Lorong-lorong sekolah dipenuhi wajah-wajah lega para siswa yang baru saja melewati minggu berat. Suara tawa dan desahan napas lega terdengar di mana-mana. Keyra melangkah keluar dari kelasnya dengan wajah letih, tapi ada sedikit senyum di sana. Ujian itu seperti mimpi buruk yang akhirnya lewat juga.“Keyra!” panggil seseorang dari belakang.Keyra menoleh. Kevin sedang berlari kecil mendekatinya sambil membawa selembar kertas bekas cakaran. Dia meremat kertas itu menjadi bola kecil, lalu melemparnya ke dalam tong sampah. Menandakan akhir dari perjuangan di semester satu.“Eh, Kevin. Udah selesai?” tanya Keyra.“Udah. Gila sih, tadi nomor terakhir bikin nyaris nangis,” Kevin menyodorkan wajah dramatis. “Kamu sendiri gimana?”Keyra mengangkat bahu sambil tersenyum tipis. “Lumayan. Kupikir bakal parah, soalnya ini ujian pertamaku di Nusa Bangsa. Tapi ternyata nggak seseram yang aku bayangin.”Kevin mengangguk kagum. “Kamu keren sih, Ra. Bisa ngimbangin materi yang telat dikejar dalam wakt
Setelah kedua remaja SMA itu berganti baju, mereka kembali ke gazebo untuk melihat Keyra dan kawan-kawannya. Sebenarnya hanya Abizar yang ingin ke sana, namun Keyla masih menempelinya seperti semut menempeli gula. Jadi, mau tidak mau tetap ikut bergabung juga.Saat baru mencapai pintu samping, Abizar tertegun dengan suasana di gazebo masih riuh penuh tawa, cerita, dan kehangatan. Namun bukan kericuhan itu yang mengusik Abizar. Melainkan pemadandangan di sudut gazebo, Kevin duduk di sebelah Keyra, meletakkan sesuatu di meja.“Ini... contekan rahasia,” bisiknya. “Aku udah rangkum semua kisi-kisi yang diberikan guru.”Keyra menatapnya terharu. “Makasih, Kevin!”Mata Keyra berbinar melihat catatan yang diberikan Kevin itu. Di mana lagi dia bisa mendapatkan Ketua Kelas sebaik Kevin. Bahkan Giselle dan Ririn yang sebenarnya juga ingin memberikan catatan kisi-kisi pada Keyra kalah cepat dengan Kevin, ikut terkejut.Giselle berteriak, “Eh, emang ya kalo ada modusnya. Gesit banget itu tangan.
Setelah memastikan bahwa Ibunya sudah aman dan mendapatkan perawatan yang layak, Keyra akhirnya bisa bernapas lebih tenang, meski tidak sepenuhnya. Saat ini, ia masih harus menghadapi ujian akhir sekolah yang semakin dekat, dan semua orang menyuruhnya untuk fokus pada itu.“Yang lain biar kami yang urus,” kata Tante Sandra tadi pagi.“Masalah ini urusan orang dewasa. Tugasmu sekarang cuma satu Keyra, belajar yang baik untuk ujian!” Nenek ikut menimpali.Atas permintaan semua orang, Keyra akhirnya duduk di gazebo dengan membawa laptop dan beberapa buku yang terbuka di depannya. Namun pikiran Keyra masih sedikit kacau. Sesekali tatapannya menerawang, memikirkan bagaimana hidupnya berubah drastis dalam hitungan hari.Suasana sunyi dan fokus belajar itu tak bertahan lama. Tiba-tiba terdengar suara gaduh dari arah pintu halaman samping.“Eh, Kalian jangan lari-lari!”“Tenang Abizar, kami hati-hati, kok!”“KEYRAAAA!”Panggilan itu membuat Keyra mengangkat kepala kaget. Beberapa detik kemudi
Mobil hitam itu melaju keluar dari gerbang Kediaman Bimantara dengan mulus, membawa Abizar dan Keyla menuju SMA Nusa Bangsa. Keyla tampak ceria di kursi sebelah kemudi, sibuk berceloteh tentang soal-soal ujian dan rencana belajar kelompok. Namun Abizar hanya menjawab sekenanya. Pikirannya masih tertinggal di rumah, bersama seseorang yang seharusnya duduk di kursi belakang tadi.Sementara itu di balik jendela kamarnya, Keyra memperhatikan mobil mereka hingga menghilang dari pandangan. Napasnya terembus pelan, seolah menurunkan beban tak kasat mata dari pundaknya.‘Akhirnya mereka pergi juga...’Tapi ketenangan itu tidak bertahan lama. Meski hari ini dia tak perlu berurusan dengan Keyla, pikirannya tetap dipenuhi bayangan ujian akhir semester. Normalnya, dia akan menghabiskan pagi dengan membaca catatan atau menyusun strategi belajar. Tapi sekarang… prioritasnya bukan sekolah.‘Ibu di mana sekarang? Kak Rangga membawa Ibu ke sini atau ke tempat lain?’Batin Keyra mulai panik, mengingat
Ketiga remaja SMA itu keluar dari rumah. Hanya Keyla yang lengkap dengan seragamnya. Sementara, Abizar dan Keyra masih mengenakan baju biasa.“Berarti kita perlu ke rumahmu dulu, Zar?” tanya Keyla.“Ya! Seragamku ada di rumah,” balas Abizar.Pemuda itu berjalan menghampiri mobilnya di garasi. Saat dia membuka kunci mobil, Keyla tanpa aba-aba menarik pintu depan dan duduk begitu saja. Alis Abizar menukik lantaran bingung dengan sikap Keyla.“Ah, aku ikut ya. Papa bilang nggak akan pulang sampe 1 Minggu. Jadi, nanti aku nginep di rumahmu, Zar,” kata Keyla menjelaskan.Mata Keyra dan Abizar melebar. Mereka langsung saling pandang.“Astaga…” Keyra menggigit bibir bawahnya. Tangannya yang menggenggam tas mulai berkeringat dingin. Kalau Ibu tidak segera disembunyikan, semuanya bisa kacau.‘Bagaimana ini? Apa kita hubungi Kak Rangga dulu supaya menyembunyikan Ibu terlebih dahulu?’ _Keyra‘Jangan terlalu nampak. Keyla pasti akan mencurigai kita.’ _AbizarEntah sejak kapan, Pasutri muda itu mu
Mentari pagi menembus celah tirai, menghangatkan lantai marmer di kamar Keyra. Gadis itu sudah bangun dari subuh. Duduk di depan cermin rias menatap penampilannya yang kusut.Setelah kejadian semalam, hati Keyra perlahan membeku. Dia tak akan memaafkan kekejaman Keluarga Sanjaya terhadap ibunya. Para Iblis itu sudah waktunya mendapatkan karma.Dengan langkah ringan namun tegas, ia keluar dari kamarnya. Mata sembabnya disamarkan dengan riasan tipis, tapi gurat kesedihan masih jelas tergambar. Wajahnya menunduk saat duduk di salah satu kursi yang ada di meja makan.Di sana sudah ada Kakek dan Ayah Keyra. Kakek Wijaya melirik gadis itu sambil menyeruput tehnya. Merasa ada yang salah, dia menyenggol lengan Wira yang masih fokus pada korannya.Wira pun memperhatikan, sedikit mengernyit melihat kondisi putrinya. “Matamu... kenapa bengkak begitu?” tanyanya, mencoba terdengar berempati.Keyra tersenyum kecil, menahan gejolak amarah yang masih tersisa dari malam sebelumnya. Mulai dari ini, dia