Sudah dua hari aku memutus hubungan dengan Arsen dan juga Bang Gavin. Aku sengaja memblokir nomor mereka agar mereka tak bisa menghubungiku lagi.
Namun meski begitu, aku tetap bertukar kabar dengan Bu Hanum karena aku tak ingin membuat wanita itu khawatir. Apalagi, Bu Hanum juga terbilang masih dalam masa pemulihan.[Ze, tolong bilang sama ibu, kamu tinggal dimana sekarang? Jangan buat ibu khawatir!] pesannya saat aku bilang aku tak akan pulang dulu.Aku menceritakan semuanya pada Bu Hanum, tentang Arsen, Bang Gavin, dan juga Radit. Aku juga menjelaskan alasanku kenapa aku sampai memutuskan untuk menjauh dulu dari mereka.Beruntungnya, Bu Hanum mengerti dengan perasaanku. Ia sama sekali tak menentangku dan justru mendukungku.[Ibu janji gak akan kasih tau Arsen. Anak itu memang sepertinya perlu dikasih pelajaran biar kapok!]Aku tersenyum lega saat membaca pesan darinya.[Nanti ibu transfer uang buat keperluan kamu, ya!TOK! TOK! TOK!"KELUAR KALIAN! KELUAR!""AYO CEPAT BUKA PINTUNYA ATAU KITA DOBRAK?!"Aku terlonjak saat mendengar keributan diluar sana. Tubuhku seketika reflek menempel pada tubuh Arsen saking kagetnya mendengar suara banyak orang yang sepertinya sedang sangat marah."Arsen ada apa ini?" gumamku seraya memeluknya dengan erat."Nggak tau, Ze! Ayo kita lihat!" ucapnya seraya melepas pelukanku."Pakai dulu bajunya!" titahnya seraya meraih bajuku.Dengan terburu-buru, aku dan Arsen merapikan diri dan segera membuka pintu."Nah, ketauan, 'kan?! Berani-beraninya kalian berbuat mesum di kost ini? Mau diarak keliling komplek, hah?!" sentak seorang ibu yang tak lain adalah tetangga kost aku dan Rani."Ka-kami gak mesum, kok!" sahutku cepat."Halah! Pakai ngelak segala! Itu buktinya apa?!" cercanya seraya menunjuk bagian leherku.Seketika wajahku memanas.Arsen segera menutup bagian leherku dengan rambutku yang masih terurai berantakan."Lagian, mana ada cewek cowok dalam satu kamar gak berbua
"Aku kesel tau dibohongin terus sama kamu! Disini aku berasa kaya anak kecil yang terus kamu tipu! Kalau gini terus aku jadi kehilangan kepercayaanku sama kamu! Yang ada aku malah parno, jangan-jangan kamu juga gak serius ya, sama aku?! Jangan-jangan, kamu juga main-main 'kan sama hubungan ini?! Jawab, Arsen, jawab!"Tak hentinya aku mengoceh setelah Arsen membawaku masuk kedalam kamar. Ucapan Bu Hanum barusan membuatku benar-benar kesal seribu persen pada pria bernama Arsenio Cleosa Raymond!Bisa-bisanya dia membajak ponsel Bu Hanum dan aku justru malah berbalas pesan dengannya!Berniat menghilang, tapi justru aku sendiri malah memberitaukan tempat tinggalku padanya.Menyebalkan bukan?"Ze, Ze, Ze! Please dong, jangan berpikiran seperti itu. Harusnya kamu tau, aku lakuin itu juga semata-mata hanya untuk mempertahankan kamu. Please, kamu ngerti, ya!" bujuknya."Au, ah! Intinya aku kesel sama kamu!" ketusku.Kujatuhkan tu
Pembicaraan tempo hari, kini terealisasi.Arsen menyebar undangan ke beberapa alumni kampusnya dan juga beberapa orang yang pernah menjadi rekan kerjanya saat ia bekerja di rumah sakit.Tak hanya itu, Bu Hanum juga turut mengundang beberapa orang yang pernah menjadi tetangganya saat masih tinggal satu komplek dengan Bu Rena.Sedangkan di komplek rumah yang kami tempati, jangan ditanya lagi. Semuanya diundang oleh Bu Hanum tanpa ada yang terlewat satupun."Loh, bukannya mereka udah nikah?" tanya salah satu ibu yang kini sedang berbelanja di toko Bu Salma."Ya ampun, Bu ... disana kan tertulis, re-sep-si, resepsi! Ibu ngerti gak sih?" celetuk Arsen.Bu Hanum dan aku sontak menyikut pinggang Arsen secara bersamaan karena ucapannya tadi terkesan tidak sopan. Sedangkan seseibu yang barusan bertanya kini malah bengong seraya menatap lekat wajah Arsen."Kok kaya beda, ya?" gumamnya."Iya, Arsen sekarang sepertinya lebih dewasa," timpal Bu Salma seraya menghampiri kami."What?!" Arsen membula
"Tiket ke Bali?" gumamku kala membuka isi amplop yang Bang Gavin berikan tadi sore."Yes! Liburan gratis!" sorak Arsen."Nanti disana kita buat program bikin sebelas anak! Pulang liburan, kita bisa bikin tim sepak bola," celetuknya."Gak lucu!" ketusku."Lagian aku juga bukan lagi ngelawak, kok! Anggap aja itu doa!" sahut Arsen seraya mencolek daguku."Idih, gak mau ah!" sahutku cepat."Dikira enak apa punya sebelas anak. Cukup dua aja. Cowok satu cewek satu. Kayaknya lebih pas deh!" sambungku."Tanggung banget, sih! Kalau bisa, mending bikin yang banyak. Kan ada pepatah tuh, banyak anak banyak rezeki," sela Arsen."Bikinnya sih enak, terus lahirinnya gimana? Ngurusnya gimana? Nggak, ah! Dua aja," aku tetap bersikeras.Arsen tertawa mendengar jawabanku barusan. Ia lantas mengacak rambutku dengan gemas."Iya, iya! Kamu serius banget, sih! Kita berdoa aja, minta yang terbaik dari Allah!" ucapnya kemudian.Aku tersenyum, memang seperti itu jalan ceritanya. Karena terlepas dari apapun yan
Hari yang ditunggu telah tiba.Aku menghampiri Arsen yang tengah berdiri menungguku di ruang tamu. Ia nampak gagah dengan busana pengantin khas suku Sunda. Jas putih dengan ikat pinggang senada dan juga kain rereng sebagai bawahannya membuat Arsen terlihat begitu pangling. Apalagi, ditambah dengan hiasan kepala yang berupa bendo dengan motif yang senada dengan bawahan yang ia gunakan membuat ia terlihat lebih tampan dari biasanya."Yuk!" ucapku membuatnya seketika menoleh.Arsen ternganga. Ia menatapku tanpa kedip. Hal itu tentunya membuatku berulangkali memanggilnya seraya melambaikan tanganku didepan wajahnya."Kamu cantik banget, Ze!" gumamnya membuatku tersipu."Kamu juga ganteng!" sahutku pelan."Apa? Aku gak denger," ucapnya seraya mendekatkan telinganya."Kamu juga ganteng!" ulangku."Hah? Coba-coba ulang, kurang jelas, Ze!" ucapnya lagi seraya lebih mendekatkan telinganya.Aku mendengus, namun tak urung aku juga lebih mendekatkan bibirku kearah telinganya untuk kembali membisi
Acara resepsi pernikahan kini bertambah dengan acara ulang tahun Arsen. Rupanya, diam-diam Bang Gavin sudah mempersiapkan semuanya dan sudah bekerja sama dengan MC hingga acaranya jadi tersusun sempurna dan tidak terkesan berantakan.Ditengah surprise ulang tahunnya, kami sengaja membuat foto khusus keluarga dengan pose yang seunik dan sekocak mungkin.Berhubung keluarga inti hanya ada Bu Hanum dan Bang Gavin saja, rasanya kurang rame jika di foto hanya ada empat orang saja. Makanya, Arsen sengaja mengajak Yanto untuk ikut serta, mengingat dia adalah satu-satunya anak buah Arsen yang paling dekat dengan keluarga ini.Tak cukup hanya Yanto, saat aku melihat Bu Rena yang tengah menikmati aneka kue, akupun langsung melambaikan tangan padanya dan memintanya untuk ikut berfoto bersama kami."Yah, padahal ibu lagi makan, Ze!" protesnya dengan mulut penuh."Makannya nanti lagi aja, Bu! Kita seru-seruan dulu, yuk!" bujukku.Bu Rena pun akhirnya mau naik ke pelaminan dan berfoto dengan gaya ko
Aku, Arsen, dan juga Bu Hanum gegas keluar dari ruangan begitu mendengar suara gaduh diluar sana.Kami bertiga sontak terkejut saat melihat Bang Gavin yang dalam keadaan pingsan tengah digotong oleh beberapa orang."Ada apa ini? Kenapa dengan Bang Gavin?" tanyaku pada mereka yang masih ada disana."Tadi dia terjatuh dan kepalanya terbentur meja ini!" sahut salah seorang pria sembari membantu beberapa orang lainnya membangunkan meja yang terguling.Dengan cepat, aku pun meraih tangan Arsen untuk menyusul orang yang tengah membawa Bang Gavin keluar dari gedung. Mungkin mereka akan membawanya ke rumah sakit."Permisi! Kami keluarganya, biar kami bawa pakai mobil kami saja!" ucap Arsen."Oh, syukurlah! Ya silahkan!" sahut mereka seraya membawa tubuh Bang Gavin kearah mobil Arsen."Aku ikut! Aku ikut!" seru Keyla seraya menerobos masuk kedalam mobil.Aku hanya memberi kode pada Arsen agar tak melarang gadis itu, dan mobilpun akhirnya melaju.Sesampainya di rumah sakit, Bang Gavin langsung
Seperti yang sudah dijadwalkan. Aku dan Arsen akhirnya berangkat ke Bali untuk pergi berlibur dan meninggalkan Bang Gavin juga cerita barunya bersama Keyla. Entah seperti apa kelanjutan hubungan mereka, yang pasti untuk saat ini aku hanya ingin menikmati momen berdua bersama Arsen.Meski bukan pengantin baru, namun rasa dan kesan itu masih sangat kental. Ini adalah honeymoon pertama kami. Semoga saja momen ini lebih mempererat lagi cinta kami berdua.Kami menginap di salah satu hotel yang langsung berhadapan dengan pantai. Setiap pagi dan sore kami bisa menikmati keindahan pantai hanya dari teras saja.Hap!Seseorang menutup mataku. Tanpa perlu bicara, aku tau itu pasti Arsen.Aku hanya tersenyum seraya menurunkan tangannya perlahan dan berbalik."Tadaa!"Arsen menyodorkan sebuah kotak yang dibungkus rapih menggunakan kertas kado."Apa ini?" tanyaku."Buka aja sendiri! Atau, mau aku bukain?" ucapnya seraya mengangkat alis.Aku langsung meraih kotak tersebut dan segera membukanya.Seke