공유

Bab 4

작가: Kalyani
Pagi berikutnya, Nayla mengucek matanya yang masih mengantuk, lalu membuka tirai dan turun dari tempat tidur.

Begitu matanya melirik ke arah Kei yang sedang tidur di atas tikar bambu di depan ranjang, rasa kantuknya langsung hilang setengah!

Celana tidur pria bodoh itu ... tampak aneh.

Nayla terkejut, lalu buru-buru kembali berbaring. Wajahnya seketika memerah!

Meskipun Kei tidak sepenuhnya waras, tetap saja ini situasi canggung. Pria dan wanita berduaan di rumah dan muncul hal seperti ini ....

Dia menahan napas, turun dari tempat tidur untuk mencuci muka. Saat keluar dari kamar mandi, dia melihat Kei sedang menggulung tikar bambu dan merapikannya.

Begitu melihat Nayla, wajah Kei seketika memerah. Dengan panik, dia mengambil tirai untuk menutupi dirinya.

Sekilas saja, Nayla sudah tahu apa yang terjadi. Dia tertegun. Anak ini tahu malu? Benar-benar bodoh atau pura-pura bodoh?

Dia berdeham pelan, berusaha terdengar tenang saat berkata, "Kei, kasihkan tikarnya ke aku."

Kei menggeleng, masih menutupi diri dengan tikar itu, bahkan menunduk semakin dalam. Nada Nayla menjadi tegas. "Kenapa nggak mau kasih? Kalau aku tanya, harus jawab. Kalau nggak, aku nggak mau kamu lagi."

Kalimat terakhir itu seperti hantaman besar bagi Kei, yang baru saja merasakan hidup enak setelah berbulan-bulan terlunta-lunta. Dia langsung panik dan menyerahkan tikarnya kepada Nayla. Setelah itu, dia memalingkan tubuh, tak berani menatap wajah Nayla.

Nayla langsung bertanya, "Ada apa?"

Dia perlu tahu apakah Kei benar-benar mengerti atau tidak, supaya bisa menilai apakah aman membiarkannya terus tinggal bersamanya.

Mata Kei menghindar, suaranya kecil. "Aku nggak tahu ...."

Dia tampak hampir menangis. "Aku takut ...."

Melihat ekspresinya yang ketakutan begitu, Nayla hampir tertawa. Dia mendekatinya, menatap mata Kei yang cemas, lalu menghibur, "Itu hal yang normal, kamu nggak perlu malu."

Wajah Kei merah padam. Dia buru-buru berkata, "Dulu nggak pernah begitu."

Nayla menjawab, "Pergi mandi, cuci muka pakai air dingin."

Kei langsung berlari ke kamar mandi. Setelah keluar, dia kembali normal.

Nayla merasa perlu memberinya sedikit penjelasan soal pengetahuan dasar tubuh, jadi dia duduk tegak di depan Kei dengan nada serius.

"Kei, ini hal yang sangat normal. Kamu nggak perlu malu ...." Dia menjelaskan panjang lebar sampai akhirnya Kei mengangguk pelan, tampak setengah paham. Setelah memastikan dirinya bukan orang aneh, barulah dia tenang.

Nayla menyiapkan sarapan, sementara Kei memperhatikan dengan serius. Setelah makan bersama, Nayla mengajaknya pergi ke kantor polisi.

Sekarang semuanya sudah terhubung lewat sistem nasional. Mungkin polisi bisa membantu mencari tahu asal-usul Kei lewat sidik jari atau wajahnya.

Begitu sampai di depan kantor polisi, Nayla menjelaskan maksud kedatangannya kepada petugas polisi, lalu menoleh hendak membawa Kei masuk. Namun, ketika dia menoleh, Kei sudah hilang!

"Kei! Kei!" Nayla berteriak dengan panik. Namun, di mana pun dia mencari, tak terlihat bayangan pria itu.

Jantung Nayla seolah-olah hampir copot. Dia benar-benar takut. Kabupaten ini berbeda dengan Kota Porlin. Lebih ramai, lebih berbahaya. Kalau sampai Kei diculik, akibatnya tak terbayangkan.

Nayla berlari ke sana sini sambil menjerit memanggil namanya, "Kei!" Di benaknya terus berputar bayangan menyeramkan tentang orang jahat yang menculik Kei untuk dijual organ tubuhnya.

Namun, setelah mencari lama, dia tetap tidak menemukan Kei. Bajunya sudah basah kuyup oleh keringat. Rasa panik dan takut mencengkeramnya semakin kuat.

Kalau Kei benar-benar hilang gara-gara dia dan kemudian disakiti orang jahat, rasa bersalah itu tak akan pernah bisa ditebus seumur hidup.

Dengan sedikit harapan tersisa, Nayla pulang ke rumah sewanya. Begitu naik tangga, dia langsung melihat sosok besar duduk di depan pintu sambil memeluk lutut. Kalau bukan Kei, siapa lagi?

Hati Nayla yang tegang seharian langsung terasa lega. Dia pun menaiki dua anak tangga sekaligus, mendekat sambil memarahi, "Kamu ke mana saja? Sudah kubilang harus ikut aku! Kenapa malah lari-lari sendiri?"

Dia langsung memukul-mukul tubuh Kei dengan amarah yang bercampur takut. Kali ini pukulannya lumayan keras, tetapi Kei tak berusaha menghindar sama sekali.

"Begini nggak nurut, aku nggak mau kamu lagi!"

Melihat mata Nayla yang merah karena marah, Kei hanya menunduk, tidak berani berbicara.

"Untung kamu tahu jalan pulang!"

Kei bergumam pelan, "Di bawah ada warung kecil. Aku ingat ...."

Nayla merasa sangat pusing. Sulit sekali berkomunikasi dengan anak ini. Ditanya hal penting malah diam saja, tetapi soal sepele malah dijawab cepat!

Kei menatapnya dengan hati-hati, menarik ujung bajunya sambil menggoyangkan sedikit. Kemudian, dia berucap pelan, "Kak ... jangan marah ...."

Melihat wajahnya yang penuh rasa bersalah, Nayla berkacak pinggang dan menarik napas panjang berkali-kali sebelum akhirnya membuka pintu dan membiarkannya masuk. "Tadi 'kan sudah janji mau ke kantor polisi cari keluargamu, kenapa malah kabur?"

Tangan Kei mengepal dengan gugup. "Mereka orang jahat ...."

Nayla mengernyit. "Siapa yang jahat?"

"Paman yang pakai topi ...."

Polisi? Nayla menjelaskan dengan sabar, "Mereka itu orang baik, mereka bisa bantu kamu cari ayah dan ibumu. Kalau kamu kabur begitu, nanti malah ketemu orang jahat sungguhan."

"Mereka bisa potong tubuhmu, ambil organmu buat dijual, atau patahkan kakimu supaya kamu disuruh mengemis di jalan."

Melihat Kei yang diam dan tampak sedih, suaranya melunak. "Kakak juga orang jahat, cuma pakai roti buat menipumu menikah. Kei, jangan gampang percaya orang lain. Dunia ini banyak orang jahat."

Kei mendongak menatapnya. "Kakak bukan orang jahat. Aku juga mau menikah sama Kakak."

Melihat kesungguhannya, Nayla tertawa. "Kamu bahkan nggak tahu apa itu menikah, kok bilang mau. Kalau kamu nggak agak ... berbeda, kamu pasti nggak bakal setuju."

Kei menggeleng. "Kakak baik padaku. Apa pun yang Kakak mau, aku juga mau."

Kemarahan Nayla benar-benar padam. Nada suaranya menjadi lembut. "Baiklah, nanti kita coba ke kantor polisi lagi. Tapi kali ini jangan kabur lagi ya?"

Wajah Kei langsung berubah lagi, menjadi pucat dan ketakutan. "Jangan .... Mereka mukul aku ...."

Bagaimanapun Nayla mencoba menenangkan dan membujuknya, Kei tetap menolak keras untuk pergi ke kantor polisi. Nayla akhirnya menyerah. Untuk sementara, dia harus mencari cara lain.

Karena tadi dia berlari dan kepanasan, Nayla tanpa sadar menarik kerah kausnya untuk mengipasi diri. Saat melihat tatapan Kei yang jatuh ke arah dadanya, mulutnya sedikit terbuka tetapi tidak berani bicara, Nayla baru menyadari sesuatu.

Dia menunduk. Kaus putihnya yang basah menempel ketat di tubuh. Dia langsung menepuk kepala Kei. "Dasar mesum, kamu lihat apa, hah?"

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 50

    Seluruh tubuh Kei menegang. Sambil menggendong Nayla, dia berjalan sampai ke ujung gang, lalu membungkuk untuk mengambil sebuah karung besar yang diletakkan di tanah dan kembali melangkah tanpa berkata apa pun.Dalam pelukannya, perasaan takut di hati Nayla perlahan mereda. "Apa yang kamu bawa itu?" tanyanya pelan."Hadiah," jawab Kei singkat.Nayla penasaran. "Hadiah apa?"Kei tidak menjawab. "Nanti sampai rumah kamu tahu."Senyum muncul di wajah Nayla. "Kamu sekarang sudah bisa jual mahal, ya."Mereka melewati gang gelap, lalu naik ke lantai atas dan membuka pintu rumah. Begitu lampu menyala, keduanya saling berpandangan.Rambut Nayla berantakan, kulit leher, tulang selangka, dan dada bagian atasnya dipenuhi bekas merah. Pemandangan ini membuat Kei tertegun.Nayla sedikit memberontak dan Kei pun segera menurunkannya. Sambil menundukkan kepala, suaranya terdengar dipenuhi rasa bersalah. "Kak, maaf. Kalau aku nggak marah sama kamu, dia nggak akan punya kesempatan buat nyakitin kamu."M

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 49

    Perasaan terhina membeludak dalam hatinya, tetapi Nayla tetap tidak bisa melepaskan diri. Dia terpaksa terus berusaha memukul Joel. "Mau gimana pun hidupku, itu bukan urusanmu! Lepaskan aku, dasar berengsek! Kalau kamu terus begini, aku akan menggugatmu pemerkosaan!"Jalanan ini sangat sepi. Di malam yang panas ini, hampir tidak ada seorang pun yang melewati tempat itu. Nayla berusaha menahan tubuh Joel yang mendesak semakin dekat, rasa putus asa menguasai hatinya.Mana mungkin tenaga wanita bisa menang melawan pria? Tempat duduk Nayla tiba-tiba diturunkan. Tubuhnya yang bersandar di kursi, langsung ditindih oleh Joel."Mana mungkin ada yang mau pinjamkan uang sebanyak itu? Nayla, kamu sepintar itu, kukira kamu sudah mengerti maksudku. Kalau sudah ambil uangku, berarti sudah menyetujui hubungan kita. Kenapa kamu naif sekali?"Joel menahan kedua pergelangan tangan Nayla di atas kepalanya, lalu menatap mangsanya yang tengah meronta di bawahnya."Nayla, aku tahu kamu masih belum bisa mene

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 48

    Nayla melihat Joel semakin lama semakin keterlaluan. Jemarinya yang memegang gelas air perlahan mengepal. Apakah Joel benar-benar sudah sebegitu tinggi hati dan lupa diri sampai berani berbicara sejelas itu? Apakah dia menganggap Nayla ini bodoh?Kalau Nayla sampai menuruti ajakannya, nanti ketika Kei tidak ada dan mereka tinggal di bawah satu atap, siapa yang bisa menjamin Joel tidak akan melakukan hal yang melampaui batas? Sudah terlalu sering Nayla melihat sisi gelap hati manusia seperti itu dan entah mengapa, pikirannya langsung teringat pada Kei yang polos dan jujur.Dia tidak ingin memperpanjang pembicaraan. "Aku sudah selesai makan, aku mau pulang," katanya sambil berdiri.Joel buru-buru ikut berdiri. "Masih banyak makanan belum disentuh, duduk sebentar lagi, ya!"Namun, Nayla tetap bersikap sopan dan tenang. "Aku sudah kenyang. Kamu lanjut saja makan."Setelah berkata demikian, dia berbalik hendak pergi. Dalam hati dia sudah memutuskan, nanti setelah benar-benar berpisah, dia a

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 47

    Saat mencuci mobil, pikiran Kei melayang jauh. Kata-kata menakutkan yang diucapkan Farlan terus terngiang di kepalanya. Ketika menerima telepon dari Nayla, awalnya dia sangat senang. Namun, Nayla berkata dengan dingin, "Kalau kamu nggak pulang hari ini, setelah ini jangan pernah pulang lagi."Ancaman itu membuatnya ragu.Namun, dia kembali teringat ucapan Farlan. Farlan mengatakan bahwa Nayla mau meminjam uang demi mengobatinya karena sangat menyayanginya, Kei pun yakin Nayla tidak mungkin benar-benar meninggalkannya.Dia mengeraskan suaranya, "Kalau kamu nggak kembalikan uang itu, aku nggak akan pulang!"Begitu kata-kata itu dilontarkan, Nayla langsung menutup telepon! Dia melangkah cepat menuju rumah kontrakan, sambil mengomel dengan kesal."Dasar anak nggak tahu terima kasih, susah payah aku rawat malah berani melawan! Nggak mau nurut ya? Oke, mulai sekarang kalau aku masih peduli sama kamu, aku ini binatang! Urusan hidupku sendiri saja belum beres, tapi masih sempat-sempatnya mikir

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 46

    "Masih nggak pulang juga kamu, ya!"Kei bersikeras, "Kalau kamu nggak kembalikan uang itu, aku nggak akan pulang!"Nayla yang mendengar bantahannya langsung naik pitam. "Kalau kamu sudah berpikir seperti itu, mulai hari ini jangan pernah pulang lagi!"Kei terdiam, hatinya mulai ragu.....Setelah melarikan diri dari rumah, Kei berjalan tanpa tujuan di sepanjang jalan raya. Dia masih marah pada Nayla karena bersikap rendah hati di hadapan pria lain dan marah pada dirinya sendiri karena tidak berguna, sampai-sampai membuat Nayla harus menunduk dan meminjam uang dari orang lain demi dirinya.Dia berjongkok di pinggir jalan, meninju kepalanya sendiri dengan tangan. Kenapa dia tidak bisa sembuh saja? Kalau pikirannya bisa normal, semua masalah ini pasti tidak akan ada!Sebuah mobil Maybach hitam berhenti di sampingnya. Dalam pandangannya, muncul sepasang sepatu kulit hitam. Perlahan-lahan, Kei mendongak dan melihat seorang pria berdiri di depannya dengan senyum samar di wajahnya.Farlan men

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 45

    Nayla benar-benar marah sampai kehilangan kendali, dia mulai bicara tanpa berpikir panjang, "Kamu itu orang bodoh, bisa dapat uang berapa! Sebulan paling banyak enam atau delapan juta, kamu tahu orang lain sebulan bisa dapat berapa? Kamu cuci mobil seumur hidup pun nggak akan dapat uang sebanyak mereka dalam setahun!"Kei terdiam. Dia sering merasakan dari tatapan dan perkataan orang lain yang berupa penghinaan, ejekan, rasa meremehkan. Dia tahu dirinya berbeda, karena dia memang orang bodoh.Nayla juga sering memanggilnya si bodoh, tetapi tatapan dan nada bicaranya berbeda dengan orang lain. Meskipun Nayla memanggilnya begitu, dia tidak pernah merasa jijik terhadap Kei. Karena itu, kebaikan dari kakaknya terasa sangat berharga bagi dirinya. Namun sekarang, kata-kata Nayla tidak berbeda dengan orang-orang lain.Nayla sudah mulai membencinya. Dia merasa sangat sedih. Dada Kei terasa sakit, perasaan nyeri yang menusuk itu sampai membuatnya ingin berteriak. Nayla menatap Kei yang terdiam

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status