" ... Jadikanlah hamba dan suami hamba kelak sebagai orang-orang yang beriman dan dirindukan surga. Bimbinglah kehidupan rumah tangga hamba ke jalan yang engkau Ridhoi Ya Allah."
"Ya Allah... hamba serahkan semuanya kepadamu."Aisyah berdoa sepanjang waktu di malam hari.Ia menyerahkan segalanya kepada Allah. Aisyah akan menjalani kehidupan dan akan menerima setiap apa yang takdir berikan kepadanya.
*****Setelahnya, Aisyah pun telah memantapkan hatinya,ia juga sudah pasrah dengan perjodohan ini.
Di usianya yang sekarang, Aisyah memang sudah seharusnya membina kehidupan rumah tangga. Meski calon suaminya sungguh jauh dari harapan, tetapi semua telah terjadi.
Namun, jauh di dalam hati, Aisyah dan sekeluarga masih belum tahu kasus apa yang pernah Ronald lakukan, sehingga ia bisa dipenjara selama sepuluh tahun. Pria itu tidak mengatakan apa pun.
Pernikahan Aisyah dan Ronald ditunda sampai keadaan Ronald mulai membaik.Menit demi menit.
Jam demi jam.
Hari demi hari, hingga akhirnya tidak terasa dua minggu telah berlalu.
Kondisi kesehatan Ronald sudah mulai membaik.Luka di kepalanya sudah sembuh. Seluruh luka-lukanya juga telah sembuh, kecuali luka di kakinya.
Ronald masih sebagai seorang pemuda lumpuh yang tidak berdaya.
Di pesantren Tahfidzul Qur'an, Ronald kini sedang duduk di sebuah kursi roda dengan di sampingnya adalah Aisyah yang akan menjadi calon istrinya.Di depannya, Kiyai Sulaiman sudah siap memulai hijab kabul.
"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara Ronald bin Rubbert dengan anak saya yang bernama Siti Aisyah, dengan maskawinnya berupa seperangkat alat sholat, tunai.”"Saya terima nikahnya dan kawinnya Siti Aisyah binti Sulaiman Kadir dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai.”"Bagaimana para saksi, sah?" Kiyai Sulaiman kemudian menoleh ke kanan dan ke kiri untuk menanyai para santri yang menjadi saksi ijab Kabul antara Ronald dan Aisyah."Sah!"Semua orang secara serentak mengucapkan kata yang sama membuat seisi ruangan tersenyum.
Ijab Kabul telah selesai dilaksanakan.
Kiyai Sulaiman kemudian memimpin doa. Setelah hari ini, Ronald dan Aisyah resmi menjadi sepasang suami istri yang sah.
Aisyah kemudian mencium tangan Ronald sebagai pelengkap. Mereka berdua kini resmi menjadi sepasang kekasih.
Setelah beberapa saat, Ronald dan Aisyah kini berada di atas panggung dengan para santri, ustadz dan ustadzah sudah menanti di bawah.Ronald duduk di kursi roda dan Aisyah berdiri membelakangi semua orang dengan sebuah bunga di tangannya.
Secara bersama, keduanya memegang kemudian melempar bunga itu ke arah belakang yang langsung ditangkap oleh seorang ustadz muda.
Hari itu, pesantren Tahfidzul Qur'an benar-benar sangat meriah.
Hingga akhirnya, malam hari pun tiba. Ronald dan Aisyah mendapatkan sebuah rumah dengan satu kamar, satu toilet, satu dapur, dan satu ruang tamu yang kebetulan berada di area pesantren Tahfidzul Qur'an.Rumah itu diberikan oleh Kiyai Sulaiman untuk sepasang suami istri Ronald dan Aisyah.
Aisyah terlihat baru saja mendorong kursi roda Ronald masuk ke dalam kamar. Keduanya kini menjadi super canggung ketika sudah berada di dalam kamar.Di dalam kamar itu, hanya ada sebuah kasur, satu lemari, dan meja rias. Namun, semua telah dihiasi dengan balon dan bunga mawar. Keadaan dalam kamar itu sangat mendukung bagi seorang pengantin baru. Ronald hanya bisa tersenyum pahit saat melihatnya.Satu-satunya niat Ronald menerima pernikahan ini agar dia tidak menjadi gelandangan dan kelak ada yang mengurusnya.Ia tidak pernah berharap lebih, apalagi Ronald tahu dengan jelas kalau Aisyah juga karena terpaksa.
Umur mereka juga terpaut tujuh tahun. Artinya, saat Ronald sudah sekolah, Aisyah masih berada di kandungan Umi Nayla.
Ronald kemudian menjalankan kursi rodanya menuju ke pinggir kasur."Kau tidak akan membantuku?" tanya Ronald yang sedang berusaha memindahkan dirinya kekasur dengan bantuan kedua tangannya.Karena kakinya tidak bisa bergerak, membuat Ronald benar-benar sulit melakukan apapun. Bahkan hanya sekedar pindah dari kursi roda ke tempat tidur sekalipun.
Meskipun ada sedikit keraguan, Aisyah bergegas memapah Ronald dan membantunya pindah ke kasur.Setelah Ronald berhasil dipindahkan ke kasur, Ronald kemudian langsung berbaring. Aisyah kini berjalan dan langsung duduk di sisi lain kasur itu. Masih ada jarak yang tercipta meski tidak jauh. Namun Ronald sepertinya tidak ada niatan sama sekali.
"Larut malam seperti ini, kau tidak tidur?" tanya Ronald.Aisyah hanya terdiam mendengarnya. Ronald juga terlihat sudah menutup matanya. "Tenang saja, aku tahu kau pasti hanya karena terpaksa bersedia kunikahi. Aku tahu kau sebenarnya tidak pernah menginginkan aku menjadi suamimu. Aku tahu batasan ku."
Aisyah masih saja diam, sementara tangannya meremas sebuah mawar merah.
Entah seperti apa perasaan Aisyah sekarang.
"Tenang saja, aku tidak akan melakukan hal-hal buruk kepadamu saat kau tidur. Lagian, orang lumpuh sepertiku mana bisa melakukan banyak hal? Bahkan untuk bangun saja aku kesusahan. Lagi pula, tujuanku menikahimu hanya agar aku mempunyai tempat tinggal dan... ada yang mengurusku," ucap Ronald yang terus saja mengingat bahwa sang istri belum membuka cadarnya. Bukankah tandanya sang istri tidak menerimanya?Di sisi lain, hati Aisyah bagaikan teriris-iris pisau tumpul mendengar pernyataan RonaldSakit, dan sangat menyesakkan.
Ronald yang sudah menutup matanya, tidak dapat melihat air mata Aisyah jatuh begitu saja.
Pria itu tidak tahu bahwa cadar yang awalnya sudah niat Aisyah buka di depan suaminya itu, kini tetap bertengger karena pernyataan kejam Ronald barusan.
Berbaring membelakangi Ronald, Aisyah menahan rasa sakit hatinya.Saat dia sudah rela dan pasrah dengan takdirnya dan mau menerima Ronald, Ronald malah mempunyai tujuan lain menikahinya.
Cukup lama sampai akhirnya Ronald menoleh dan menemukan Aisyah sudah berbaring.Meski agak jauh darinya, namun itu sudah membuat Ronald tersenyum.
Ronald pikir Aisyah sudah tidur dan memang beginilah yang Aisyah inginkan.
Dia tak sadar bahwa Aisyah sangat hancur dan sedang menangis sambil menahan agar suaranya tidak keluar.
******
Sementara itu, di sebuah kediaman mewah.Tengah malam pukul dua dini hari. Seseorang berlari sangat kencang hingga masuk ke dalam.
Ia langsung naik ke lantai dua dan menggedor-gedor sebuah kamar. Kemudian, keluarlah seorang pemuda.
"Ada apa? Kenapa kau membangunkan ku tengah malam begini?" tanya seorang pemuda bernama Dany."Kak, Ronald telah keluar dari penjara!" ujar Dion dengan napas yang terengah-engah.Mata Dany terbuka lebar. Kantuknya seketika hilang saat mendengar kabar barusan. "Apa?! Bajingan itu sudah keluar?"
"Benar, Kak!"
Mendengar itu, Dany kemudian tersenyum dengan segala niat buruknya. "Kita harus bersiap untuk menyambutnya, kan?"
Dari belakang pria yang menodongkan pistol, muncul seorang pria kurus dengan membawa alat pemukul bola bisbol. Dengan wajah tersenyum, ia mulai memukuli sang pria bejat sambil berkata, "Beraninya kau memaksa nafsumu pada wanita tidak berdosa, mati saja kau!" Aisyah segera ditarik keluar dari ruangan itu. Sementara dua orang mulai memukuli pria bejat itu.Orang itu terus memukuli sampai tongkat bisbolnya hancur. Beberapa tembakan juga menembus kaki dan tangan pria hidung belang itu. Aisyah berhasil diselamatkan sebelum pria bejat itu melakukan hal intim. Meskipun sebenarnya itu sudah termasuk pelecehan. Aisyah segera dilarikan ke rumah sakit. Sementara itu, Ronald terlihat lemas. Ia nyaris tak lagi memiliki tenaga untuk melawan. Andai saja Ronald tidak diikat menggunakan rantai, Enzo dan Frigia beserta anak buahnya telah wafat. "Bagaimana rasanya melihat orang-orang yang kau sayangi di perlakukan seperti ini?" tanya Enzo, mencengkeram rahang bawah wajah Ronald. "Akan ada seseoran
Aisyah menangis ketika melihat Rian dipukuli tanpa boleh melawan. Kepalanya kini telah berlumuran darah. Tapi tatapan Rian tetap tertuju pada ibu angkatnya. Dalam hati, Rian hanya ingin melindungi Aisyah. Meskipun sebenarnya ia tidak sanggup dan tidak dapat melakukan apapun. Pada akhirnya, Rian harus pingsan lantaran tubuhnya sudah tidak sanggup dipukuli lagi. Setelah puas melihat adegan itu, Frigia memerintahkan anak buahnya untuk membawa Aisyah dan Rian pergi menemui Ronald di kota Chester. ***Di sebuah gudang besar dengan lampu yang sedikit redup. Terlihat Ronald yang sedang diikat dengan rantai. Tampak sangat jelas di tangannya ada bekas jahitan. Sepertinya Enzo memang tidak membiarkan Ronald mati dengan mudah. Hanya karena ingin melihatnya mati perlahan. Bagaimanapun, Enzo juga memiliki dendam kesumat dengan Ronald. Karena telah membunuh kedua putra kesayangannya. Ketika Ronald membuka matanya, ia menatap Enzo penuh kemarahan. "Tidak perduli kau menyiksaku bagaimana, itu t
Melihat Ferdi ditembak mati, Ronald akhirnya murka. Ia mengeluarkan dua pistol dan menembak dengan sangat cepat. Setiap peluru yang dilepaskan mengenai jantung dan langsung membuat korbannya meninggal dunia. Namun, jumlah yang harus dilawan oleh Ronald ada puluhan. Dan masing-masing dari mereka telah membidik Ronald sejak awal. Sehingga, sebuah peluru mengenai lengan kiri dan kanannya. Nasib Lisa juga tidak kalah mengenaskan. Lengan kanan dan kirinya terluka akibat serangan peluru. Itu membuat Lisa tidak mampu mengangkat pistolnya untuk menyerang. Seseorang mendekat dan memukul kepala Lisa dengan keras, sampai ia pingsan. Sementara Ronald, ia mengeluarkan belati dan menyerang orang yang hendak menangkapnya. "Sudah terluka parah dan kau masih melawan? Ronald... kau memang tidak pernah mengecewakan ku." kata Enzo dari jauh. Ronald bergerak sangat cepat, membunuh delapan orang dengan belati, kemudian sesekali menggunakan pistol untuk menembak. Tangannya yang terluka karena peluru
Ronald sekeluarga akhirnya sampai di desa Routh setelah menempuh perjalanan. Kedatangan Ronald disambut baik oleh para warga di desa Routh. Aisyah kemudian dibawa masuk ke rumah besar, yang dulunya adalah kediaman Tuan George. "Rumah ini dulu adalah rumah milik tuan George, tapi sekarang tidak lagi. Rumah ini sudah dijadikan tempat pemerintahan desa Routh. Kantor desa, puskesmas, perpustakaan, dan balai desa, bahkan juga sekolah di bangun di halaman belakang. Semuanya menyatu di tempat ini." kata seorang penatua desa. Dia bernama Jigar. Seseorang yang dituakan dan dihormati di desa Routh. "Sepertinya desa ini mengalami perkembangan. Aku ikut senang melihatnya." kata Ronald. "Tentu saja ini tidak akan terjadi tanpa bantuan Tuan Ronald. Kau tahu, banyak warga desa menatap patung mu di lapangan dengan ekspresi kagum. Mereka menjadikan mu sebagai sesuatu yang harus dicontoh. Anak-anak rajin belajar, berinovasi, dan kreatif. Ada juga yang berlatih beladiri agar kelak bisa menjadi sepert
"Jika Ayah nanti pergi, tolong jaga Aisyah seperti kamu menjaga ibu kandung mu." kata Ronald, sedang berjalan menuju apartemennya. "Aku sudah menganggap ayah dan ibu sebagai keluargaku, aku pasti akan melindungi ibu dengan segenap kemampuan ku." kata Rian. "Kau juga jangan malas latihan. Meski aku belum mengajari mu bertarung, tapi kau harus memperkuat fisik mu dengan latihan berat setiap hari sebagai pondasi." "Jangan meremehkan konsisten, bahkan batu yang sangat keras sekalipun dapat dilubangi dengan setetes air yang dijatuhkan dengan konsisten. Begitupun dengan tubuhmu, meski kau lemah, jika kau konsisten untuk berlatih, maka kau akan menjadi sangat kuat nantinya." kata Ronald. "Aku akan mengingatnya, Ayah!" kata Rian. Ronald tersenyum. Akhirnya Ronald dan Rian sampai di apartemen. "Apa yang ingin kau lakukan di luar kota?" tanya Aisyah. "Hanya urusan mendadak. Ini mengenai teman-temanku, Aisyah. Tolong pengertiannya." kata Ronald. Aisyah menghela napas. "Aku ikut saja den
Beberapa hari berlalu, Ronald dan Rian keluar untuk bekerja di restoran ketika pagi hari.Ketika baru saja keluar dari apartemen, langkah Ronald terhenti ketika melihat pria tua dengan pakaian compang-camping dari seberang jalan."Ayah, kasihan banget orang itu. Bagaimana kalau kita kasih sedikit uang?" tanya Rian. Ronald tersenyum dan menjawab, "Jangan lihat dirinya yang tua dan penampilan yang lusuh. Dia itu adalah orang yang sangat berbahaya. Kau harus menjauh darinya." Ronald berjalan, Rian mengejar dari belakang, memegang tangan Ronald dan bertanya, "Kenapa? Kelihatannya dia cuma kakek-kakek tua yang kasihan." Rian kemudian kaget saat tiba-tiba tangan seorang kakek tua berada di pundaknya. "Nak, apa yang ayahmu katakan benar." pria tua itu kemudian berada di depan Rian sambil tersenyum. "Kau tampan dan gagah seperti ayahmu," kata pria tua itu. Ronald menangkap tangan pria tua dan menjauhkannya dari Rian. "Apa yang kau inginkan? Sudah lebih sepuluh tahun, kita juga tidak ad