Saat tengah malam sampai dini hari, Kiyai Sulaiman sholat tahajud di rumahnya.
Mereka semua memang sudah pulang ke rumah. Namun, hati pria tua itu tak tenang.
Sepanjang sepertiga malam, kiyai Sulaiman melaksanakan Sholat istikharah meminta petunjuk Allah.
Kiyai Sulaiman akhirnya berhenti setelah hatinya cukup tenang. Sebuah keputusan telah dibuat.
*****
"Umi Nayla ... Aisyah ... ada sesuatu yang Abah ingin katakan. Ini sangat penting." Umi Nayla dan Aisyah menahan napas.
Mereka berdua hanya diam, siap mendengarkan amanah Kiyai Sulaiman.
Kiyai Sulaiman menarik napas. "Aisyah, kamu sudah besar. Sudah waktunya kamu menikah."
"Tapi Abah, aku masih belum mempunyai calonnya," ucap Aisyah seketika.
Umi Nayla yang adalah ibu kandung Aisyah segera memegang tangannya dan menatapnya. Aisyah seketika diam dan menunduk.
"Pemuda itu mengalami nasib buruknya adalah karena ingin menyelamatkan Abah. Sepanjang malam, Abah sholat istikharah dan meminta petunjuk Allah. Yang aku pikirkan, hanya pemuda itu dan Aisyah. Aku pikir, mungkin Aisyah dan pemuda itu berjodoh," ucap Kiyai Sulaiman.Bibir Aisyah seketika gemetar, ia tidak menyangka akan dijodohkan oleh Abahnya sendiri dengan seorang pemuda yang bahkan tidak ia kenali. Dan lagi, kemungkinan besar pria itu tidak bisa pulih kembali.
"Maksudnya Abah?" tanya Umi Nayla mencoba memperjelas lagi. Dia sama syoknya dengan sang putri."Aku ingin Aisyah menikahi pemuda itu!" ucap Kiyai Sulaiman. Mata Umi Nayla dan Aisyah kini membulat sempurna.Kiyai Sulaiman--jika sudah membuat keputusan, tidak akan mengubahnya apapun yang terjadi. Jika Aisyah menolak, maka bisa saja Aisyah diusir oleh Abahnya sendiri dan dicap sebagai anak durhaka.Kali ini, Aisyah benar-benar tidak mempunyai pilihan lain. Ia tidak bisa menentang keputusan Abahnya.
"Baiklah, Ayah." Perempuan itu setuju.
Sayangnya, itu hanya di bibir saja.
Di dalam kamar, Aisyah menangis sejadi-jadinya di depan ibunya.
Aisyah tidak pernah berharap dirinya akan menikahi seorang pemuda yang sama sekali ia tidak kenal.
"Sabar Nak, aku yakin ini adalah keputusan terbaik untukmu. Abahmu itu membuat keputusan setelah semalaman sholat istikharah meminta petunjuk Allah. Umi yakin, keputusan ini adalah keputusan yang terbaik untukmu," ucap Umi Nayla sambil memeluk putrinya yang sedang menangis.Meski dia tidak terlalu setuju, tetapi dia yakin sang suami tak asal.
Aisyah hany menangis dan meluapkan semua perasaannya di depan ibunya.Setelah beberapa jam, barulah Aisyah bisa menerima takdirnya.
Ia sudah siap dinikahkan oleh Abahnya dengan pemuda itu--yang namanya pun tidak tahu. Namun, Aisyah ikhlas semata-mata karena Allah. Bagi Aisyah, pernikahan adalah bagian dari ibadahnya kepada Allah.
****
Saat waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi, Aisyah, Umi Nayla, dan Kiyai Sulaiman masuk ke dalam mobil dan memulai perjalanan ke rumah sakit.
Tujuannya tentu saja untuk menjenguk Ronald di rumah sakit.
Mobil yang Kiyai Sulaiman sekeluarga tumpangi kemudian keluar dari kawasan pesantren Tahfidzul Qur'an.Rupanya, kiyai Sulaiman mempunyai sebuah pesantren dan sekaligus tinggal di dalam. Ratusan bahkan ribuan Santri sangat menghormati dirinya yang sebagai seorang kiyai sekaligus pendiri pesantren.
Sementara itu di rumah sakit...Mata Ronald membulat sempurna ketika tidak bisa merasakan kakinya. Ia juga tidak bisa menggerakkan kakinya seperti biasa.Napasnya tertahan dan jantungnya berdegup sangat cepat sebelum akhirnya berteriak, "Dokter! Dokter! Ada apa dengan kakiku!"
Mendengar teriakan Ronald, para dokter bergegas dan memeriksa. Mereka menemukan Ronald terlihat histeris ketika menyadari bahwa dirinya telah cacat meski tanpa di beri tahu dokter.Para dokter dan perawat yang ada saat itu hanya bisa menarik napas dan tidak berani mengatakan apa pun.Ini adalah keadaan paling emosional yang dialami pasien. Jadi, mereka memberikan waktu bagi Ronald untuk memproses semua ini.
Benar saja, setelah beberapa jam Ronald kemudian menjadi pemurung dan tidak lagi seperti sebelumnya. Ronald hanya berusaha untuk menerima keadaannya."Dengan diriku yang tidak cacat sekalipun, aku masih bingung mau menjalani kehidupan ku di luar penjara yang semuanya serba uang ini. Bahkan, aku pun tidak punya tempat tinggal. Dan sekarang aku harus menerima fakta bahwa aku cacat? Bagaimana aku mau menjalani kehidupan ku setelah ini?" pikir Ronald yang langsung frustasi. Ia sudah tidak tahu lagi harus menjalani kehidupannya seperti apa untuk kedepannya.Hati Ronald kini benar-benar hancur.Awalnya, ia pikir ia akan menjalani kehidupannya dengan sangat baik setelah keluar dari penjara. Tapi ternyata, nasib buruk malah menimpanya. Tidak Ronald sadari, air mata mulai keluar dari matanya begitu saja.
Kiyai Sulaiman, Umi Nayla, dan Aisyah yang tidak mengetahui apa yang baru saja Ronald alami, akhirnya tiba.Ketiganya datang untuk menjenguk, tetapi hanya Aisyah yang diam dan tidak berani berkata banyak.
Cara Aisyah memandang Ronald kini sudah sangat berbeda dari sebelumnya. Karena Aisyah tahu, kelak Ronald akan menjadi suaminya kelak. Aisyah pun sudah berani memperhatikan wajah Ronald.Wajah Ronald memang sangatlah tampan. Meskipun kepalanya bagian atas diperban, namun itu tidak mampu menutupi ketampanan Ronald. Kumis dan jenggotnya yang tipis juga turut serta membuat penampilan Ronald semakin menawan.Saat Kiyai Sulaiman, Umi Nayla, dan Aisyah menatapnya, Ronald hanya termenung dan masih belum menyadari tiga orang yang datang menjenguknya.Kepala Ronald sekarang telah diisi oleh berbagai macam pertanyaan:
1. Bagaimana Ronald akan mencari uang?2. Bagaimana kehidupannya yang tanpa rumah ini?
3. Lalu, bagaimana ia bisa menjalani kehidupannya sebagai seorang pemuda sebatang kara dan lumpuh?
Dengan kondisi seperti ini, dapat dipastikan Ronald akan menjadi gelandangan menyedihkan. Bahkan jikalau ia kembali ke penjara, ia tetap akan menderita dengan kondisinya sekarang.
"Sial," batin Ronald, "sulit sekali menjadi orang baik."Ia masih termenung dan belum menyadari kedatangan Kiyai Sulaiman dan keluarganya.
Ketiganya begitu terkejut saat tawa kecil mulai terdengar dari mulut Ronald. Terlebih, gumaman dari pria itu.
"Lebih baik aku mati saja!"Mendadak, Kiyai Sulaiman langsung memegang bahu Ronald. "Astaghfirullah, istighfar kamu, Nak!"
Dari belakang pria yang menodongkan pistol, muncul seorang pria kurus dengan membawa alat pemukul bola bisbol. Dengan wajah tersenyum, ia mulai memukuli sang pria bejat sambil berkata, "Beraninya kau memaksa nafsumu pada wanita tidak berdosa, mati saja kau!" Aisyah segera ditarik keluar dari ruangan itu. Sementara dua orang mulai memukuli pria bejat itu.Orang itu terus memukuli sampai tongkat bisbolnya hancur. Beberapa tembakan juga menembus kaki dan tangan pria hidung belang itu. Aisyah berhasil diselamatkan sebelum pria bejat itu melakukan hal intim. Meskipun sebenarnya itu sudah termasuk pelecehan. Aisyah segera dilarikan ke rumah sakit. Sementara itu, Ronald terlihat lemas. Ia nyaris tak lagi memiliki tenaga untuk melawan. Andai saja Ronald tidak diikat menggunakan rantai, Enzo dan Frigia beserta anak buahnya telah wafat. "Bagaimana rasanya melihat orang-orang yang kau sayangi di perlakukan seperti ini?" tanya Enzo, mencengkeram rahang bawah wajah Ronald. "Akan ada seseoran
Aisyah menangis ketika melihat Rian dipukuli tanpa boleh melawan. Kepalanya kini telah berlumuran darah. Tapi tatapan Rian tetap tertuju pada ibu angkatnya. Dalam hati, Rian hanya ingin melindungi Aisyah. Meskipun sebenarnya ia tidak sanggup dan tidak dapat melakukan apapun. Pada akhirnya, Rian harus pingsan lantaran tubuhnya sudah tidak sanggup dipukuli lagi. Setelah puas melihat adegan itu, Frigia memerintahkan anak buahnya untuk membawa Aisyah dan Rian pergi menemui Ronald di kota Chester. ***Di sebuah gudang besar dengan lampu yang sedikit redup. Terlihat Ronald yang sedang diikat dengan rantai. Tampak sangat jelas di tangannya ada bekas jahitan. Sepertinya Enzo memang tidak membiarkan Ronald mati dengan mudah. Hanya karena ingin melihatnya mati perlahan. Bagaimanapun, Enzo juga memiliki dendam kesumat dengan Ronald. Karena telah membunuh kedua putra kesayangannya. Ketika Ronald membuka matanya, ia menatap Enzo penuh kemarahan. "Tidak perduli kau menyiksaku bagaimana, itu t
Melihat Ferdi ditembak mati, Ronald akhirnya murka. Ia mengeluarkan dua pistol dan menembak dengan sangat cepat. Setiap peluru yang dilepaskan mengenai jantung dan langsung membuat korbannya meninggal dunia. Namun, jumlah yang harus dilawan oleh Ronald ada puluhan. Dan masing-masing dari mereka telah membidik Ronald sejak awal. Sehingga, sebuah peluru mengenai lengan kiri dan kanannya. Nasib Lisa juga tidak kalah mengenaskan. Lengan kanan dan kirinya terluka akibat serangan peluru. Itu membuat Lisa tidak mampu mengangkat pistolnya untuk menyerang. Seseorang mendekat dan memukul kepala Lisa dengan keras, sampai ia pingsan. Sementara Ronald, ia mengeluarkan belati dan menyerang orang yang hendak menangkapnya. "Sudah terluka parah dan kau masih melawan? Ronald... kau memang tidak pernah mengecewakan ku." kata Enzo dari jauh. Ronald bergerak sangat cepat, membunuh delapan orang dengan belati, kemudian sesekali menggunakan pistol untuk menembak. Tangannya yang terluka karena peluru
Ronald sekeluarga akhirnya sampai di desa Routh setelah menempuh perjalanan. Kedatangan Ronald disambut baik oleh para warga di desa Routh. Aisyah kemudian dibawa masuk ke rumah besar, yang dulunya adalah kediaman Tuan George. "Rumah ini dulu adalah rumah milik tuan George, tapi sekarang tidak lagi. Rumah ini sudah dijadikan tempat pemerintahan desa Routh. Kantor desa, puskesmas, perpustakaan, dan balai desa, bahkan juga sekolah di bangun di halaman belakang. Semuanya menyatu di tempat ini." kata seorang penatua desa. Dia bernama Jigar. Seseorang yang dituakan dan dihormati di desa Routh. "Sepertinya desa ini mengalami perkembangan. Aku ikut senang melihatnya." kata Ronald. "Tentu saja ini tidak akan terjadi tanpa bantuan Tuan Ronald. Kau tahu, banyak warga desa menatap patung mu di lapangan dengan ekspresi kagum. Mereka menjadikan mu sebagai sesuatu yang harus dicontoh. Anak-anak rajin belajar, berinovasi, dan kreatif. Ada juga yang berlatih beladiri agar kelak bisa menjadi sepert
"Jika Ayah nanti pergi, tolong jaga Aisyah seperti kamu menjaga ibu kandung mu." kata Ronald, sedang berjalan menuju apartemennya. "Aku sudah menganggap ayah dan ibu sebagai keluargaku, aku pasti akan melindungi ibu dengan segenap kemampuan ku." kata Rian. "Kau juga jangan malas latihan. Meski aku belum mengajari mu bertarung, tapi kau harus memperkuat fisik mu dengan latihan berat setiap hari sebagai pondasi." "Jangan meremehkan konsisten, bahkan batu yang sangat keras sekalipun dapat dilubangi dengan setetes air yang dijatuhkan dengan konsisten. Begitupun dengan tubuhmu, meski kau lemah, jika kau konsisten untuk berlatih, maka kau akan menjadi sangat kuat nantinya." kata Ronald. "Aku akan mengingatnya, Ayah!" kata Rian. Ronald tersenyum. Akhirnya Ronald dan Rian sampai di apartemen. "Apa yang ingin kau lakukan di luar kota?" tanya Aisyah. "Hanya urusan mendadak. Ini mengenai teman-temanku, Aisyah. Tolong pengertiannya." kata Ronald. Aisyah menghela napas. "Aku ikut saja den
Beberapa hari berlalu, Ronald dan Rian keluar untuk bekerja di restoran ketika pagi hari.Ketika baru saja keluar dari apartemen, langkah Ronald terhenti ketika melihat pria tua dengan pakaian compang-camping dari seberang jalan."Ayah, kasihan banget orang itu. Bagaimana kalau kita kasih sedikit uang?" tanya Rian. Ronald tersenyum dan menjawab, "Jangan lihat dirinya yang tua dan penampilan yang lusuh. Dia itu adalah orang yang sangat berbahaya. Kau harus menjauh darinya." Ronald berjalan, Rian mengejar dari belakang, memegang tangan Ronald dan bertanya, "Kenapa? Kelihatannya dia cuma kakek-kakek tua yang kasihan." Rian kemudian kaget saat tiba-tiba tangan seorang kakek tua berada di pundaknya. "Nak, apa yang ayahmu katakan benar." pria tua itu kemudian berada di depan Rian sambil tersenyum. "Kau tampan dan gagah seperti ayahmu," kata pria tua itu. Ronald menangkap tangan pria tua dan menjauhkannya dari Rian. "Apa yang kau inginkan? Sudah lebih sepuluh tahun, kita juga tidak ad