Langit malam tampak kelabu, diselimuti awan berat. Di dalam kediaman megah keluarga Sanjaya, dua sosok bergerak diam-diam di antara bayangan koridor yang sepi. Keyra dan Abizar berjalan menyusuri lorong belakang, menyusup keluar dari kamar mereka dengan langkah hati-hati.Abizar terdiam sesaat, mencoba mengingat kembali peta kediaman ini. Baginya itu hal mudah lantara dia sudah sejak kecil sering bermain ke rumah ini. Ia juga telah mengamati gerak para penjaga sejak siang."Kita turun lewat tangga servis dekat dapur," bisiknya ke telinga Keyra. "Kita coba cari di sana, Mungkin ada jalan penghubung menuju ruang bawah tanah."Keyra mengangguk, meskipun jantungnya berdebar kencang. Ia masih memikirkan ibunya, entah dalam keadaan seperti apa kini. Semoga saja mereka belum terlambat!Namun, saat mereka baru berbelok ke lorong sempit menuju tangga servis, suara langkah kaki mendekat cepat. Abizar menarik Keyra agar bersembunyi di balik lemari besar. “Abizar?”Terlambat! Suara itu terdengar
Udara lembab dan gelap menyelimuti ruang bawah tanah yang pengap. Cahaya lampu redup hanya berasal dari bohlam kecil di langit-langit, menggantung dengan kabel terjalin. Di sudut ruangan, Kinara duduk di kursi kayu dengan tangan dan kaki terborgol. Rambutnya acak-acakan, wajahnya pucat, tapi matanya menatap nyalang pada pria paruh baya yang baru datang 5 menit lalu.Dalam hati, Kinara mulai menerka maksud kedatangan Tuan Besar Sanjaya itu. Kinara tebak, itu berhubungan dengan proposal yang mereka minta sebelumnya. Kinara sengaja mengulur waktu lantaran dia tak ingin keluarga Sanjaya mengusik Tuan Hanafiah yang pernah menjadi Ayah angkatnya."Setelah melihat ini, apakah masih akan keras kepala Kinara?" Kakek Wijaya terkekeh. Salah satu pengawal yang datang bersamanya menyerahkan sebuah tablet hitam. Kakek Wijaya memutar menunjukan sebuah video kepada Kinara.Terlihat dari video rekaman CCTV yang memperlihatkan Wira menarik Keyra masuk ke ruang kerja. Mata Kinara melebar, refleks wan
Sepulang sekolah, Keyra dan Abizar tidak langsung menuju rumah Sanjaya. Mereka mengekori mobil Keyla. Namun di tengah perjalanan, Abizar lebih dulu memutar mobil ke arah lain, lalu memarkirkannya di sebuah minimarket kecil. Ia menghela napas dan mengambil ponselnya. “Aku harus menghubungi Mama dulu,” katanya, lirih tapi tegas. Keyra mengangguk pelan. “Baik..." Suasana hening beberapa saat, hanya suara nada sambung terdengar di antara mereka, sampai akhirnya tersambung. “Abizar? Kenapa telepon, Nak?” suara Tante Sandra terdengar lembut namun sedikit waspada. “Mama..., kami akan ke rumah keluarga Sanjaya. Katanya untuk peringatan tujuh hari untuk ibunya Keyra. Tapi rasanya bukan itu alasan utama mereka memanggil Keyra pulang,” jelas Abizar langsung. Sandra terdiam beberapa detik, lalu suara napasnya terdengar berat. “Kalian harus hati-hati, terutama kamu, Zar. Aku tidak percaya mereka akan mengadakan acara semata-mata demi belasungkawa. Jangan biarkan emosi menguasai kalian.
Mobil Abizar perlahan berhenti di area parkir sekolah. Keyra mengusap wajahnya yang masih sedikit basah air mata, berusaha membuat tampilannya lebih baik sebelum keluar mobil. Saat itu masih pagi, sehingga masih belum banyak siswa yang datang. Karena alasan itu pula, Abizar tidak mau menurunkan Keyra di jalan seperti biasa."Terima kasih!" ujar Keyra pelan, membuka pintu dan segera turun."Hmnn!" balas Abizar dengan guman tak jelas. Abizar tak langsung keluar. Dia bersandar dan memejam mata. Berusaha menata kembalian perasaannya yang kacau. Tadi saat di mobil, dia terlalu impulsif. Keyra semakin canggung dengannya, membuat perjalanan mereka lebih banyak kesunyian.Abizar sendiri tidak menyangka dirinya akan tersulut emosi karena Kak Rangga. Tetapi dengan bertanya langsung, sekarang dia bisa merasa lebih lega.'Dia bilang tidak akan menerima Kak Rangga. Ku harap itu benar. Soal hubungan kita..., aku akan memulainya pelan-pelan, Ra!' Abizar tersenyum tipis. Kini rasa percaya dirinya
Keesokan harinya, suasana canggung langsung terasa saat ketiganya duduk bersama di meja makan. Keyra duduk di antara dua sumber tekanan: Kak Rangga di hadapannya, dan Abizar di sebelahnya. Bulu kuduk Keyra mendadak meremang.Tangannya gemetar saat menyendok bubur, bahkan napas pun terasa berat seolah ada hawa dingin yang mengurungnya. Jantungnya berdetak cepat, bukan karena gugup biasa. Lebih seperti ketakutan yang tak bisa dijelaskan.Dia tak sanggup mengangkat kepala, apalagi menatap Kak Rangga. Pandangan pria itu terlalu menembus, dan kehadiran Abizar di sisi lain seperti tembok dingin yang membekukan udara. Tak ingin berlama-lama, Keyra buru-buru meneguk habis susu di gelasnya.“Aku selesai. Aku berangkat dulu!” ucapnya cepat, meletakkan gelas dengan suara yang sedikit berisik.Tante Sandra menoleh dengan dahi berkerut. “Loh, kenapa buru-buru, Nak? Ini masih pagi.”Keyra memaksakan senyum. “Aku piket hari ini, Ma. Jadi harus berangkat pagi,” jawabnya, lalu mencium tangan sang ibu
Keyra menutup mulutnya tak percaya. Apa yang barusan Kak Rangga katakan? Pada Keyra..., yang notabenenya adalah Istri adik Kak Rangga sendiri. Melihat wajah syok Keyra, Kak Rangga malah semakin mendekat. Diraihnya tangan Keyra dan digenggam dengan lembut. Tatapan Kak Rangga semakin serius. "Seharusnya..., yang menikah denganmu itu Kakak, bukan Abizar. Tapi Kakak telat menyadari bahwa keluarga Sanjaya telah menjemputmu untuk menggantikan Pernikahan itu. Seandainya Kakak tahu itu kamu, Ra...," ujar Kak Rangga dengan sorot mata sendu, meruntuki kebodohannya sendiri. Dia memilih kabur di hari pernikahannya karena mengira akan menikahi Keyla. Kak Rangga pikir, Abizar pasti dengan senang hati mengantikan karena yang setuju dengan pernikahan itu hanyalah dia. Alasannya agar bisa membawa Keyla keluar dari kekangan keluarga Sanjaya. Seandainya..., Kak Rangga berdecak pelan. Terlalu banyak penyesalan untuk dia katakan sekarang. Sementara itu, Keyra yang mendengar penjelasan itu, nyaris k
“Keluarga Sanjaya tidak mungkin menyakiti ibumu karena mereka masih membutuhkan ibumu. Namun kita juga harus segera menyelematkanya sebelum hal buruk terjadi. Maka dari itu, biarkan mereka menyetirmu sementara waktu, Keyra. Kita akan mencari celah untuk menjatuhkan mereka.”****Keyra masih terngiang-ngiang ucapan Ayah mertuanya. Dengan bukti-bukti yang telah dikumpulkan oleh keluarga Bimantara, dirinya yakin ibunya masih hidup. Akhirnya..., dia bisa sedikit bernapas lega.Tetapi sebelum ibunya diselamatkan, Keyra tak bisa hanya diam saja. Dia sudah sangat kecewa pada keluarga Sanjaya. Keyra berjanji tak akan pada jebakan mereka lagi.“Ya, aku akan menangkap kedok mereka! Sejak mereka menculik ibu, mereka bukan lagi keluargaku!” monolog Keyra dengan tangan terkepal di depan dada. Di sisi lain, Abizar sendari tadi hanya diam memperhatikan Keyra dari kejauhan. Mata gadis yang sedang duduk di ayunan itu nampak berapi-api. Secarik senyum tipis terbit di wajah kaku Abizar. Keyra yang sel
Di sebuah ruangan bawah tanah kediaman Sanjaya, dua pria dewasa berjalan di lorong gelap dengan bantuan senter. Mereka berhenti di salah satu ruangan dengan pintu besi. Saat kunci pintu telah dibuka, terdengar deritan berat dari besi yang berkarat.Di dalam sana, seorang wanita duduk menatap tajam kedua pria yang mengunjunginya. Kaki dan tangan wanita itu dirantai dengan bola besi. Hanya 1 lampu temaram yang menjadi penerangan di ruangan itu. Meski begitu, mata berkilat marah dari wanita itu tetap terlihat meski dalam kondisi gelap.“Kinara..., apa kabar?” Wira terkekeh melihat kondisi mantan istrinya.“Lepaskan aku! Apalagi maumu, Wira? Mengapa kamu mengurungku di sini- lagi?!” pekik Kinara seraya berdiri menunjuk marah wajah Wira.CTAKK! CTAKK!“Arghhhh!”Tangan Kinara dipukul dengan rongkat kayu. Wanita itu berteriak sakit karena pukulan itu tak main-main kerasnya. Bahkan dirinya sampai jatuh karena tak kuat menahan keseimbangan.“Diam Kinara! Jangan memberontak lagi. Kami hanya in
“ARRGGHH! KELUARR!”Ketika Abizar membuka pintu, Keyra sementara ganti baju. Pemuda itu mematung lantaran kaget dengan teriakan Keyra sekaligus bingung dan canggung.Sontak saja Keyra menutupi tubuhnya (yang sebenarnya masih memakai baju dalaman tipis). Lalu dia mendorong Abizar untuk keluar, sebelum kembali menutup pintu kamarnya. Tak peduli kondisi Abizar yang terjungkal di sana.“Sshhh..., sakit sekali! Haruskah sekasar itu?!” keluh Abizar lantaran bongkongnya mendarat begitu keras.Pemuda itu bangkit dengan bertumpuan tembok. Pinggulnya terasa nyeri karena berbenturan dengan lantai marmer yang keras. Aduh.., tulang ekornya terasa cenat cenut.“Ah, tunggu dulu! Bukankah kami sudah menikah? Seharusnya Hallal untukku melihat tubuhnya,” guman Abizar yang baru menyadari Keyra masih istrinya.‘Sudahlah..., tujuanku datang ke sini untuk membujuknya, bukan memarahinya. Lebih baik aku mengalah!’Abizar menarik napas dalam-dalam seraya mengelus dadanya untuk menebalkan kesabaran. Dia masih