Extra part 2Pagi yang sama, kenapa kebahagiaan rasanya menguap dalam kehidupannya. Paska cerai dengan Chika, dalam waktu dua bulan Adam langsung dijodohkan oleh ibunya dengan wanita dari kampungnya, dulu perempuan itu adalah murid ibunya yang sangat pintar dan cantik. Tetapi pernikahan itu bagai kutukan bagi Adam, dia sama sekali tidak merasa bahagia. Ayuni, istrinya memang sangat cantik, dia juga berprofesi seorang bidan, sudah pegawai negeri pula. Bertugas di rumah sakit di kota yang sama dengan Adam sekarang, hanya saja kehidupan Adam terasa begitu hambar. Ayuni tidak bisa masak seenak masakan Nadin, wanita itu juga perhitungan dengan uangnya, setiap gaji Adam diperhitungkan dengan seksama tanpa mau uangnya dipakai untuk kebutuhan rumah tangga. Ayuni beranggapan, uang istri hanya untuk untuk istri, sedangkan yang suami sepenuhnya uang istri. Ayuni beralasan jika penghasilannya habis dipakai untuk kebutuhan ibu dan adik-adiknya di kampung, hal itu sebenarnya tidak dimasalahkan ole
"Apa yang kau lakukan, Nadin!" teriak Mala, ibu tiri sekaligus bibinya.Nadin tidak peduli dengan teriakan semua orang, dia tetap menumpahkan semua makanan ke lantai, sepanci rendang, sambal belut dan gulai kacang panjang sudah tumpah ruah di lantai.Rasanya lelah hati, perasaan dan tubuh Nadin selama ini hanya dijadikan babu gratisan untuk keluarga ini, tapi apa balasan mereka? Mereka malah menyakitinya terus menerus, sudah waktunya Nadin memberontak, tidak akan dia biarkan ibu tiri dan saudara tirinya itu menginjak-nginjaknya lagi, ayah kandungnya yang selama ini dia harapkan dapat melindunginya ternyata juga lebih membela anak tirinya dari pada dia yang notabene anak kandungnya sendiri.Plakk"Dasar anak tidak tahu diri, pergi kau dari sini! Dasar anak durhaka!"Nadin mengelus pipinya yang merah karena tamparan keras lelaki paruh baya itu, mata Nadin menyalang, dadanya naik turun menahan amarah, begitu juga dengan keadaan lelaki paruh baya itu."Jadi ini? Ayah menyuruhku pulang, me
"Sintia!" panggil Nadin.Benarkan, Sintia berada di tempat favorit mereka, di salah satu sudut baca di perpustakaan ini. Mereka menyukai tempat itu karena dari sana, petugas perpustakaan tidak mendengar jika mereka tengah ribut bergosip."Nadin! Kenapa ke sini? Kau tidak kerja? Ini sudah sore loh?"Sintia cukup terkejut sahabatnya ini datang menemuinya di sini, biasanya jam segini Nadin tidak bisa diganggu gugat karena akan pergi mencari nafkah."Aku dipecat!""Apa? Dipecat? Kok bisa? Kamu melakukan apa sampai dipecat?" Sintia jelas terkejut, soalnya di cafe tempat Nadin bekerja, gadis itu karyawan paling rajin dan penuh semangat."Yah, mau bagaimana lagi. Sejak mbak Marini meninggal dunia, cafe tidak bisa berjalan lagi, semua keuntungan dan modal sudah disetor ke rekening mbak Sintia, jadi cafe terpaksa tutup.""Kalau gitu, namanya tempat usahanya yang bangkrut, bukan kamu dipecat. Padahal kamu sudah janji sama Bu Rumintang mau bayar kost dua hari lagi kalau gajian," keluh Sintia."
Kebisuan mereka dipecahkan oleh suara pemuda itu, Sintia dan Nadin terkejut mendengar pemuda itu berbicara, bukan karena dia berbicara tapi ajakan pemuda itu yang cukup membuat Nadin syok "Menikahlah denganku! Pertimbangkan penawaranku ini." Nadin membeku mendengar perkataan lelaki asing di depannya, lelaki yang baru ditemuinya dua kali ini. Menikah palak lu! Demi membayar kontrakan dia harus menikah dengan lelaki ini? Miris sek "Menikah? Kau pikir menikah itu cuma mainan rumah-rumahan kayak bocil? Maaf, aku masih bisa mengusahakan cari kontrakan sendiri, tanpa harus menikah denganmu!" "Aku yang gak bisa, aku butuh bantuanmu, kalau kita menikah, kita bisa berbagi tempat tinggal tanpa harus digrebek warga." Pelipis Nadin berdenyut nyeri, kenyataan hidupnya yang sangat melelahkan dan kacau balau ini tidak bisa dia tutupi, dia memang kekurangan uang. Selalu kekurangan, untuk makan sehari tiga kali saja dia kesulitan dan dalam waktu dua puluh empat jam dia harus angkat kaki dari kost
"Nadin! Nadin! Keluar kamu, Nadin!"Tiba-tiba ada seseorang yang menggedor pintu sambil memanggil-manggil namanya, Nadin dan Sintia spontan terkejut, Nadin tahu dengan jelas siapa yang menggedor pintu kamarnya, makanya mentalnya kini benar-benar terpukul.Seorang wanita paruh baya dengan tubuh tambun dan bibir bergincu merah membara sudah membuka pintu dengan kasar, karena pintu kamar juga tidak terkunci. "Nadin, ini sudah batas akhir pembayaran kost kamu. Sekarang cepat bereskan semua barangmu. Kau pikir aku tidak butuh makan? Aku darimana lagi punya uang buat makan kalau bukan dari pembayaran kost kalian? Sekarang cepat keluar dari kost ini, kamar ini sudah ada yang menyewa, orang itu bahkan sudah membayar biaya sewa selama satu tahun. Tempat ini bukan tempat tinggal gratisan ya, sekarang kukasih waktu setengah jam untuk membereskan barangmu, sejam lagi yang nyewa mau menempati kamar ini!" Wanita itu berbicara dengan lugas dan sinis, kedua tangannya bahkan bertengger di kedua pingg
"Apa? Kau serius? Jadi kita hanya nikah kontrak? Kau tahu ajaran agama nggak sih? Nikah kontrak itu haram hukumnya!" Nadin menatap lelaki itu dengan serius, tetapi lelaki itu justru menaggapinya dengan acuh tak acuh. "Menikah kontrak itu haram karena mereka tujuannya hanya untuk berhubungan badan, nah hubungan badan itulah yang haram. Kalau kita kan cuma mencari legalitas hidup bersama, kamar kita juga terpisah, kita buat juga surat perjanjian bahwa kita tidak akan berhubungan badan, bagaimana?" Nadin hanya mencebikkan bibir, pernikahan macam apa yang akan dia lalui nanti? Sungguh tidak bisa dia bayangkan. "Mau berhubungan badan atau tidak, setelah pernikahan ini selesai tetap aku yang dirugikan, aku akan menyandang gelar janda, gelar yang sangat kontroversi di kalangan masyarakat." "Bukan cuma kamu saja yang bergelar janda, aku juga bergelar duda. Percayalah, asal kau masih perawan, masih banyak pria yang berminat denganmu." Nadin hanya melirik lelaki itu sekilas dengan muka ma
"Hei, jadi ini kendaraanmu? Apa ini masih bisa jalan?" Di parkiran itu, motor Zaki paling jadul dan paling jelek, sebuah motor merk Legenda yang sudah begitu tua, mungkin usia motor itu lebih tua dari usianya. Lelaki itu mengeluarkan motornya dari parkiran, mengengkol dengan kaki kanannya berulang-ulang, tetapi mesin motor itu belum menyala juga. Lelaki itu turun dari motornya dan memeriksa busi motor, mencabut dan mengelap pakai baju kemejanya, memasangnya kembali. Sekali engkol motor itu menyala dengan suara yang sangat nyaring k inihas motor butut. "Ayo, naik!" ujar lelaki itu dengan gerakan kepalanya. Nadin ragu-ragu duduk di boncengan, dia memegang pegagang besi yang ada di belakangnya dengan kuat, motor itu hanya suaranya yang nyaring, lajunya sangat lambat. Mungkin jika Nadin berlari dapat menyalip motor tersebut, Nadin tidak bisa berkata-kata. Dia hanya bisa mengelus dada, melapangkan hati, biarlah hidup lelaki ini miskin, semoga hatinya tidak miskin. Nadin jadi teringat p
Selesai membersihkan rumput dan semak belukar di halaman rumah depan, belakang dan samping, Zaki memasang tali dan timba di sumur yang terletak di bagian depan, rumah ini tidak memasang air PDAM namun ada sumur yang airnya cukup banyak, namun juga cukup dalam. Lelaki itu menimba air dan mengisinya ke dalam sebuah ember yang didapati di dalam rumah. "Ini airnya, coba di pel rumahnya, disiramkan saja airnya lalu disapu, setelah itu baru dilap pakai kain pel," ujar lelaki itu."Baik," jawab Nadin langsung menyiramkan air tersebut dari ruang kamar.Kemudian Nadin menggosok setiap lantai memakai sapu lantai dan menyapu airnya, sementara Zaki terus menimba air dan menyiramkan air di setiap lantai. Ketika dirasa semua lantai sudah basah terkena genangan air, lelaki itu membersihkan kamar mandi dan mengisi bak dengan air.Hingga siang hari pekerjaan mereka baru selesai, rumah sudah bersih dan siap untuk dihuni, Zaki meminta Nadin menunggu sebentar, sementara dia pergi keluar dengan motornya.