Share

Bab 5

Penulis: Kalyani
Kei memegang kepalanya dengan kedua tangan. "Bajumu basah, Kak. Ganti dulu, nanti masuk angin."

Baru saat itu Nayla sadar kalau dia salah paham padanya. Bibirnya melengkung membentuk senyuman, lalu dia berbalik mengambil pakaian bersih dari lemari. "Kamu perhatian juga ya."

Setelah makan siang, Nayla membawa Kei ke tokonya. Tokonya terletak tak jauh dari rumah, hanya beberapa ratus meter saja.

Tempatnya tidak terlalu besar. Di dalam ada dua ranjang perawatan dan banyak produk kecantikan serta peralatan manikur.

Sambil merapikan barang, Nayla berkata kepada Kei, "Barang-barang di toko ini jangan disentuh sembarangan. Kalau ada pelanggan datang, kamu juga jangan bicara. Di sini ada TV. Kalau bosan, kamu nonton saja."

Kei mengangguk patuh. "Oh."

Tak lama kemudian, seorang pelanggan datang. Nayla menyambut dengan senyum ramah, "Kak, hari ini mau perawatan wajah atau kuku? Aku baru dapat masker baru yang super melembapkan, nanti aku pakaikan ya?"

Wanita bernama Cory itu menoleh pada Kei yang sedang duduk manis di pojok. Pandangannya langsung tertarik. "Cuci muka saja deh."

"Baik, Kak. Silakan duduk dulu, aku siapkan perlengkapannya." Nayla mengambil produk perawatan wajah milik Cory dan menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk pembersihan serta pijat wajah.

Cory menatap Kei yang berwajah tampan, lalu bertanya, "Kamu pacarnya Nayla?"

Kei menggeleng, menyahut dengan serius, "Aku suaminya."

Cory terkejut sampai mulutnya sedikit terbuka. "Kalian sudah nikah?"

Dia menoleh memanggil Nayla, "Nayla! Dua minggu lalu aku bilang mau kenalin keponakanku ke kamu, kamu bilang belum mau. Eh, sekarang malah sudah nikah? Aku 'kan pelanggan tetapmu, tapi kamu malah begini! Kalau nggak jujur, aku nggak mau datang lagi lho!"

Nayla datang sambil mengelap tangannya, lalu tersenyum. "Kak Cory, bukan seperti yang kamu pikir. Situasinya agak rumit. Jangan marah ya. Ini sudah siap, ayo kita mulai perawatan."

Cory kembali menatap Kei, baru sadar kalau ekspresinya agak kosong dan tampak polos, tidak begitu normal. Dia menepuk kepalanya sendiri pelan, lalu berbisik kepada Nayla, "Dia ini ...."

Nayla mengangguk, lalu menggulung lengan bajunya, memakai masker, dan mempersilakan Cory berbaring di ranjang perawatan. Sambil membantu membersihkan wajah, dia mulai bercerita, "Kak Cory, kamu pelanggan tetapku, jadi aku nggak akan sembunyikan apa-apa. Waktu aku pulang, orang tuaku maksa aku nikah. Aku kesal, jadinya aku sengaja cari laki-laki ini."

Cory membuka matanya, merasa sayang. "Ya ampun, mana bisa kamu nikah karena marah? Kamu dapat apa dari situ? Keponakanku itu punya kerjaan bagus, tampan, anak tunggal lagi."

Nayla berujar dengan pasrah, "Aku masih punya utang karena buka toko ini, Kak. Sebelumnya nggak kepikiran buat nikah cepat. Tapi kemarin aku benar-benar marah. Ayahku mau aku nikah sama duda yang suka mukul istrinya dan sudah punya dua anak."

"Lihat nih, pipiku masih bengkak. Ini gara-gara ditampar. Kalau bukan karena situasinya sudah parah, aku juga nggak bakal nikah sama orang bodoh begitu."

Pipi Nayla memang masih tampak merah dan bengkak, bahkan samar-samar terlihat bekas tangan.

Sebagai sesama perempuan, Cory menghela napas panjang. "Kamu itu gadis baik, tapi benar-benar disia-siakan orang tuamu. Kamu juga masih muda, jangan sampai karena emosi malah nyusahin diri. Lihat, sekarang kamu harus urusin laki-laki kayak begitu. Nanti hidupmu malah makin susah."

Nayla mengusap wajah pelanggannya. "Setiap keluarga ada masalahnya sendiri, Kak. Sekarang malah bagus, ayahku melarangku pulang seumur hidup. Bagiku, itu malah melegakan."

Soal pernikahannya dengan Kei yang hanya formalitas, cukup dirinya sendiri yang tahu. Tak perlu orang lain ikut campur. Omongan pada Cory barusan hanyalah strategi bisnis. Sedikit curhat sambil melayani pelanggan bisa membuat hubungan lebih akrab dan meningkatkan peluang pelanggan untuk kembali lagi.

Bertahun-tahun hidup sendirian membuat Nayla terbiasa berbicara setengah benar setengah tidak. Baginya, itu bukan hal salah. Selama tidak menyakiti siapa pun, tidak apa-apa.

Setelah masker wajah dipasang, tangan Nayla sudah mulai pegal. Dia menoleh dan berkata pada Kei yang sedang menonton TV, "Kei, tolong ambilkan segelas air untuk Kak Cory."

Kei segera berdiri, menuangkan air dan membawanya ke depan.

Nayla berdiri menjelaskan, "Kak Cory lagi tiduran, jadi nggak bisa duduk. Kalau kasih air harus pakai sedotan, begini caranya."

Kei memegang gelas berisi air dan sedotan, menyerahkannya dengan dua tangan. Suaranya datar. "Silakan."

Cory yang sedang memakai masker agak sulit berbicara, tetapi tetap memuji, "Wah, sopan juga ya."

Setelah itu, Kei kembali duduk dan melanjutkan menonton TV. Nayla melirik layar. "Wah, kamu nonton saluran ekonomi? Bisa ngerti nggak?"

Kei masih menatap layar. "Nggak tahu, tapi seru."

Sebenarnya dia merasa aneh. Topik yang dibicarakan pembawa acara terasa familier, seolah-olah jawabannya sudah ada di ujung lidah, tetapi dia tidak bisa mengucapkannya. Perasaan itu membuatnya frustrasi.

Kei cukup peka. Sekali diajari Nayla, selanjutnya kalau melihat pelanggan sedang memakai masker, dia langsung menuangkan air sendiri. Nayla diam-diam terkejut, juga merasa sedikit senang.

Dia tak bisa menahan diri untuk berpikir, meskipun Kei tidak sepintar orang dewasa biasa, dia cerdas, penurut, dan selalu melindunginya. Kalau benar-benar menjadi suaminya, mungkin juga tidak buruk.

Lagi pula, di dunia ini banyak pria yang katanya normal, tetapi belum tentu bisa sebaik Kei padanya. Hidup ini singkat. Yang paling penting adalah membuat diri sendiri bahagia. Pandangan orang lain tidak bisa dijadikan makanan.

Karena senang, Nayla memuji Kei. Kei yang dipuji pun semakin bersemangat membantu. Suasana di antara mereka terasa hangat.

Menjelang pukul 8 malam, semua pelanggan sudah pulang. Nayla membersihkan toko, sementara Kei membantu. Melihat Kei begitu cekatan, Nayla menyerahkan tugas menyapu dan mengepel kepadanya, sementara dia menghitung hasil keuntungan hari ini.

Dengan kondisi bisnis sekarang, kira-kira setahun setengah lagi semua utang akan lunas. Kalau terus stabil dua tahun ke depan, dia bahkan bisa menyewa tempat di kota dan memperluas usahanya. Hidupnya akhirnya mulai punya harapan.

Nayla sudah pernah miskin, tertekan, dan terpaksa menuruti keadaan. Kini, dia bersumpah untuk hidup sesuai keinginannya sendiri, menggenggam takdir di tangannya.

Selesai beres-beres, mereka berjalan pulang sambil membawa kipas angin baru. Tanpa sengaja, Nayla menoleh dan melihat Kei memeluk kipas angin sambil menatapnya dengan senyuman lembut.

Ditatap seintens itu oleh pria setampan itu ... meskipun tahu dia tidak sepenuhnya waras, wajah Nayla tetap memanas. Jantungnya bahkan berdebar-debar. "Kamu lihat apa?"

Kei menjawab dengan serius, "Kakak cantik."

"Ah, kamu yang lebih tampan!" Nayla tertawa dan memujinya, "Hari ini kamu hebat banget, pelanggan semua suka sama kamu."

Ya, siapa yang tidak suka? Pria setampan itu, sopan pula, bisa bantu-bantu. Mana ada pelanggan wanita yang tidak senang?

Kei tersipu malu saat dipuji, ikut tertawa kecil.

Mereka berjalan pelan menuju rumah. Nayla berkata, "Tapi kamu harus lebih sopan lagi. Kalau lihat pelanggan perempuan, panggil 'Kak' ya."

Kalau Kei memanggil pelanggan dengan sopan begitu, para wanita pasti semakin senang dan belanja lebih banyak. Pikiran itu saja sudah membuat Nayla tersenyum lebar. Dia merasa perhitungannya sangat bagus.

Namun, Kei menjawab dengan sungguh-sungguh, "Mereka kakak, tapi kamu istri."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 50

    Seluruh tubuh Kei menegang. Sambil menggendong Nayla, dia berjalan sampai ke ujung gang, lalu membungkuk untuk mengambil sebuah karung besar yang diletakkan di tanah dan kembali melangkah tanpa berkata apa pun.Dalam pelukannya, perasaan takut di hati Nayla perlahan mereda. "Apa yang kamu bawa itu?" tanyanya pelan."Hadiah," jawab Kei singkat.Nayla penasaran. "Hadiah apa?"Kei tidak menjawab. "Nanti sampai rumah kamu tahu."Senyum muncul di wajah Nayla. "Kamu sekarang sudah bisa jual mahal, ya."Mereka melewati gang gelap, lalu naik ke lantai atas dan membuka pintu rumah. Begitu lampu menyala, keduanya saling berpandangan.Rambut Nayla berantakan, kulit leher, tulang selangka, dan dada bagian atasnya dipenuhi bekas merah. Pemandangan ini membuat Kei tertegun.Nayla sedikit memberontak dan Kei pun segera menurunkannya. Sambil menundukkan kepala, suaranya terdengar dipenuhi rasa bersalah. "Kak, maaf. Kalau aku nggak marah sama kamu, dia nggak akan punya kesempatan buat nyakitin kamu."M

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 49

    Perasaan terhina membeludak dalam hatinya, tetapi Nayla tetap tidak bisa melepaskan diri. Dia terpaksa terus berusaha memukul Joel. "Mau gimana pun hidupku, itu bukan urusanmu! Lepaskan aku, dasar berengsek! Kalau kamu terus begini, aku akan menggugatmu pemerkosaan!"Jalanan ini sangat sepi. Di malam yang panas ini, hampir tidak ada seorang pun yang melewati tempat itu. Nayla berusaha menahan tubuh Joel yang mendesak semakin dekat, rasa putus asa menguasai hatinya.Mana mungkin tenaga wanita bisa menang melawan pria? Tempat duduk Nayla tiba-tiba diturunkan. Tubuhnya yang bersandar di kursi, langsung ditindih oleh Joel."Mana mungkin ada yang mau pinjamkan uang sebanyak itu? Nayla, kamu sepintar itu, kukira kamu sudah mengerti maksudku. Kalau sudah ambil uangku, berarti sudah menyetujui hubungan kita. Kenapa kamu naif sekali?"Joel menahan kedua pergelangan tangan Nayla di atas kepalanya, lalu menatap mangsanya yang tengah meronta di bawahnya."Nayla, aku tahu kamu masih belum bisa mene

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 48

    Nayla melihat Joel semakin lama semakin keterlaluan. Jemarinya yang memegang gelas air perlahan mengepal. Apakah Joel benar-benar sudah sebegitu tinggi hati dan lupa diri sampai berani berbicara sejelas itu? Apakah dia menganggap Nayla ini bodoh?Kalau Nayla sampai menuruti ajakannya, nanti ketika Kei tidak ada dan mereka tinggal di bawah satu atap, siapa yang bisa menjamin Joel tidak akan melakukan hal yang melampaui batas? Sudah terlalu sering Nayla melihat sisi gelap hati manusia seperti itu dan entah mengapa, pikirannya langsung teringat pada Kei yang polos dan jujur.Dia tidak ingin memperpanjang pembicaraan. "Aku sudah selesai makan, aku mau pulang," katanya sambil berdiri.Joel buru-buru ikut berdiri. "Masih banyak makanan belum disentuh, duduk sebentar lagi, ya!"Namun, Nayla tetap bersikap sopan dan tenang. "Aku sudah kenyang. Kamu lanjut saja makan."Setelah berkata demikian, dia berbalik hendak pergi. Dalam hati dia sudah memutuskan, nanti setelah benar-benar berpisah, dia a

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 47

    Saat mencuci mobil, pikiran Kei melayang jauh. Kata-kata menakutkan yang diucapkan Farlan terus terngiang di kepalanya. Ketika menerima telepon dari Nayla, awalnya dia sangat senang. Namun, Nayla berkata dengan dingin, "Kalau kamu nggak pulang hari ini, setelah ini jangan pernah pulang lagi."Ancaman itu membuatnya ragu.Namun, dia kembali teringat ucapan Farlan. Farlan mengatakan bahwa Nayla mau meminjam uang demi mengobatinya karena sangat menyayanginya, Kei pun yakin Nayla tidak mungkin benar-benar meninggalkannya.Dia mengeraskan suaranya, "Kalau kamu nggak kembalikan uang itu, aku nggak akan pulang!"Begitu kata-kata itu dilontarkan, Nayla langsung menutup telepon! Dia melangkah cepat menuju rumah kontrakan, sambil mengomel dengan kesal."Dasar anak nggak tahu terima kasih, susah payah aku rawat malah berani melawan! Nggak mau nurut ya? Oke, mulai sekarang kalau aku masih peduli sama kamu, aku ini binatang! Urusan hidupku sendiri saja belum beres, tapi masih sempat-sempatnya mikir

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 46

    "Masih nggak pulang juga kamu, ya!"Kei bersikeras, "Kalau kamu nggak kembalikan uang itu, aku nggak akan pulang!"Nayla yang mendengar bantahannya langsung naik pitam. "Kalau kamu sudah berpikir seperti itu, mulai hari ini jangan pernah pulang lagi!"Kei terdiam, hatinya mulai ragu.....Setelah melarikan diri dari rumah, Kei berjalan tanpa tujuan di sepanjang jalan raya. Dia masih marah pada Nayla karena bersikap rendah hati di hadapan pria lain dan marah pada dirinya sendiri karena tidak berguna, sampai-sampai membuat Nayla harus menunduk dan meminjam uang dari orang lain demi dirinya.Dia berjongkok di pinggir jalan, meninju kepalanya sendiri dengan tangan. Kenapa dia tidak bisa sembuh saja? Kalau pikirannya bisa normal, semua masalah ini pasti tidak akan ada!Sebuah mobil Maybach hitam berhenti di sampingnya. Dalam pandangannya, muncul sepasang sepatu kulit hitam. Perlahan-lahan, Kei mendongak dan melihat seorang pria berdiri di depannya dengan senyum samar di wajahnya.Farlan men

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 45

    Nayla benar-benar marah sampai kehilangan kendali, dia mulai bicara tanpa berpikir panjang, "Kamu itu orang bodoh, bisa dapat uang berapa! Sebulan paling banyak enam atau delapan juta, kamu tahu orang lain sebulan bisa dapat berapa? Kamu cuci mobil seumur hidup pun nggak akan dapat uang sebanyak mereka dalam setahun!"Kei terdiam. Dia sering merasakan dari tatapan dan perkataan orang lain yang berupa penghinaan, ejekan, rasa meremehkan. Dia tahu dirinya berbeda, karena dia memang orang bodoh.Nayla juga sering memanggilnya si bodoh, tetapi tatapan dan nada bicaranya berbeda dengan orang lain. Meskipun Nayla memanggilnya begitu, dia tidak pernah merasa jijik terhadap Kei. Karena itu, kebaikan dari kakaknya terasa sangat berharga bagi dirinya. Namun sekarang, kata-kata Nayla tidak berbeda dengan orang-orang lain.Nayla sudah mulai membencinya. Dia merasa sangat sedih. Dada Kei terasa sakit, perasaan nyeri yang menusuk itu sampai membuatnya ingin berteriak. Nayla menatap Kei yang terdiam

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status