"Kau mau sarapan itu, Mas?" tanya Nadin sambil menunjuk roti.Perasaannya cukup jengkel, capek-capek dia memasak nasi goreng ini dengan sepenuh hati, lelaki ini malah makan roti tawar."Aku biasa sarapan yang ringan-ringan seperti ini, rendah lemak sama rendah kalori serta bebas minyak," jawab lelaki itu acuh.Dia dengan santai mengoleskan selai nanas di atas roti, menangkupnya dan menggigit secara perlahan sambil menyesap kopi buatan Nadin yang memanjakan lidahnya.Nadin yang melihat itu hanya tersenyum kecut, tahu gitu dia tidak perlu memasak banyak, besok-besok dia akan memasak sarapan secukupnya untuk dia saja, gadis itu cukup sedih melihat nasi goreng yang masih mengepul itu di mangkuk besar, dia terpikir untuk membawanya nanti ke kampus daripada tidak habis, biasanya Shintia sangat menyukai nasi goreng buatannya.Nadin tersenyum smirk melihat lelaki di hadapannya menggigit rotinya kembali, jadi dia tidak mau memakan nasi goreng buatannya? Syukurlah kalau begitu, nasi goreng ini
Rasanya Zaki belum pernah merasa sekenyang ini selama hidupnya memakan sarapan, kalau begini terus berat badannya bisa-bisa naik tak terkendali. Lelaki itu turun dari ojek online dan masuk ke bangunan rumah yang cukup mewah. "Bos, kok masuk kerja? Bukannya hari ini masih suasana bulan madu?" goda Fahmi dengan senyuman menggodanya."Bulan madu kepala lu!" dengus Zaki sambil menghempaskan tubuhnya ke kursi kerja.Fahmi justru terkekeh mendengar umpatan bosnya itu."Kapan rencananya pindah ke kantor baru?" tanya Zaki, kepalanya itu mendongak menatap langit-langit."Sebagian staf sudah pindah ke sana, Bos. Hari ini sudah mulai perekrutan karyawan baru, secara bertahap kita akan segera pindah ke sana," jawab Fahmi."Baguslah, tolong usahakan dalam waktu dua hari ini rumah ini sudah dikosongkan.""Baik, Bos.""Kalau rumah ini sudah dikosongkan, segera kau cari desain interior, buat rumah ini seperti rumah tinggal yang indah.""Baik, Bos."Zaki masih dalam posisi semula, kali ini matanya ba
Fahmi mendongakkan wajahnya melihat kandidat yang masuk ke ruangan, jelas sekali wajahnya terkejut melihat seseorang yang masuk ke ruangan, begitu juga dengan kandidat pegawai yang tengah melangkah ke kursi Tunggal yang disediakan di depannya.Dengan kuat tangan Fahmi menyenggol lengan Zaki, lelaki itu sedang asyik melihat ponselnya, mengutak-atik sebuah aplikasi yang pernah dia kembangkan dan sekarang menjadi trend di kalangan traveler di kawasan Asia."Bos, lihat siapa yang datang," bisik Fahmi merasa lelaki di sampingnya tidak merespon aksinya tadi.Zaki melirik sekilas ke depan, namun matanya segera melebar menatap gadis di hadapannya."Bukankah dia temannya Nadin?""Iya, sekarang bagaimana Bos mau bersikap? Apa harus dibongkar saja status Bos yang sebenarnya?""Kau gila! Kau yang harus berperan menjadi Bos di sini.""Sebaiknya tidak perlu kita terima saja.""Itu malah lebih beresiko, dia akan segera membongkar penyamaranku pada Nadin, terima saja, tetapi ancam saja untuk tidak me
Ketika Nadin akan pulang dari kampus, dia sempatkan bertemu dengan Shintia di perpustakaan. Nadin mengabarkan jika ada beberapa data yang harus diperbaiki hingga dia bisa seminar hasil, setelah seminar hasil nanti maka sidang skripsi sudah bisa diajukan. Sedangkan Shintia yang bahkan belum melakukan penelitian merasa senang untuk temannya sekaligus sedih untuk dirinya sendiri karena sudah tertinggal jauh dengan teman dekatnya ini."Ayo dong bantuin aku untuk mencari referensi untuk bahan penelitianku nanti, aku bahkan belum menyiapkan lembar observasi masih banyak yang harus aku siapkan," keluh Shintia."Tenangkan dirimu dulu, Shin. Aku yakin jika kau tekun pasti akan melalui proses tersebut, ayo semangat!""Aku kok kesulitan banget menggarap skripsi ini, gak seperti Assyifa, anak itu kayaknya enteng saja sampai ujug-ujug saja sudah di wisuda," keluh Shintia lagi."Kesulitan orang beda-beda dong, Shin. Itu rezeki dia, bahkan sekarang dia baru saja habis wawancara kerja.""Oh ya? Mudah
Setelah obrolan berlangsung kurang lebih lima menit, mereka dikejutkan oleh deheman seseorang. Secara serentak mereka menoleh pada sumber suara, di sana tela berdiri seorang lelaki gagah dengan rambut cepak, tubuhnya yang tinggi berisi dengan kulit coklat tua membuat kesan maskulin terpampang nyata, rahang yang keras, mengesankan jika lelaki ini seorang yang tegas dan berpendirian teguh."Nadin sudah datang?" tanya lelaki itu "Sudah, Pak. Saya Nadin.""Perkenalkan semuanya, saya Firman. Sepeti yang kalian tahu, saya suaminya almarhum Mariani. Selama ini saya bekerja di kapal pesiar perairan internasional sebagai chief, rencananya tahun ini saya akan berhenti bekerja dan mengelola cafe ini bersama istri saya, namun sebelum saya resign, istri saya keburu dipanggil Tuhan.""Sekarang saya di sini bermaksud akan membuka lagi cafe ini dan meminta kalian semua kembali bekerja lagi di sini. Dari lima belas karyawan cafe, hanya delapan orang yang bisa datang. Nanti kekurangan karyawan akan sa
"Ha? Oh iya ... Iya, aku belanja tadi, aku mandi dulu, ya?" jawab lelaki itu dengan gugup.Belanja? Belanja sembako dan sayuran? Dalan mimpi-pun Zaki tidak akan melakukan itu."Fahmi, berlebihan banget kamu. Tadi cuma kusuruh transfer uang belanja ke rekening Nadin, kok malah dibelanjakan," gerutu Zaki saat menelpon asistennya itu."Lah, saya bingung, Bos. Bos nyuruh transfer tapi nomor rekening Nadin berapa? Jadi tadi aku belanjakan saja, sekalian nyari motor tadi. Maaf saja bos, seken yang bagus harga lima juta gak ada. Adanya itu, Supra x 125 helm in warna biru, itu tahunnya masih muda, harganya tiga belas juta. Yang yang lain jelek-jelek.""Jelek dikit ya gak papa, tadi Nadin jadi curiga kalau harga motornya di atas sepuluh juta, untung aku masih bisa ngeles. Kamu ini kalau dikasih perintah kok gak becus terus, sih?"Zaki sebenarnya ingin marah-marah dengan suara bentakan, namun karena ini di rumah kontrakannya, lelaki itu sebisa mungkin mengendalikan suaranya agar tidak terdengar
Assyifa sudah bekerja selama dua hari di kantor ini, dia menempati ruangan di lantai satu di bawah bimbingan seorang senior bernama Nuryani setelah sehari setelah wawancara dia mendapat panggilan kerja.Di bagian keuangan hanya terdiri tiga orang, Nuryani, Assyifa dan seorang lelaki bernama Burhan. Nuryani sudah bekerja di perusahaan ini selama tiga tahun, wanita itu sudah mahir dalam mengelola keuangan perusahaan, menempatkan pos-pos dana secara tepat. Walau begitu, Nuryani juga tidak bisa mengcover semua pekerjaan sehingga dia membutuhkan pekerja tambahan yang dapat membantunya dalam merekap dana masuk dan sana keluar, membuat laporan keuangan bulanan dan tahunan. Sedangkan Burhan pekerjaaannya mengatur gaji karyawan dan pimpinan, membagi keuntungan dengan pemegang saham."Ayo kita makan siang dulu, FA," ujar Nuryani sambil menepuk bahu gadis itu"Sebentar, Mbak. Ini nanggung," jawab Assyifa."Sudah, selesaikan nanti setelaha istirahat. Ayo, nanti keburu jam makan siang berakhir. Ak
"Gak lihat bagaimana ekspresi teman Nadin ketika melihatmu, Bos?" tanya Fahmi ketika mereka sudah masuk ke ruangan Zaki. "Nggak lihat, tu? Memang kenapa?" "Emang gak ada pedulinya kamu tuh." "Emang kenapa, sih? Ngomong itu yang jelas." Fahmi hanya menghela napas kesal, begini nih, bosnya ini selalu tidak peduli dengan sekitarnya, padahal dia kan sedang memerankan sosok yang berbeda dengan kesehariannya, harusnya lelaki ini peka sedikit dengan situasi tersebut. "Aku rasa temannya Nadin sudah tahu siapa kamu, Bos. Terus bagaimana selanjutnya?" "Alah, gampang itu, kau panggil saja temannya Nadin ke sini, ancaman dia jangan ngasih tahu Nadin, kalau sampai dia yang membocorkan pecat saja." "Kalau dia tidak takut dipecat gimana?" "Manalah seperti itu, kebanyakan orang pasti takut dipecat. Percayalah, dia pasti milih pekerjaannya daripada sahabatnya itu." Dengan percaya diri Zaki mengatakan semua itu, membuat Fahmi tidak bisa berkata-kata lagi. Memang orang satu ini cenderung memilik