Share

Bab 6

Penulis: Kalyani
Kei yang memeluk kipas angin itu terlihat agak lucu. Nayla tertawa sambil berkata, "Kamu ini konyol banget. Kita 'kan bukan pasangan sungguhan, cuma pura-pura saja!"

Kei menggeleng keras. "Sungguhan. Kamu yang bilang, ada aktanya."

Kemarin Nayla memang sudah berulang kali menekankan padanya. Tidak peduli siapa yang bertanya, dia harus bilang bahwa mereka adalah pasangan suami istri. Tak disangka, Kei ternyata menanggapi itu dengan begitu serius.

Nayla malas menjelaskan lebih jauh. "Iya, iya, sungguhan."

Setelah mandi, Nayla duduk bersila di sofa sambil melihat Kei menggelar tikar bambu. "Kei, kamu masih ingat nggak rumahmu di mana?"

Kei menghentikan gerakannya, menoleh padanya, lalu menggeleng.

Nayla bertanya lagi, "Apa rumahmu di daerah ini?"

Kei kembali menggeleng. "Aku jatuh ke air, keluar banyak darah, kepala sakit banget. Nggak ingat apa-apa lagi."

Tangannya refleks mengusap kepala sendiri.

Di Kabupaten Liya memang ada sungai besar yang melintasi beberapa wilayah. Kadang kapal wisata juga lewat sana. Dari logat bicaranya yang bukan logat orang lokal, Nayla menyimpulkan, mungkin Kei adalah orang luar daerah yang jatuh dari kapal itu, lalu kepalanya terbentur.

Kesimpulan yang membuatnya hanya bisa menghela napas. Nayla lalu melambaikan tangan, memanggilnya mendekat.

Kei pun berjalan ke depannya. Nayla dengan lembut menyibak rambutnya. Benar saja, di kepalanya ada luka yang sudah mengering dan berbekas.

Dia mengusap lembut kepala itu. "Kamu masih ingat nggak, di rumah ada siapa? Ayah? Ibu? Kakak atau adik?"

Kei menggeleng lagi. "Kepalaku sakit ...."

Nayla menghela napas panjang. "Sudahlah, jangan dipaksa ingat. Nanti kita cari pelan-pelan, aku pasti bantu kamu temukan keluargamu."

Pria sebaik ini hilang, keluarganya pasti sangat khawatir.

Keesokan paginya, sekitar pukul 7 lebih sedikit, Nayla sudah berangkat ke toko. Barang baru yang dia pesan sudah datang, jadi dia harus datang lebih awal untuk memeriksa.

Sopir pengantar barang memarkir truknya di depan toko, menyerahkan nota pengiriman, lalu menyalakan lampu hazard sambil berdiri di samping mobil dan mengisap rokok.

Matanya berkeliaran di tubuh Nayla yang berlekuk indah, menatap dengan pandangan mesum. "Bu Nayla, kasih aku kesempatan deh. Nanti setiap kali kirim barang, kamu nggak usah repot bongkar sendiri," katanya sambil tertawa genit.

Ucapan seperti itu sudah sering didengar Nayla.

Sopir itu kembali menyemburkan asap ke arahnya. "Lihat deh, panas begini kamu angkat-angkat barang berat sendirian, capek lho. Aku yang lihat saja merasa kasihan."

Nayla hanya fokus memeriksa barang, tak menggubris.

Sopir itu semakin merajalela. "Gajiku lumayan lho, sebulan bisa lebih dari 20 juta. Di tempat kayak begini, sudah termasuk level menengah atas. Cukup banget buat hidup bareng kamu, 'kan?"

Tatapannya terpaku di dada Nayla, sama sekali tak tahu malu.

Selesai menghitung, Nayla memasukkan nota ke saku celemeknya, menatapnya dengan dingin. "Kamu percaya nggak kalau aku bisa laporkan kamu ke perusahaanmu atas pelecehan?"

Nayla memang sering bercanda santai, tetapi hanya dengan sesama perempuan. Terhadap laki-laki, dia selalu menjaga jarak, tidak pernah memberi sinyal yang bisa disalahartikan. Baik terhadap Elric dulu, maupun terhadap sopir ini.

Sopir itu malah tertawa kecil, tak merasa bersalah. "Jangan tuduh sembarangan. Aku 'kan belum ngapa-ngapain, jangan fitnah."

Saat Nayla mengangkat kardus ke dalam toko, Kei yang sedang membersihkan rak langsung meletakkan lap dan berlari menghampiri. Dia mengambil kotak itu dari tangan Nayla.

Begitu bebannya terangkat, Nayla merasa lega sekaligus senang. Dia menunjuk ke arah belakang. "Taruh di situ ya."

Setelah Kei menaruh kotak, dia ikut Nayla keluar. Nayla memberi arahan, "Yang di luar ini juga harus dibawa masuk. Tapi hati-hati, jangan dibanting."

Sopir itu menatap Kei. Tinggi besar, tegap, berwajah dingin. Dia sampai tertegun. "Dia siapa?"

Untuk menutup mulutnya, Nayla menjawab dengan cepat, "Suamiku."

Sudut bibir Kei langsung melengkung. Dia jelas senang mendengar Nayla menyebutnya begitu.

Sopir itu melotot, terkejut bukan main. "Mana mungkin?!"

Nayla mengancam, "Coba kamu ngomong nggak sopan lagi, hati-hati suamiku marah."

Selama Kei diam, tak ada yang akan sadar kalau otaknya bermasalah. Melihat tubuh besar Kei, sopir itu menelan ludah. Meskipun masih berusaha sok berani, dia hanya bergumam, "Siapa takut!"

Namun setelah itu, dia tidak berani berbicara macam-macam lagi. Setelah beberapa kali bolak-balik membawa barang, sopir itu mulai curiga. Pria tinggi besar itu terlihat bodoh saat tersenyum kepada Nayla.

Begitu Nayla masuk, sopir itu mendekat dan bertanya dengan nada mengejek, "Kamu ini ... bodoh ya?"

Kei menoleh. "Kamu yang bodoh!"

Sekali berbicara saja, kelihatan jelas bahwa dia memang tidak normal. Sopir itu langsung tertawa keras, seperti melihat lelucon besar. Ternyata hanya orang bodoh, tak perlu takut lagi.

Begitu Nayla keluar lagi, sopir itu menyindir, "Bu Nayla, kirain seleramu tinggi. Eh, ternyata nikahnya sama orang bodoh."

Nayla menatap dingin. "Aku lebih baik nikah sama orang bodoh daripada sama kamu. Kamu masih bisa ketawa?"

Wajah sopir itu langsung berubah muram. Dipermalukan oleh wanita membuat darahnya mendidih. Begitu Nayla membungkuk untuk mengangkat kotak, tangannya tiba-tiba menyentuh pantat Nayla dari belakang.

Nayla terkejut. Dia langsung berdiri tegak. Wajahnya merah padam. "Kamu ngapain?"

Sopir itu tertawa jijik. "Orang bodoh kayak dia mana bisa urus kamu di ranjang? Mau aku bantuin?"

Belum sempat selesai, tiba-tiba bayangan besar melesat ke arahnya. Sopir itu belum sempat bereaksi, perutnya sudah terkena tendangan keras sampai mundur beberapa langkah!

"Jangan sentuh dia!" Kei berdiri di depan Nayla, menatap sopir itu dengan dingin.

Ditendang oleh orang bodoh membuat sopir itu malu dan marah. Dia berteriak dan melompat untuk menyerang balik.

Meskipun otaknya lambat, tubuh Kei lincah dan gerakannya jelas terlatih. Tak sampai setengah menit, sopir itu sudah terkapar di tanah. Wajahnya sampai berubah bentuk.

Nayla baru sadar Kei kehilangan kendali. Dia segera memegang lengannya. "Sudah! Cukup! Jangan pukul lagi!"

Kei menoleh melihatnya, lalu menurut dan menurunkan kakinya.

Sopir itu mengerang kesakitan cukup lama, sebelum akhirnya bangkit dengan susah payah dan melontarkan ancaman, "Tunggu saja kamu!" Kemudian, dia pergi dengan mobilnya.

Nayla sebenarnya ingin melaporkannya ke perusahaan, tetapi sekarang karena Kei yang lebih dulu menggunakan kekerasan, dia takut justru Kei yang terkena masalah. Jadi, dia mengurungkan niat itu.

Setelah semua barang dipindahkan ke gudang belakang, Nayla menatapnya dengan wajah serius. "Kenapa kamu mukul orang lagi?"

Kei melihat wajah Nayla yang marah. Dia sedikit takut, tetapi tetap membela diri, "Dia pegang kamu. Harus dipukul."

Nayla membentaknya pelan, "Tapi kamu nggak boleh pukul orang! Kalau dia sampai cedera parah, kamu bisa dipenjara. Ngerti nggak?"

Kei tetap keras kepala. "Aku nggak boleh pegang kamu, dia juga nggak boleh! Siapa pun yang berani pegang kamu, aku pukul!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 50

    Seluruh tubuh Kei menegang. Sambil menggendong Nayla, dia berjalan sampai ke ujung gang, lalu membungkuk untuk mengambil sebuah karung besar yang diletakkan di tanah dan kembali melangkah tanpa berkata apa pun.Dalam pelukannya, perasaan takut di hati Nayla perlahan mereda. "Apa yang kamu bawa itu?" tanyanya pelan."Hadiah," jawab Kei singkat.Nayla penasaran. "Hadiah apa?"Kei tidak menjawab. "Nanti sampai rumah kamu tahu."Senyum muncul di wajah Nayla. "Kamu sekarang sudah bisa jual mahal, ya."Mereka melewati gang gelap, lalu naik ke lantai atas dan membuka pintu rumah. Begitu lampu menyala, keduanya saling berpandangan.Rambut Nayla berantakan, kulit leher, tulang selangka, dan dada bagian atasnya dipenuhi bekas merah. Pemandangan ini membuat Kei tertegun.Nayla sedikit memberontak dan Kei pun segera menurunkannya. Sambil menundukkan kepala, suaranya terdengar dipenuhi rasa bersalah. "Kak, maaf. Kalau aku nggak marah sama kamu, dia nggak akan punya kesempatan buat nyakitin kamu."M

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 49

    Perasaan terhina membeludak dalam hatinya, tetapi Nayla tetap tidak bisa melepaskan diri. Dia terpaksa terus berusaha memukul Joel. "Mau gimana pun hidupku, itu bukan urusanmu! Lepaskan aku, dasar berengsek! Kalau kamu terus begini, aku akan menggugatmu pemerkosaan!"Jalanan ini sangat sepi. Di malam yang panas ini, hampir tidak ada seorang pun yang melewati tempat itu. Nayla berusaha menahan tubuh Joel yang mendesak semakin dekat, rasa putus asa menguasai hatinya.Mana mungkin tenaga wanita bisa menang melawan pria? Tempat duduk Nayla tiba-tiba diturunkan. Tubuhnya yang bersandar di kursi, langsung ditindih oleh Joel."Mana mungkin ada yang mau pinjamkan uang sebanyak itu? Nayla, kamu sepintar itu, kukira kamu sudah mengerti maksudku. Kalau sudah ambil uangku, berarti sudah menyetujui hubungan kita. Kenapa kamu naif sekali?"Joel menahan kedua pergelangan tangan Nayla di atas kepalanya, lalu menatap mangsanya yang tengah meronta di bawahnya."Nayla, aku tahu kamu masih belum bisa mene

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 48

    Nayla melihat Joel semakin lama semakin keterlaluan. Jemarinya yang memegang gelas air perlahan mengepal. Apakah Joel benar-benar sudah sebegitu tinggi hati dan lupa diri sampai berani berbicara sejelas itu? Apakah dia menganggap Nayla ini bodoh?Kalau Nayla sampai menuruti ajakannya, nanti ketika Kei tidak ada dan mereka tinggal di bawah satu atap, siapa yang bisa menjamin Joel tidak akan melakukan hal yang melampaui batas? Sudah terlalu sering Nayla melihat sisi gelap hati manusia seperti itu dan entah mengapa, pikirannya langsung teringat pada Kei yang polos dan jujur.Dia tidak ingin memperpanjang pembicaraan. "Aku sudah selesai makan, aku mau pulang," katanya sambil berdiri.Joel buru-buru ikut berdiri. "Masih banyak makanan belum disentuh, duduk sebentar lagi, ya!"Namun, Nayla tetap bersikap sopan dan tenang. "Aku sudah kenyang. Kamu lanjut saja makan."Setelah berkata demikian, dia berbalik hendak pergi. Dalam hati dia sudah memutuskan, nanti setelah benar-benar berpisah, dia a

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 47

    Saat mencuci mobil, pikiran Kei melayang jauh. Kata-kata menakutkan yang diucapkan Farlan terus terngiang di kepalanya. Ketika menerima telepon dari Nayla, awalnya dia sangat senang. Namun, Nayla berkata dengan dingin, "Kalau kamu nggak pulang hari ini, setelah ini jangan pernah pulang lagi."Ancaman itu membuatnya ragu.Namun, dia kembali teringat ucapan Farlan. Farlan mengatakan bahwa Nayla mau meminjam uang demi mengobatinya karena sangat menyayanginya, Kei pun yakin Nayla tidak mungkin benar-benar meninggalkannya.Dia mengeraskan suaranya, "Kalau kamu nggak kembalikan uang itu, aku nggak akan pulang!"Begitu kata-kata itu dilontarkan, Nayla langsung menutup telepon! Dia melangkah cepat menuju rumah kontrakan, sambil mengomel dengan kesal."Dasar anak nggak tahu terima kasih, susah payah aku rawat malah berani melawan! Nggak mau nurut ya? Oke, mulai sekarang kalau aku masih peduli sama kamu, aku ini binatang! Urusan hidupku sendiri saja belum beres, tapi masih sempat-sempatnya mikir

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 46

    "Masih nggak pulang juga kamu, ya!"Kei bersikeras, "Kalau kamu nggak kembalikan uang itu, aku nggak akan pulang!"Nayla yang mendengar bantahannya langsung naik pitam. "Kalau kamu sudah berpikir seperti itu, mulai hari ini jangan pernah pulang lagi!"Kei terdiam, hatinya mulai ragu.....Setelah melarikan diri dari rumah, Kei berjalan tanpa tujuan di sepanjang jalan raya. Dia masih marah pada Nayla karena bersikap rendah hati di hadapan pria lain dan marah pada dirinya sendiri karena tidak berguna, sampai-sampai membuat Nayla harus menunduk dan meminjam uang dari orang lain demi dirinya.Dia berjongkok di pinggir jalan, meninju kepalanya sendiri dengan tangan. Kenapa dia tidak bisa sembuh saja? Kalau pikirannya bisa normal, semua masalah ini pasti tidak akan ada!Sebuah mobil Maybach hitam berhenti di sampingnya. Dalam pandangannya, muncul sepasang sepatu kulit hitam. Perlahan-lahan, Kei mendongak dan melihat seorang pria berdiri di depannya dengan senyum samar di wajahnya.Farlan men

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 45

    Nayla benar-benar marah sampai kehilangan kendali, dia mulai bicara tanpa berpikir panjang, "Kamu itu orang bodoh, bisa dapat uang berapa! Sebulan paling banyak enam atau delapan juta, kamu tahu orang lain sebulan bisa dapat berapa? Kamu cuci mobil seumur hidup pun nggak akan dapat uang sebanyak mereka dalam setahun!"Kei terdiam. Dia sering merasakan dari tatapan dan perkataan orang lain yang berupa penghinaan, ejekan, rasa meremehkan. Dia tahu dirinya berbeda, karena dia memang orang bodoh.Nayla juga sering memanggilnya si bodoh, tetapi tatapan dan nada bicaranya berbeda dengan orang lain. Meskipun Nayla memanggilnya begitu, dia tidak pernah merasa jijik terhadap Kei. Karena itu, kebaikan dari kakaknya terasa sangat berharga bagi dirinya. Namun sekarang, kata-kata Nayla tidak berbeda dengan orang-orang lain.Nayla sudah mulai membencinya. Dia merasa sangat sedih. Dada Kei terasa sakit, perasaan nyeri yang menusuk itu sampai membuatnya ingin berteriak. Nayla menatap Kei yang terdiam

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status