Home / Rumah Tangga / Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya / Bab. 03. Niat Busuk Victory dan Bu Helena

Share

Bab. 03. Niat Busuk Victory dan Bu Helena

Author: Kurnia
last update Last Updated: 2024-07-10 15:08:54

Dengan santai Han menjawab, “Aku tidak dipecat, Sayang. Hari ini atasan di pabrik datang. Sehingga karyawan tidak diperkenankan untuk lembur. Mangkanya aku bisa pulang lebih awal.”

Cani menghela napas panjang, rasa lega membanjiri hatinya. Suaminya ternyata tidak dipecat.

"Oh ... Kirain dipecat,” sahut Mbak Fatin. “Tapi, kalau enggak lembur bayarannya makin dikit. Mana ada duit buat beli rumah keprabon,” lanjutnya mencibir.

“Membeli rumah Keprabon?” tanya Han mengernyitkan dahi.

Cani enggan berdebat, dengan lembut meminta Han masuk rumah. Tanpa membantah, Han menurutinya.

“Kita bisa bicarakan ini nanti, Mbak. Lagi pula, Mas Han nggak ada hubungannya dengan warisan keluarga kita. Aku harap, Mbak Fatin tidak menyudutkan Mas Han,” tegas Cani.

Dengan langkah cepat, Cani bergegas menuju rumah, ia tak mau berlama-lama menunggu tanggapan kakaknya.

Begitu masuk ke dalam rumah, Cani sudah disambut oleh Han yang ternyata menunggunya.

“Maksud dari mbakmu apa, Sayang?” tanya Han bersuara lembut.

Cani meletakkan barang bawaannya kemudian duduk di samping Han.

“Mereka mulai mengungkit tentang rumah ini, Mas. Rumah yang kita tinggali ini statusnya masih milik ayah,” terang Cani.

Han mengerutkan dahi mendengar penuturan Cani.

“Sebagai bentuk terima kasih. Ayahmu telah memberikan tanah beserta rumah ini kepadamu. Hanya kamu satu-satunya anak yang mau merawat ayahmu yang sakit.” Han mengingatkan Cani.

Cani menggelengkan kepala pelan.

“Itu hanya sekedar ucapan saja. Tidak ada bukti tertulis yang memperkuat pernyataan tersebut,” jelas Cani.

“Lantas, apa yang akan dilakukan saudara-saudaramu?” tanya Han penasaran.

“Kata Mbak Fatin, aku harus membeli rumah ini. Kalau aku nggak mampu, aku harus rela rumah ini dibeli oleh suami Victory. Tentu saja, nanti aku juga bakal dapat uang dari penjualan rumah ini,” jelas Cani bersedih.

“Mas Han, aku harus ngapain? Aku nggak mau rumah ini jatuh ke tangan orang lain, selain anggota keluargaku sendiri. Rumah ini sudah ada sebelum ibu kandungku meninggal,” lanjut Cani sedikit mengeluh.

Han menangkup kedua pipi tembem Cani. Jempolnya memberi elusan lembut di sana. Tindakan Han membuat Cani merasa tenang.

“Semua akan baik-baik saja. Kamu tidak perlu memikirkan sesuatu yang belum terjadi,” ucap Han.

“Hal itu pasti terjadi. Sekarang, seluruh saudaraku sudah memihak pada Victory dan Bu Helena. Kudeta untuk mendepakku akan segera dimulai.” Cani meluapkan kekhawatirannya.

“Jika mereka berani melakukannya. Mereka akan mendapatkan balasan. Yang menjadi saksi atas pernyataan ayahmu waktu itu bukan hanya aku, melainkan kakak pertamamu, dan Bu Helena. Kita lihat saja nanti. Apakah mereka berdua bersikap jujur atau tidak.”

Cani mengangguk mengerti. Hatinya yang sempat gundah. Kini kembali tenang. Suaminya sangat hebat membuat dirinya legowo.

“Sudah ah, enggak mau mikir yang aneh-aneh!” ucap Cani.

“Mending kita makan bareng yuk! Aku tadi masak hati ampela kesukaanmu loh, Mas,” ajak Cani.

Han mengikuti Cani yang berjalan menuju ke dapur. Han tersenyum saat aroma harum masakan Cani tercium. Keduanya pun duduk bersama di lantai, setelah Cani memberi Han sepiring makanan.

“Tadi di warung Mbok ada diskon. Yaudah aku beli hati ampela agak banyak. Syukurlah, bisa makan makanan enak selama dua hari,” ungkap Cani.

Han tersenyum melihat istrinya senang. Dia pun memakan masakan Cani dengan lahap.

"Gimana hasil penjualan hari ini?" tanya Han.

"Laris manis, Mas. Banyak orang bermobil berhenti beli keripik pisangku," jawab Cani sumringah.

"Syukurlah ... Uangnya disimpan ya."

Cani mengangguk seperti anak kecil. Sikap manjanya selalu keluar ketika sedang berduaan bersama sang suami.

***

Cani tidak menyangka. Waktu itu tiba dengan cepat. Baru saja dirinya dan sang suami membahas soal rumah keprabon. Dua hari kemudian saudara-saudara Cani pada datang ke rumah.

Mereka datang tanpa pemberitahuan sebelumnya. Alhasil Cani hanya bisa menurut sambil masih kebingungan.

"Mas Han keluar dulu deh. Kamu bukan anggota keluarga." Victory mengusir Han.

"Kenapa kok Mas Han aja yang disuruh keluar? Suamimu juga harus keluar dong," timpal Cani.

"Heh! Suamiku ini yang punya kuasa. Gak sopan kamu, Mbak! Nyuruh suamiku keluar!" sungut Victory tidak terima.

"Biar adil! Katanya yang bukan anggota keluarga harus keluar?" balas Cani.

"Nggak usah ngeributin hal tidak penting. Kalau Han masih ingin di sini. Biarkan saja. Lebih banyak saksi, lebih baik," tutur Indra mererai keributan.

"Tuh, suamimu saja mengerti," ucap Cani.

Wajah Victory berubah nyolot. Tapi, berhubung suaminya tak mempermasalahkan. Mau tak mau Victory membiarkan Han tetap di dalam ruangan.

"Baiklah, kita mulai saja. Kami datang ke sini untuk membicarakan rumah ini. Bagaimana enaknya saja. Biar nggak terjadi perpecahan," tutur Bu Helena.

Berbicara seperti ibu peri yang membawa perdamaian. Padahal Bu Helena sendiri yang mengakibatkan perpecahan di antara saudara Cani.

"Nggak usah basa-basi, Buk. Langsung saja ke intinya. Aku nggak tahan di sini lama-lama," desak Victory.

"Kalian berdua tinggal di rumah keprabon. Setelah pemilik rumah meninggal, kalian harus membaginya secara merata ke ahli waris," jelas Bu Helena.

"Aduh! Kalimat, Ibu masih terlalu panjang," cibir Victory.

"Intinya gini ... Mbak Cani kasih uang ke kita sesuai dengan harga rumah ini. Atau nggak, Mbak Cani jual aja rumah ini ke suamiku. Nanti uangnya bisa kita bagi rata," terang Victory.

Cani terdiam. Dia menunggu kakak pertamanya berbicara mengenai wasiat sang ayah sebelum meninggal.

"Mbak Cani ini dengar nggak sih? Kok malah kayak patung!" tegur Victory mulai kesal.

Cani berusaha menahan diri agar tidak menginterupsi kakak pertamanya yang sedari tadi diam.

"Pasti lagi mikir. Nggak usah mikir segala. Jual saja ke Tuan Indra!" seru Mbak Fatin.

Cani menatap Mbak Fatin dengan sengit. Bisa-bisanya kakak kandungnya dengan lantang mengatakan hal tersebut.

"Manggil adik iparnya pakek sebutan tuan? Segitunya," batin Cani.

"Lagian, mana mungkin kamu punya uang ratusan juta buat beli bagian-bagian kami di rumah ini," lanjut Mbak Fatin.

"Mbak Fatin ternyata lebih pintar dari Mbak Cani," puji Victory.

Gara-gara ocehan Mbak Fatin. Suasana di dalam ruang tamu mulai memanas kembali.

"Nanti kalau Indra membeli rumah ini. Sertifikatnya bakal atas nama siapa? Victory kah?" tanya Cani ingin memastikan.

"Mbak Cani kok lucu?" ledek Indra seraya menatap Cani dengan sinis, “Belinya pakek duitku. Yo jelas sertifikat atas namaku."

Cani menggelengkan kepalanya. Sebagai anak yang sangat mencintai kedua orang tuanya. Cani tak rela jika peninggalan ayahnya harus jatuh ke tangan orang lain. Apalagi Cani tahu persis, bagaimana susahnya sang ayah memperbaiki rumah agar nyaman dihuni oleh anak-anaknya.

"Kasih rumah ini padaku. Nanti aku kasih uang tiga ratus juga," kata Indra enteng.

"Tiga ratus juta? Rumah ini berada di tepi jalan raya. Dan memiliki luas tanah 24×16 meter persegi. Terlalu murah jika dihargai segitu." Tiba-tiba Han bersuara.

"Halah! Tahu apa kamu soal harga tanah! Mending kamu diam saja, Han!" bentak Indra.

"Aku nggak mau jual rumah ini sama kamu!"

Bersambung ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 161. Awal Dari Kehidupan Baru

    Setelah menghancurkan tablet tersebut hingga tak berbentuk, tiba-tiba layar televisi di sampingnya menyala sendiri, menampilkan adegan di mana Hime mengakui segala kebohongannya mengenai kemandulan Han. Seketika tubuh Hime melorot dan terjatuh di atas lantai.Perhatian Hime kembali fokus pada layar televisi ketika sosok Han tampil di sana. Han menyatakan jika kini ia sudah tidak peduli kepada Hime. Han juga telah mengeluarkan Hime dari Black Ice. Han mencabut segala fasilitas yang ia berikan pada Hime.Di akhir ocehan Han, pria itu tersenyum dan berterima kasih pada Hime. Namun Han berjanji akan menjaga keselamatan Hime.“Sialan! Beraninya kamu membuangku setelah semua yang aku lakukan untukmu!” geram Hime melempar piring berisi makanan ke layar telivi yang masih menyala.Hime berteriak seperti orang kehilangan akal. Semua rencanya berantakan, dan sekarang justru rencana itu berbalik menusuknya. Dia sama sekali tak menyangka jika Han aka

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 160. Penjebakan Kejam

    Setelah makan malam romantis, Han mengajak Hime ke sebuah hotel bintang lima yang sangat terkenal di kota. Keduanya menikmati suasana nyaman yang tersaji dari balkon kamar, dengan Han yang memeluk Hime dari belakang.“Han ... Apa kamu benar-benar menyukaiku?” tanya Hime mamastikan.“Tak hanya menyukaimu, aku juga mencintaimu,” jawab Han cepat.Hime tertawa kecil. “Tapi ... Kita tidak bisa bersama.”“Kenapa?” Han membalik tubuh Hime agar menghadap dirinya.“Karena ada Cani,” bisik Hime menenggerkan kedua lengannya pada pundak lebar Han.Han tertawa renyah, ia berkata, “Itu bisa diatur.”“Jadi, kamu akan menceraikan wanita kampung itu?”Han tidak menjawab, ia justru menggendong Hime, dan membawa tubuh sexy Hime menuju ranjang. Han melempar tubuh Hime di atas kasur, lalu menindihnya.“Han? Kamu serius?” Hime melototkan kedua matanya. Apalagi saat Han merobek gaun indah yang dikenakan Hime.“Hime, apa kamu tahu? Cani sedang hami sekarang,” ucap Han bernada rendah.Sontak Hime terkejut, na

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 159. Rencana Han

    Jika memang benar Cani hamil sebelum diculik oleh Rio, maka bayi yang dikandung Cani merupakan darah daging Han. Demi membuktikan, dan meluruskan segalanya, hari ini juga Han mengunjungi klinik dokter kenalan Hime yang menyatakan bahwa ia mandul.Begitu sampai di klinik, Han langsung mengobrak-abrik tempat praktik dokter tersebut. bahkan Han juga menyandera para asisten dokter guna makin memberi tekanan.Han memaksa Dokter untuk mengatakan yang sebenarnya, jika tidak, Han akan melubangi kepala Dokter dengan peluru. Tak hanya itu, Han juga mengancam akan membuat kematian Dokter terasa sangat menyakitkan. Dalam kata lain, Han tak ‘kan begitu saja melenyapkan nyawa Sang Dokter.Dengan ekspresi penuh ketakutan, Dokter akhirnya mengaku jika ia dibayar Hime untuk membohongi Han mengenai kesuburan. Darah Han seketika mendidih ketika Dokter mengungkapkan segalanya.Han yang berada dalam kendali amarah, langsung memasukkan ujung pistol ke dalam mulut Dokter, dan melepas peluru yang membuat kep

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 158. Kebenaran Mulai Terbuka

    Hime tersenyum tipis. “Yang memintaku tinggal di sini adalah Han. Tapi, jika Kepala Keluarga Ditmer mengusirku, aku akan hengkang.”Albert mencengkeram pergelangan tangan Hime ketika wanita itu hendak beranjak meninggalkannya. Ia sangat ingin membahas mengenai dokter perkebunan yang meninggal mengenaskan, namun Albert menundanya. Entah mengapa, perasaannya tidak enak.“Kembalilah mengurus Kartel, aku membutuhkan bantuanmu,” pinta Albert.Hime melipat kedua tangan pada dada. Ia menghela napas sebelum berkata, “Kamu masih membutuhkan bantuanku untuk mengurus Kartel? Bukankah aku di sini untuk membantu Cani?” Hime mengernyitkan dahi.“Sudah banyak pelayan yang membantu Cani,” sahut Albert. “Biarkan Cani mengurus segala urusan di rumah ini sendirian,” tandasnya menatap lurus Hime.Dengan amat sangat terpaksa, Hime menyetujui permintaan Albert.“Aku menurutimu karenam neghomatimu sebagai Pemimpin Black Ice,” pungkas Hime berlalu meninggalkan Albert yang terdiam.Dari sekian banyak pria di

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 157. Tak Goyah Sedikitpun

    Beberapa hari berlalu, Han melangkah pelan ke sisi ranjang, tangannya terulur untuk meraih tangan Cani yang dingin. Han tahu istrinya masih bersedih, masih terombang-ambing dalam kenyataan pahit tentang siapa ayah dari bayi di perutnya.Tanpa berkata apa pun, Han menggenggam tangan Cani, memberikan ketenangan yang hanya bisa diberikan oleh sentuhan lembut seorang suami.Cani terisak, sesekali mengusap perutnya yang masih tampak rata. Kehamilannya, seharusnya menjadi kabar gembira, namun malah membuatnya hancur."Sayang ...." bisik Han lembut. "Percayalah, aku tak peduli siapa ayah bayi kita. Yang penting, bayi ini akan tumbuh dalam keluarga kita, dengan cinta dan kasih sayang kita berdua. Aku akan menjadi ayahnya, aku akan bertanggung jawab sepenuhnya."Air mata Cani kembali menetes, kali ini bukan air mata kesedihan, melainkan haru. Han bersungguh-sungguh, Cani dapat melihatnya dari sorot mata Han yang penuh kasih sayang."Kenapa? Aku telah mengkhianatimu, Mas," lirih Cani mengalihka

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 156. Kenyataan Pahit Dari Hime

    Senja menyelimuti kediaman keluarga Albert. Di ruang kerjanya yang luas, Albert, kepala keluarga yang disegani, duduk termenung dengan ditemani secangkir kopi yang masih hangat di tangannya. Pikiran Albert dipenuhi oleh cerita Eila, pelayan pribadi sekaligus sahabat Nyonya Ditmer, tentang kecurigaan Eila terhadap sikap aneh Hime.Setelah beberapa saat berpikir, Albert mengambil keputusan. Ia bangkit dari kursinya, wajahnya dipenuhi dengan keraguan. Ia memanggil anak buahnya yang berada tak jauh darinya. "Ya, Tuan?"“Aku perlu kau melakukan sesuatu. Awasi Hime. Laporkan setiap gerak-geriknya kepadaku. Lakukan dengan hati-hati, jangan sampai ia menyadari hal ini.” Suara Albert terdengar tegas. Pria tinggi tegap itu mengangguk hormat, menerima perintah tanpa bantahan.***Di sisi lain, angin yang berhembus sepoi-sepoi, membawa aroma tanah basah dan sedikit bau anyir dari kandang buaya raksasa.Hime memandang Han yang berdiri sambil memperhatikan buaya peliharaannya, beberapa ekor buay

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status