"Selamat, kalau sudah cerai dengan lelaki miskin ini, hubungi aku. Aku tidak keberatan menjadikanmu istri keduaku," bisik Adam pada telinga Nadin Nadin berjingkat mendengar mantan kekasihnya itu berkata demikian, berani benar dia bicara seperti itu? Tentu saja dia tidak menyangka jika Adam memiliki pemikiran demikian, apa katanya? Menjadi istri keduanya? Maksudnya dia akan menjadi madu dari Chika si kakak tiri laknat itu? Biarpun dia memang bakalan jadi janda, lebih baik Nadin mati daripada menjadi istri keduanya, senyuman sinis tersungging di bibir gadis itu."Apa kau bilang? Menjadi istri keduamu? Najis! Jangan ngimpi kau, Adam. Walaupun seandainya aku menjadi janda, lebih baik aku mati daripada disentuh olehmu, Brengsek!" balas Nadin dengan berbisik, namun suaranya sarat dengan kebencian.Zaki yang mendengar nada suara Nadin terlihat emosi, walaupun tidak jelas apa yang dibicarakan, menoleh ke arah gadis itu, dia cukup terkejut melihat istrinya menatap marah pada lelaki itu, Zaki
"Jadi pernikahan ini dirayakan juga, ya?" cibir Chika "Sepertinya begitu, ya boleh jugalah," ujar Mala. Mereka turun dari mobil dengan antusias, hanya Adam yang tidak semangat. Acara apa ini? Tendanya bahkan seperti itu, harusnya Nadin menikah denganku, maka acaranya akan kubuat seperti di negeri dongeng, keluh lelaki itu. Keluarga Nadin berjalan dengan angkuh, Pak Salim mengenalkan semua keluarga Nadin pada warga setempat. Nadin sendiri cukup terkejut ketika melihat menu makan hari itu, ayam kecap, sambal udang kentang, acar mentimun dan sambal nanas. Ada es sirup, pempek dan tekwan. Menu ini sungguh mewah dengan budget hanya dua juta. Nadin dan Zaki didudukan di sofa yang sudah diletakkan di teras rumah, keluarga Nadin di tempatkan di dalam rumah. Setelah mempelai datang, Pak RT memberi kata sambutan, seorang Ustaz membacakan doa, setalahnya semua hadirin makan bersama. Setalah seluruh tokoh masyarakat dan keluarga mempelai, seluruh warga mengantre di stand makanan yang disajik
Lama Nadin memikirkan usia suami kontraknya itu, tetapi wajah Zaki tidak terlihat tua, bahkan lebih terlihat dewasa Adam yang usianya baru dua puluh lima tahun. Sekarang Nadin berusia dua puluh dua tahun, selisih enam tahun sebenarnya tidak terlalu jauh sih, masih pantaslah. Yang jadi masalah bagi Nadin adalah pengakuan suaminya yang masih kuliah tingkat akhir di ekonomi manajemen, memang perkenalannya tergolong sangat kilat, sehingga belum mengenal siapa pasangan mereka sebenarnya. "Assalamualaikum," ujar Zaki yang baru pulang dari masjid. Nadin yang melihat suaminya baru pulang tersadar dari lamunannya. "Walaikumsalam," jawab gadis itu yang masih duduk di atas sofa. "Mas mau makan?" tanya Nadin berusaha bersikap baik pada suaminya. "Aku masih kenyang, buatin kopi saja," jawab lelaki itu. Zaki menghempaskan tubuhnya di sofa, dia asyik bermain ponsel, membuka beberapa email dari koleganya dan beberapa pengajuan kontrak kerja. Lelaki itu jarang sekali membuka aplikasi sosial medi
"Siapa juga yang bilang, kalau aku mahasiswa semester akhir yang mengejar gelar sarjana?""Terus? Mengejar apa, dong?" Mata Nadin membulat merasa tidak paham dengan apa yang sedang dikatakan oleh suaminya itu."Aku kini tengah mengejar gelar megister," jawab lelaki itu dengan senyum yang terlihat sinis."Ha? Jadi Mas Zaki mahasiswa S2? Pantasan wajah Mas benar-benar asing, itu karena memang kita tidak satu kampus, mahasiswa pascasarjana kan kuliahnya di kampus pasar."Zaki kembali memainkan ponselnya tanpa menghiraukan lagi ucapan Nadin, walau begitu Nadin tidak ambil pusing, dia akan terus bertanya untuk membuang unek-unek di kepalanya."Mas Zaki kan kuliahnya di pasar, apa gak terlalu jauh kalau dari sini?" "Aku ini mahasiswa semester akhir, tidak ada lagi tatap muka, aku tinggal konsultasi dengan dosen pembimbing untuk mengerjakan thesis.""Oh, gitu ya? Jadi sama dong ya? Bedanya Mas Zaki sedang menggarap thesis sedang aku menggarap skripsi. Oh ya, Mas ... Tapi kenapa Mas Zaki bil
"Kau mau sarapan itu, Mas?" tanya Nadin sambil menunjuk roti.Perasaannya cukup jengkel, capek-capek dia memasak nasi goreng ini dengan sepenuh hati, lelaki ini malah makan roti tawar."Aku biasa sarapan yang ringan-ringan seperti ini, rendah lemak sama rendah kalori serta bebas minyak," jawab lelaki itu acuh.Dia dengan santai mengoleskan selai nanas di atas roti, menangkupnya dan menggigit secara perlahan sambil menyesap kopi buatan Nadin yang memanjakan lidahnya.Nadin yang melihat itu hanya tersenyum kecut, tahu gitu dia tidak perlu memasak banyak, besok-besok dia akan memasak sarapan secukupnya untuk dia saja, gadis itu cukup sedih melihat nasi goreng yang masih mengepul itu di mangkuk besar, dia terpikir untuk membawanya nanti ke kampus daripada tidak habis, biasanya Shintia sangat menyukai nasi goreng buatannya.Nadin tersenyum smirk melihat lelaki di hadapannya menggigit rotinya kembali, jadi dia tidak mau memakan nasi goreng buatannya? Syukurlah kalau begitu, nasi goreng ini
Rasanya Zaki belum pernah merasa sekenyang ini selama hidupnya memakan sarapan, kalau begini terus berat badannya bisa-bisa naik tak terkendali. Lelaki itu turun dari ojek online dan masuk ke bangunan rumah yang cukup mewah. "Bos, kok masuk kerja? Bukannya hari ini masih suasana bulan madu?" goda Fahmi dengan senyuman menggodanya."Bulan madu kepala lu!" dengus Zaki sambil menghempaskan tubuhnya ke kursi kerja.Fahmi justru terkekeh mendengar umpatan bosnya itu."Kapan rencananya pindah ke kantor baru?" tanya Zaki, kepalanya itu mendongak menatap langit-langit."Sebagian staf sudah pindah ke sana, Bos. Hari ini sudah mulai perekrutan karyawan baru, secara bertahap kita akan segera pindah ke sana," jawab Fahmi."Baguslah, tolong usahakan dalam waktu dua hari ini rumah ini sudah dikosongkan.""Baik, Bos.""Kalau rumah ini sudah dikosongkan, segera kau cari desain interior, buat rumah ini seperti rumah tinggal yang indah.""Baik, Bos."Zaki masih dalam posisi semula, kali ini matanya ba
Fahmi mendongakkan wajahnya melihat kandidat yang masuk ke ruangan, jelas sekali wajahnya terkejut melihat seseorang yang masuk ke ruangan, begitu juga dengan kandidat pegawai yang tengah melangkah ke kursi Tunggal yang disediakan di depannya.Dengan kuat tangan Fahmi menyenggol lengan Zaki, lelaki itu sedang asyik melihat ponselnya, mengutak-atik sebuah aplikasi yang pernah dia kembangkan dan sekarang menjadi trend di kalangan traveler di kawasan Asia."Bos, lihat siapa yang datang," bisik Fahmi merasa lelaki di sampingnya tidak merespon aksinya tadi.Zaki melirik sekilas ke depan, namun matanya segera melebar menatap gadis di hadapannya."Bukankah dia temannya Nadin?""Iya, sekarang bagaimana Bos mau bersikap? Apa harus dibongkar saja status Bos yang sebenarnya?""Kau gila! Kau yang harus berperan menjadi Bos di sini.""Sebaiknya tidak perlu kita terima saja.""Itu malah lebih beresiko, dia akan segera membongkar penyamaranku pada Nadin, terima saja, tetapi ancam saja untuk tidak me
Ketika Nadin akan pulang dari kampus, dia sempatkan bertemu dengan Shintia di perpustakaan. Nadin mengabarkan jika ada beberapa data yang harus diperbaiki hingga dia bisa seminar hasil, setelah seminar hasil nanti maka sidang skripsi sudah bisa diajukan. Sedangkan Shintia yang bahkan belum melakukan penelitian merasa senang untuk temannya sekaligus sedih untuk dirinya sendiri karena sudah tertinggal jauh dengan teman dekatnya ini."Ayo dong bantuin aku untuk mencari referensi untuk bahan penelitianku nanti, aku bahkan belum menyiapkan lembar observasi masih banyak yang harus aku siapkan," keluh Shintia."Tenangkan dirimu dulu, Shin. Aku yakin jika kau tekun pasti akan melalui proses tersebut, ayo semangat!""Aku kok kesulitan banget menggarap skripsi ini, gak seperti Assyifa, anak itu kayaknya enteng saja sampai ujug-ujug saja sudah di wisuda," keluh Shintia lagi."Kesulitan orang beda-beda dong, Shin. Itu rezeki dia, bahkan sekarang dia baru saja habis wawancara kerja.""Oh ya? Mudah