Di sepertiga malam, Aisyah mengelap air matanya dan bangun untuk melaksanakan salat tahajud.
Bukan karena hanya dia seorang ustadzah, Aisyah memang sudah terbiasa untuk melaksanakan salat tahajud di sepertiga malam setiap harinya.
Lingkungan tempat tinggal Aisyah yang berada di sekitar pesantren menjadi alasan paling besar terbentuknya pribadi yang sholehah dalam diri Aisyah. Apalagi, kyai Sulaiman selaku Abahnya merupakan seorang yang paham agama.
Saat Aisyah bangun ia sempat menoleh dan memperhatikan suami barunya itu."Haruskah kubangunkan?" lirih Aisyah. Namun, dia menggeleng dengan cepat.
Gegas, Aisyah kemudian segera bergegas menyiapkan sajadah untuk melaksanakan salat tahajud.
Ternyata, kejadian itu disaksikan oleh oleh Ronald, suaminya sendiri.
Sebelum memulai melaksanakan salat tahajud, Aisyah sempat melirik dan memperhatikan suaminya.
Timbul keinginan lagi di dalam diri Aisyah untuk mengajak suaminya salat tahajud bersama. Namun, mengingat kondisi suaminya yang sedang lumpuh Aisyah mengurungkan niatnya."AllahuAkbar!"Aisyah kemudian memulai salatnya yang diperhatikan oleh Ronald.Ronald kemudian tidak peduli dan memalingkan pandangannya lalu menutup matanya.
Tidak tahu sudah berapa lama Ronald menutup matanya, dan sudah berapa lama ia tidur.Kini, Aisyah membangunkannya ketika waktu menunjukkan pukul 04.00 lewat, waktunya melaksanakan salat subuh! Kalau ini, Aisyah tidak mungkin tidak membangunkan suaminya.
Ini adalah kewajinan.
"Ronald, bangunlah sekarang sudah waktunya salat subuh!" Aisyah berusaha membangunkan Ronald dengan menggoyang-goyangkan tubuhnya.Ketika mata Ronald terbuka, Iya menyaksikan istrinya yang masih mengenakan cadar bahkan di depan dirinya yang adalah suami sahnya. Ronald pun kemudian berkata, "Kau salat saja sendiri!"Tampaknya ,Ronald tidak mau diajak untuk melaksanakan salat subuh bersama dengan istrinya."Kenapa? Melaksanakan sholat fardhu adalah sebuah kewajiban bagi setiap muslim," ucap Aisyah."Aku tegaskan sekali lagi aku bukanlah orang Sholeh, aku bukanlah orang baik. Sebelumnya, aku sudah pernah mengatakannya, kan? Aku sudah terbiasa melaksanakan hal-hal haram dan berbuat dosa. Dan aku seorang mantan narapidana. Jika mau, kau sholat saja sendiri!" ucap Ronald.Aisyah sudah menduga bahwa suaminya tidak akan bersedia ikut melaksanakan salat subuh. Aisyah hanya bisa melapangkan dada dan ber istighfar seraya bersabar melihat kelakuan suaminya.Dengan sangat terpaksa, Aisyah kemudian segera melaksanakan salat subuh tanpa ditemani sang suami.Malam pertama Aisyah pun tidak berlalu dengan sangat baik. Tidak ada yang terjadi di antara keduanya. Bahkan, Ronald masih belum melihat wajah Aisyah sama sekali.Parahnya, Ronald mengaku bahwa sebenarnya tidak ingin menikah dengan Aisyah, tetapi keadaanlah yang memaksanya.
"Baiklah," lirih Aisyah pelan. Dia tidak akan memaksa suaminya itu.*****
Di pagi hari, Aisyah akhirnya membantu Ronald untuk memindahkannya ke kursi roda.
Aisyah pun kemudian mengurusnya dengan sangat baik, menjalankan semua tugasnya--termasuk mengurus dan memasak untuk Ronald.
Aisyah benar-benar merawat Ronaldo dengan sangat sukarela.
Semuanya berjalan lancar sampai pada saat menjelang waktu ashar sekitar pukul 02.00 siang.
Saat itu, Ronald merasa ingin buang air besar.
Awalnya, dia merasa malu untuk mengatakannya.
Ronald berusaha sendiri dan pergi ke kamar mandi dengan kursi rodanya. Namun, yang terjadi selanjutnya malah hanyalah sebuah kecelakaan.
Usaha Ronald seakan sia-sia.
Kakinya yang tidak bisa bergerak dan keadaannya yang sedang lumpuh, membuat Ronald tidak berdaya. Bahkan di saat Ronald terjatuh, dia semakin tidak bisa menahan keinginannya untuk buang air, hingga akhirnya keluar dengan sendirinya.
Yah, Ronald baru saja berak di celananya.
Karena hal memalukan itulah, Ronald maksa enggan untuk memanggil Aisyah dan membantunya.Namun mau sebaik apapun Ronald menyembunyikannya, pada akhirnya Aisyah tetap melihat Ronald yang sudah terjatuh di dalam WC.
Aisyah kemudian segera menolong Ronald. Saat Aisyah datang, Ronald hanya terdiam seribu bahasa. Dia tidak bisa berkata apa-apa dan hanya bisa menunduk malu.Wajah Aisyah memang sempat berubah seketika ketika merasakan dan menyadari fakta bahwa Ronald baru saja berak di celananya. Bukannya tertawa menertawakan Ronald, Aisyah malah membantu dan melepas pakaian Ronald.Tentu saja, Aisyah membantu Ronald untuk segera buang air besar dan mengganti pakaiannya di WC. Celana Ronald yang terkena feses tentu saja menjadi alasan utama Aisyah memilih mengganti pakaian Ronald."Lain kali, kalau mau ke WC, bilang sama aku. Jangan sampai kejadian ini terulang lagi," ucap Aisyah yang kemudian segera meninggalkan Ronald ke dapur.Rumah yang Aisyah dan Ronald tempati sangatlah kecil, sehingga toilet, dapur, dan kamar, hanya berjarak beberapa langkah saja.Tepat setelah Aisyah meninggalkannya, Ronald menghela napas.Ia merasa sangat bersalah.
Ronald kemudian menjalankan kursi rodanya dengan menggunakan bantuan kedua tangannya. Dengan menggerakkan roda besar di sampingnya, Ronald bisa berjalan meski agak kesusahan menjalankan kursi rodanya.
Ronald kemudian menghampiri Aisyah yang saat itu sedang memotong wortel. "Maaf!" katanya.Aisyah tentu saja terkejut mendengarnya. "Maaf untuk apa?" tanya Aisyah.
"Maaf karena telah banyak merepotkanmu. Maaf karena aku tidak bisa memberikanmu nafkah sebagai suamimu. Maaf karena mungkin, kau sebenarnya tidak menginginkan pernikahan ini," ucap Ronald pada akhirnya.Aisyah kemudian segera menghentikan pekerjaannya. Wortel itu kemudian diletakkan bersama dengan pisau di atas nampan dan kemudian Aisyah membalikkan wajahnya dan menatap Ronald."Hanya itu?" tanya Aisyah.Ronald kemudian menunduk malu saat mengingat kejadian dimana Aisyah menolongnya di kamar mandi. Ia benar-benar merasa malu.
"Maaf! Karena kecerobohanku, kau harus melihatku dalam keadaan seperti itu dan masih harus membersihkan...." Ronald tidak mampu melanjutkan perkataannya itu."Sebagai istrimu, sudah menjadi kewajibanku untuk merawat mu dalam keadaan ini. Dan sebagai istrimu, engkau halal melihat seluruh tubuhku bahkan begitu sebaliknya. Jadi, kau tidak perlu merasa bersalah." ucap Aisyah."Jika apa yang kamu katakan benar, lantas mengapa kamu masih menggunakan cadar itu bahkan ketika hanya ada aku dan kau?" tanya Ronald penasaran.Dari belakang pria yang menodongkan pistol, muncul seorang pria kurus dengan membawa alat pemukul bola bisbol. Dengan wajah tersenyum, ia mulai memukuli sang pria bejat sambil berkata, "Beraninya kau memaksa nafsumu pada wanita tidak berdosa, mati saja kau!" Aisyah segera ditarik keluar dari ruangan itu. Sementara dua orang mulai memukuli pria bejat itu.Orang itu terus memukuli sampai tongkat bisbolnya hancur. Beberapa tembakan juga menembus kaki dan tangan pria hidung belang itu. Aisyah berhasil diselamatkan sebelum pria bejat itu melakukan hal intim. Meskipun sebenarnya itu sudah termasuk pelecehan. Aisyah segera dilarikan ke rumah sakit. Sementara itu, Ronald terlihat lemas. Ia nyaris tak lagi memiliki tenaga untuk melawan. Andai saja Ronald tidak diikat menggunakan rantai, Enzo dan Frigia beserta anak buahnya telah wafat. "Bagaimana rasanya melihat orang-orang yang kau sayangi di perlakukan seperti ini?" tanya Enzo, mencengkeram rahang bawah wajah Ronald. "Akan ada seseoran
Aisyah menangis ketika melihat Rian dipukuli tanpa boleh melawan. Kepalanya kini telah berlumuran darah. Tapi tatapan Rian tetap tertuju pada ibu angkatnya. Dalam hati, Rian hanya ingin melindungi Aisyah. Meskipun sebenarnya ia tidak sanggup dan tidak dapat melakukan apapun. Pada akhirnya, Rian harus pingsan lantaran tubuhnya sudah tidak sanggup dipukuli lagi. Setelah puas melihat adegan itu, Frigia memerintahkan anak buahnya untuk membawa Aisyah dan Rian pergi menemui Ronald di kota Chester. ***Di sebuah gudang besar dengan lampu yang sedikit redup. Terlihat Ronald yang sedang diikat dengan rantai. Tampak sangat jelas di tangannya ada bekas jahitan. Sepertinya Enzo memang tidak membiarkan Ronald mati dengan mudah. Hanya karena ingin melihatnya mati perlahan. Bagaimanapun, Enzo juga memiliki dendam kesumat dengan Ronald. Karena telah membunuh kedua putra kesayangannya. Ketika Ronald membuka matanya, ia menatap Enzo penuh kemarahan. "Tidak perduli kau menyiksaku bagaimana, itu t
Melihat Ferdi ditembak mati, Ronald akhirnya murka. Ia mengeluarkan dua pistol dan menembak dengan sangat cepat. Setiap peluru yang dilepaskan mengenai jantung dan langsung membuat korbannya meninggal dunia. Namun, jumlah yang harus dilawan oleh Ronald ada puluhan. Dan masing-masing dari mereka telah membidik Ronald sejak awal. Sehingga, sebuah peluru mengenai lengan kiri dan kanannya. Nasib Lisa juga tidak kalah mengenaskan. Lengan kanan dan kirinya terluka akibat serangan peluru. Itu membuat Lisa tidak mampu mengangkat pistolnya untuk menyerang. Seseorang mendekat dan memukul kepala Lisa dengan keras, sampai ia pingsan. Sementara Ronald, ia mengeluarkan belati dan menyerang orang yang hendak menangkapnya. "Sudah terluka parah dan kau masih melawan? Ronald... kau memang tidak pernah mengecewakan ku." kata Enzo dari jauh. Ronald bergerak sangat cepat, membunuh delapan orang dengan belati, kemudian sesekali menggunakan pistol untuk menembak. Tangannya yang terluka karena peluru
Ronald sekeluarga akhirnya sampai di desa Routh setelah menempuh perjalanan. Kedatangan Ronald disambut baik oleh para warga di desa Routh. Aisyah kemudian dibawa masuk ke rumah besar, yang dulunya adalah kediaman Tuan George. "Rumah ini dulu adalah rumah milik tuan George, tapi sekarang tidak lagi. Rumah ini sudah dijadikan tempat pemerintahan desa Routh. Kantor desa, puskesmas, perpustakaan, dan balai desa, bahkan juga sekolah di bangun di halaman belakang. Semuanya menyatu di tempat ini." kata seorang penatua desa. Dia bernama Jigar. Seseorang yang dituakan dan dihormati di desa Routh. "Sepertinya desa ini mengalami perkembangan. Aku ikut senang melihatnya." kata Ronald. "Tentu saja ini tidak akan terjadi tanpa bantuan Tuan Ronald. Kau tahu, banyak warga desa menatap patung mu di lapangan dengan ekspresi kagum. Mereka menjadikan mu sebagai sesuatu yang harus dicontoh. Anak-anak rajin belajar, berinovasi, dan kreatif. Ada juga yang berlatih beladiri agar kelak bisa menjadi sepert
"Jika Ayah nanti pergi, tolong jaga Aisyah seperti kamu menjaga ibu kandung mu." kata Ronald, sedang berjalan menuju apartemennya. "Aku sudah menganggap ayah dan ibu sebagai keluargaku, aku pasti akan melindungi ibu dengan segenap kemampuan ku." kata Rian. "Kau juga jangan malas latihan. Meski aku belum mengajari mu bertarung, tapi kau harus memperkuat fisik mu dengan latihan berat setiap hari sebagai pondasi." "Jangan meremehkan konsisten, bahkan batu yang sangat keras sekalipun dapat dilubangi dengan setetes air yang dijatuhkan dengan konsisten. Begitupun dengan tubuhmu, meski kau lemah, jika kau konsisten untuk berlatih, maka kau akan menjadi sangat kuat nantinya." kata Ronald. "Aku akan mengingatnya, Ayah!" kata Rian. Ronald tersenyum. Akhirnya Ronald dan Rian sampai di apartemen. "Apa yang ingin kau lakukan di luar kota?" tanya Aisyah. "Hanya urusan mendadak. Ini mengenai teman-temanku, Aisyah. Tolong pengertiannya." kata Ronald. Aisyah menghela napas. "Aku ikut saja den
Beberapa hari berlalu, Ronald dan Rian keluar untuk bekerja di restoran ketika pagi hari.Ketika baru saja keluar dari apartemen, langkah Ronald terhenti ketika melihat pria tua dengan pakaian compang-camping dari seberang jalan."Ayah, kasihan banget orang itu. Bagaimana kalau kita kasih sedikit uang?" tanya Rian. Ronald tersenyum dan menjawab, "Jangan lihat dirinya yang tua dan penampilan yang lusuh. Dia itu adalah orang yang sangat berbahaya. Kau harus menjauh darinya." Ronald berjalan, Rian mengejar dari belakang, memegang tangan Ronald dan bertanya, "Kenapa? Kelihatannya dia cuma kakek-kakek tua yang kasihan." Rian kemudian kaget saat tiba-tiba tangan seorang kakek tua berada di pundaknya. "Nak, apa yang ayahmu katakan benar." pria tua itu kemudian berada di depan Rian sambil tersenyum. "Kau tampan dan gagah seperti ayahmu," kata pria tua itu. Ronald menangkap tangan pria tua dan menjauhkannya dari Rian. "Apa yang kau inginkan? Sudah lebih sepuluh tahun, kita juga tidak ad
Ronald kini tersenyum ketika melihat Aisyah sang istri sudah berada di depan pintu. "Baiklah, Rian. Kita sudahi saja malam ini. Kita pergi makan dulu, atau Ibu Aisyah akan marah nantinya." kata Ronald yang kini mencoba untuk bercanda. Namun terasa garing. Baik itu Rian dan Aisyah, tidak ada yang tertawa. Pada akhirnya mereka bertiga kini sudah duduk di meja makan. "Bagaimana perkembangan latihan mu?" tanya Aisyah pada Rian."Baru saja mulai, aku belum latihan bertarung sama sekali. Aku cuman disuruh push up oleh Ayah." kata Rian. "Hey, kekuatan fisik memang selalu menjadi poin utama untuk mempelajari suatu keterampilan beladiri. Kamu jangan terburu-buru, kamu harus sabar jika ingin mendapatkan hasil yang baik." kata Ronald. "Betul kata Ayahmu. Bagaimanapun, aku ikut senang melihat kegigihan mu untuk berlatih." kata Aisyah. Ia tersenyum dan senang melihat Rian sebab ia tahu kalau Rian mempunyai tujuan mulia. Yakni menjadi seorang yang menegakkan keadilan di masa depan. "Baiklah,
"Tuan Ronald, aku tidak menyangka bahwa itu kamu. Ada apa Tuan Ronald mengikuti pertandingan semacam ini?" kata Lisa."Justru aku yang seharusnya sangat terkejut. Awalnya aku kira sang juara bertahan adalah seorang pemuda bertubuh kekar yang sangat berbakat. Tapi ternyata adalah seorang wanita dan wanita itu adalah orang yang aku kenal." kata Ronald. "Tujuan Tuan Ronald ikut di acara seperti ini, memangnya untuk apa?" tanya Lisa. "Sederhana saja, aku membutuhkan uangnya. Aku ingin mendapatkan uang dengan berusaha sendiri. Setelah memenangkan pertandingan ini, seharusnya uang hadiahnya akan menjadi uang halal bukan?" kata Ronald. Lisa kemudian segera menaikkan alisnya sebelah merasa sangat heran. Namun ia kemudian menghela napas. "Hey aku tidak membayar untuk melihat kalian mengobrol!" "Apa yang kalian lakukan? Ayo bertarung!""Dewi ku, hajar bajingan itu sampai mampus.""Ada apa dengan mereka? Sedang bernegosiasi kah?" Berbagai gosip kini mengudara. Suara gemuruh dari para penon
Inspektur Eva kini di rumahnya yang terletak agak jauh dari apartemen tempat Ronald tinggal. "Beginilah mudahnya aku mendapatkan uang. Lama-lama, aku akan menjadi seorang yang sangat kaya. Aku senang dengan pekerjaanku sekarang." kata Inspektur Eva. Ia kemudian membuka brangkas besar miliknya dan mulai memindahkan segepok demi segepok uang. Sampai pada akhirnya, mata Eva terbuka lebar saat melihat apa yang ada di bawah uang-uang itu. Duar!Terdengar suara ledakan keras di sebuah rumah klasik ukuran delapan kali dua belas meter. Rumah yang cukup besar. Inspektur Eva meninggal seketika. Sementara itu di seberang jalan rumah. Ronald dan Rian kini tersenyum melihat ledakan di salah satu ruangan di rumah itu. Hingga mengakibatkan kebakaran. "Ayah benar, sesuai prediksi. Dia benar-benar meninggal saat memindahkan uang-uang itu dari dalam koper." kata Rian. "Inilah yang akan didapatkan oleh orang yang dengan berani membuatku merasakan bagaimana rasanya dipenjara walau sebenarnya aku ti