Nada berhenti tertawa, ia teringat akan tujuannya menemui Akbar. Bukan untuk menangis di depan Akbar melainkan untuk mengembalikan black card milik Akbar. Yang tidak ia pakai sama sekali, ia tidak ingin merepotkan."Mbak hampir lupa," tutur Nada. Ia menjeda perkataannya lalu terlihat seperti sedang mengambil sesuatu dari tasnya."Ini," Nada menyerahkan black card pada Akbar.Akbar mengerut kan keningnya. Kenapa Nada malah memberikan padanya? Bukankah dirinya sudah bilang untuk Nada pakai. Untuk memenuhi kebutuhan sekolah Nazril.Karena tak kunjung diambil, Nada pun meletakkan black card tersebut di atas meja. Di samping laptopnya." Kenapa di kembalikan? Akbar kan sudah bilang. Agar Mbak pakai kartu ini untuk memenuhi kebutuhan Nazril. Terutama kebutuhan sekolah " tutur Akbar.Nada menghela napas, lalu ia mulai berbicara. "Mbak tidak mau menyusahkan kamu Akbar. Lagi pula setelah Mbak pikir kita samasekali tidak memiliki hubungan apapun. Kamu bukan adikku, atau saudara atau apa pun. Ki
Akbar merasa lega saat ia berhasil menceritakan apa yang ia alami pada Ilham. Sungguh, ia merasa dirinya begitu bodoh dan kekanak-kanakan dalam urusan percintaan.Ilham tertawa melihat tingkah adiknya ini, ia begitu penasaran siapa sebenarnya wanita yang berhasil membuat sang adik terlihat begitu bodoh."Siapa wanitanya? Coba bawa menghadap kakak," ujar Ilham kemudian Akbar pun menatap sang kakak. "Justru itu masalahnya kak. Aku memang menyukainya. Tapi dia... Sepertinya menutup hatinya untuk pria lain," terang Akbar begitu lemahnya."Kamu belum mencobanya. Jangan dulu menyerah. Apakah wanita yang kamu maksud ini sama dengan wanita yang tempo hari kamu ceritain? Wanita yang mana suaminya dulu kerja diproyek pembangunan kita?" Terka Ilham. Sebab jika didengar dari cerita Akbar. Sama persis dengan apa yang Akbar sudah ceritakan beberapa waktu ke belakang."Iya, dia memang orangnya. mustahil kan kak untuk mendapatkan dirinya. Akbar merasa dia begitu sangat sulit untuk didapatkan. Dia ..
Pagi-pagi sekitar pukul setengah tujuh, Nada sudah berpakaian rapi. Baju gamis warna hitam dipadu padankan dengan jilbab warna dusty. Setiap orang yang melihat Nada pasti tidak akan menyangka jika Nada sebenarnya sudah berusia tiga puluh tahun. Sungguh, Nada justru terlihat seperti seorang gadis yang masih menginjak usia dua puluh tahunan.Berhubung ini adalah hari pertama Nazril sekolah sekaligus hari pertama dirinya kerja. Ya, Nada kini sudah memiliki pekerjaan. Ia bersyukur pekerjaan dirinya ini tidak harus menggunakan ijazah. Cukup memiliki pengalaman mengurus anak. Dia bukan lagi sudah berpengalaman, sebab Nada memang sedang berada di posisi sekarang ini. Memiliki anak dan merawatnya. Pekerjaan baru Nada ini adalah menjadi baby sitter. Pekerjaan cukup mudah bagi Nada. Ditambah jam kerja hanya sampai sore sampai orang tua anak yang ia asuh pulang. Akbar keheranan saat melihat Nada terlihat rapi, sepagi ini. Namun, saat melihat Nazril berpakaian sekolah membuat kebingungan dirin
Nada tidak langsung menghampiri Ilham. Ia malah memperhatikan Ilham. Ternyata benar apa yang dikatakan Lidya. Jika Ilham serba bisa. Saat membuat masakan pun terlihat begitu lihai. Seperti sudah terbiasa.Tanpa berkata sepatah kata pun, Nada menghampiri Ilham mengambil alih apa yang dikerjakan Ilham."Biar aku yang lanjutkan. Sebaiknya Tuan tunggu di depan."Ilham terkejut atas kehadiran Nada yang tiba-tiba. Sekejap Ilham terdiam melihat sosok Nada ada di hadapannya."Kamu? Kenapa ada di sini?" Tanya Ilham dengan nada keterkejutan. Nada menoleh sekejap dengan memberikan senyuman seulas. "Tentu saja aku ada di sini. Sekarang aku kerja bersama Tuan." Jawab Nada.Ilham masih kebingungan. Ia bahkan terus terdiam di samping Nada yang saat ini tengah menyiapkan sarapan untuk Ilham dan Lidya."Kerja?" "Iya. Apa Tuan lupa? Aku itu baby sitter yang ditugaskan untuk jaga nona Lidya. Dan sepertinya bukan hanya jadi baby sitter aja. Aku pun harus mengurus para penghuni dan rumahnya juga." "Ja
Nada duduk di tempat khusus untuk menunggu. Ia tengah menunggu Lidya sekaligus ia pun bisa memantau Nazril.Sang anak tidak mengetahui jika dirinya ada di sekolahan, ia yakin jika Nazril tahu bocah enam tahun itu pasti akan senang.Bel tanda sekolah bubar sudah terdengar. Nada buru-buru menunggu di depan gerbang. Untuk menunggu Nazril dan juga Lidya.Nada melihat Nazril menuju gerbang, ia bersama dengan teman barunya yang bernama Edward. Dari kejauhan sepertinya Nazril sudah melihat Nada. itu membuat Nazril tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah Nada."Bunda! kok ada di sini? kan Nazril sudah bilang jangan dijemput. Nazril pulangnya bareng Edward." ujar Nazril pada Nada."Bunda tahu, hanya saja Bunda di sini karena tengah kerja.""Hah, kerja? kerja apa?""Alhamdulilah Bunda sekarang kerja jadi baby sitter, Nazril tahu baby sitter kan?"Nazril menggeleng, lalu Edward tiba-tiba menimpali. "Baby sitter itu semacam pengasuh. aku juga punya. Tapi dulu, sekarang enggak.""oh gitu," ti
Nada sebenarnya bingung apa yang harus ia kerjakan sekarang. Rasanya kurang etis saja jika ia harus duduk manis tanpa melakukan pekerjaan apapun.Terlebih di apartemen ini ada Ilham. Ini sukses membuat dirinya semakin dibuat bingung.Alhasil, ia pun memilih untuk menelepon ke rumah Akbar dan menanyakan keadaan Nazril pada Bi idah. Sebab jika menelepon Akbar, Nada yakin pemuda itu masih belum pulang.Namun, baru saja Nada hendak menelepon ke rumah. Panggilan dari Akbar mengentikan niat Nada.Nada pun memilih untuk mengangkat telepon dari Akbar."Halo, assalamualaikum," Sapa Nada dari balik telepon."Waalaikumsalam, Mbak.""Ada apa Akbar? Tumben telepon Mbak." Tanya Nada pada Akbar."Eh, itu... Akbar,... Akbar...." Tiba-tiba bibir Akbar terasa kelu. "Apa?" Tanya Nada."Mbak Nada sudah pulang belum?" Tanya Akbar dengan leganya. Sungguh perkara menanyakan hal ini malah membuat bibirnya begitu kelu.Nada terkekeh dari seberang telepon sana, Akbar yang mendengar hanya bisa mengerutkan keni
"Maaf, aku tidak bermaksud untuk mengungkit, aku....""Iya, tidak apa-apa. Saya tahu kok, tuan hanya sebatas ingin tahu saja. Dan saya sudah jawab, jika suami saya sudah meninggal." Terang Nada.Meksipun dalam hatinya ia masih berharap bisa menemukan suaminya. Namun, melihat betapa ia sudah ikhtiar tapi tidak ada hasilnya. Itu artinya kemungkinan benar sang suami memang sudah tiada.Nada hanya bisa berdoa semoga hal yang baik selalu menyertai suaminya. Ia harus tetap hidup karena ada Nazril di sampingnya. Ia harus selalu membahagiakan anak lelakinya itu. Jam sudah menunjukan pukul lima sore, itu artinya waktunya untuk pulang sudah tiba. Nada sudah bersiap, sebelum pulang ia kembali memastikan jika makanan sudah tertata rapi di meja makan. Ia lalu menghampiri Ilham yang saat ini tengah bersama Lidya. Sejenak Nada tertegun melihat interaksi ayah dan anak itu. Ia tidak menyangka jika Ilham bisa melewati hari-harinya hanya berdua dengan buah hatinya. Dan Nada bisa melihat dengan jelas
Nada merasa risi saat tahu ternyata Akbar membawanya ke sebuah restoran mewah. Ia merasa tidak pantas datang ke sana terlebih jika melihat tampilannya terlihat biasa saja. Orang yang melihat pasti akan tahu jika dirinya memang orang biasa, yang memiliki keberuntungan bisa masuk restoran mewah.Langkah mereka tertahan tatkala Nada malah diam ditempat, membuat Akbar menoleh dan mengerutkan keningnya. "Kenapa berhenti, Mbak? Ayo masuk!" Titah Akbar pada Nada.Nada menatap Akbar, ia seperti ragu untuk mengatakannya."Bisakah kita pindah, jangan makan di sini?" Usul Nada pada Akbar.Alis Akbar semakin terlihat mengkerut saja, saat ia mendengar keluhan Nada agar pindah tempat."Kenapa harus pindah, mbak? Apa Mbak tidak suka dengan tempatnya?""Bukan tempatnya yang tidak Mbak suka, tapi suasananya, Bar. Mbak merasa kecil jika harus makan ditempat semewah ini. Mbak takut malu-maluin kamu." Jujur Nada. Ini justru membuat Akbar terkekeh-kekeh."Ya Allah, Mbak. Kenapa bisa punya pikiran sampai