulu saja ya, istirahat dulu." Mila menjamu kawan menantunya dengan sayang sama halnya pada Nadia. Tidak berapa lama ayahnya Amira datang. Pria ini berbasa-basi sebentar karena Wira merupakan kawan bisnisnya dan ini pertama kalinya pria ini bertemu dengan anggota keluarga Wira yang lain selain Abimana yang sudah dik

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status