Share

3). Pesta Pernikahan

***

Garden party.

Begitulah tema pesta resepsi pernikahan Adara dan Danendra sore ini. Digelar di tempat yang sama dengan tempat akad nikah, acara nampak meriah oleh tamu-tamu terhormat.

Menjalani serangkaian proses, siang tadi Adara dan Danendra resmi menikah. Direstui kedua pihak keluarga, acara berjalan dengan lancar dan khidmat.

Menggantikan Rafly, Danendra menjalankan tugasnya dengan baik—membuat keluarga Adara bahagia. Namun, tentunya tidak dengan Adara sendiri, karena alih-alih hanyut dalam kebahagiaan, perempuan itu justru dilanda sedih.

Tak sebentar, rasa sedih Adara awet hingga sekarang karena melihat semua yang ada di venue pernikahan, dirinya teringat pada Rafly yang entah bagaimana nasibnya.

Ah, Rafly. Di tengah hingar bingar pesta resepsi, pikiran Adara justru berkelana memikirkan kekasihnya itu. Masih hidupkah dia? Selamatkah dia? Atau mungkin sekarang Rafly sudah di surga?

Ah, Ya Tuhan. Rasanya semua ini berat bagi Adara. Membayangkan Rafly tak selamat membuat hatinya sakit. Namun, di sisi lain dia tak boleh menunjukan sakitnya karena jika Adara menangis, Danendra akan dilanda malu.

"Ini minumnya ... lho, Ra. Kamu nangis?"

Danendra yang baru saja kembali setelah mengambil minum untuk Adara, tentu saja terkejut melihat istrinya berkaca-kaca sambil memandangi area dansa yang sudah tersedia.

Punya impian sejak dulu ingin berdansa bersama Rafly setelah menikah, Adara memang sengaja menyiapkam semuanya di acara resepsi. Namun, sekarang ketika waktunya tiba, Rafly justru tak ada.

"Eh, Dan. Udah ambil minumnya?" tanya Adara yang langsung sigap menyeka sedikit air mata di pipinya.

"Kamu kenapa?" tanya Danendra. Duduk di salah satu kursi tamu, dia menatap Adara dengan seksama. "Mikirin Rafly?"

"Kok kamu tahu?" tanya Adara.

Danendra tersenyum. "Siapa lagi yang kamu pikirin di saat kaya gini selain dia, Ra," ucapnya. "Seharusnya yang duduk di depan kamu itu kan, dia. Bukan aku."

"Dan aku ...." Adara kini justru merasa tak enak dengan Danendra. Mendengar ucapan yang dilontarkan pria itu, entah kenapa dia merasa Danendra tersinggung. "Maaf aku enggak bermak-"

"Its okay," kata Danendra. "Kamu enggak perlu minta maaf. Kamu sama sekali enggak salah."

"Tapi kan, Dan-"

"Jangan sedih," kata Danendra. "Nanti tamu nyangkanya kamu diapa-apain sama aku."

Adara tersenyum. "Enggaklah, Dan. Mana mungkin," ucapnya. "Kebanyakan tamu yang datang sore ini itu temen aku dan mereka tahu kamu."

"Kan kali aja ada yang enggak kenal aku, Ra," kata Danendra.

"Danendra Putra Alexander," ucap Adara—sengaja menyebut nama lengkap suaminya itu. "Semua tamu di sini atau bahkan orang asing pun akan tahu siapa kamu, Dan."

"Kamu berlebihan."

"Aku serius," kata Adara.

"Minumnya." Tak mau terlihat salah tingkah karena pujian Adara, Danendra langsung meraih gelas berisi minuman lalu memberikannya pada Adara. "Tadi kan kamu bilang haus."

"Makasih," kata Adara.

"Sama-sama."

Hampir dua jam berlangsung, pesta resepsi Adara dan Danendra sampai pada acara puncak dan yang paling ditunggu-tunggu yaitu dansa.

Berlatarkan rumput hijau yang dikelilingi lilin elektrik juga kelopak bunga mawar putih, Danendra dan Asara berdiri berhadapan dan tentu saja para tamu siap menjadi saksi dansa romantis keduanya.

"Kalau canggung, pegangannya enggak usah rapat-rapat. Enggak apa-apa," kata Danendra sebelum dansa dimulai.

Namun, entah kenapa Adara justru merasa ucapan Danendra memiliki arti sebaliknya. Dia merasa ucapan itu justru memiliki arti; pegangan saja yang erat karena kini Adara justru berpegangan erat pada pinggang Danendra.

"Ra."

Adara hanya memandang Danendra tanpa banyak berucap, hingga sebuah lagu dari Bright Eyes yang berjudul firs day of my life, akhirnya mengalun di area pesta.

Perlahan, Danendra dan Adara mulai berdansa dengan tenang mengikuti alunan lagu tersebut dan tentunya para tamu yang menyaksikan dansa romantis itu langsung mengeluarkan ponsel bahkan kamera untuk mengabadikan momen.

Entahlah. Meskipun, mereka cukup tahu jika Danendra bukan pengantin pria sebenarnya, rasa suka tetap saja menyelimuti karena bagi para tamu—khususnya yang mengenal Danendra, pria itu bisa dibilang cukup sempurna untuk menjadi seorang suami.

Kaya? Tentu saja. Besarnya perusahaan Alexander juga cabang yang ada di mana-mana membuat kekayaan keluarga Danendra tak bisa diragukan.

Tampan? Danendra seperti dewa yunani. Berbeda dari kedua saudaranya yang memiliki manik abu dari sang papa, Danendra justru memiliki warna mata coklat hazel yang diwarisi dari sang Mama.

Rahang yang tegas, alis tebal juga proporsi yang tinggi membuat Danendra terlihat begitu perfect. Dari segi sikap pun dia berbeda dari kedua saudaranya yang keras.

Danendra bisa dibilang soft boy yang memiliki hati selembut sutra dan tentunya semua itu sudah terbukti—dilihat dari bagaimana cara dia menolong Adara—perempuan yang dicintainya menghadapi masalah.

"Dansanya romantisnya sudah, tinggal kissing scenenya yang belum!"

Menyelesaikan kegiatan dansa, Danendra dan Adara langsung disambut intruksi sang pembawa acara yang disambut riuh para tamu.

Kissing scene. Momen yang paling ditunggu-tunggu para tamu di setiap pernikahan karena memang semuanya lumrah dilakukan. Tak perlu berlebihan, pasangan pengantin biasanya hanya akan menempelkan bibir mereka masing-masing atau mungkin sedikit lebih intim—tergantung dari keberanian mereka.

"Itu perlu ya?" tanya Danendra.

Adara menatap Danendra kikuk. Meskipun semuanya sudah diganti, nyatanya tak semua bisa terganti termasuk susunan acara resepsi yang sudah diberikan pada sang pembawa acara beberapa hari sebelum pernikahan.

Adara dan Ralfy yang berencana menikah atas dasar sama-sama cinta memang sengaja menyelipkan kissing scene setelah dansa selesai tanpa tahu jika saat pesta tiba, Danendralah yang berdiri di depan Adara untuk melakukan semuanya.

"Kalau kamu enggak keberata-"

"Harusnya aku yang nanya itu," kata Danendra. "Kamu pasti udah bayangin momen indah sama Rafly. Kalau kamu keberatan lakuin sama aku, kamu bisa bilang sama pembawa acaranya untuk lewatin momen ini."

"Dan."

"Jangan merasa terbebani dengan perasaan aku ke kamu, Ra," ucap Danendra yang memang sempat mengungkap perasaannya pada Adara, sebelum menikah.

"Enggak usah dilewatin," kata Adara yang akhirnya berusaha memantapkan hati. "Kamu suami aku sekarang, dan kita boleh melakukan semua itu."

"Tapi Ra-"

"Its okay, Dan."

Mengikuti intruksi, Danendra mulai menangkup wajah Adara dengan kedua telapak tangannya, sementara Adara yang memiliki tinggi badan lebih pendek—harap-harap cemas menunggu bibir Danendra mendarat di bibirnya.

"Kamu tega khianatin aku, Ra? Kamu jahat!"

Entah darimana asalnya, Adara tiba-tiba saja dibuat terkejut ketika suara Rafly terdengar jelas di telinganya—membuat dia yang hampir saja berciuman dengan Danendra, langsung mendorong dada suaminya itu dengan telapak tangan ketika bibir Danendra bahkan hampir saja menyentuh bibirnya.

"Ra."

Danendra yang mundur selangkah karena keterkejutannya langsung memandang Adara penuh tanya, begitupun para tamu yang terkejut karena memang dorongan Adara pada Danendra tak pelan.

"Rafly, Dan. Aku dengar suara Rafly barusan," kata Adara.

"Rafly? Di mana, Ra?"

"Enggak tahu, Dan, tapi aku dengar suaranya barusan," kata Adara. Dia kemudian mengedarkan pandangannya untuk mencari sosok Rafly setelah telinganya dengan jelas mendengar suara pria itu. "Rafly. Kamu di mana, Raf?"

"Enggak ada Rafly di sini, Ra," kata Danendra yang langsung mendekati Adara lagi lalu mendaratkan kedua tangannya di bahu Adara.

"Ada, Dan! Barusan aku dengar suaranya," kata Adara. "Kamu tunggu sebentar di sini ya, aku pastiin dulu."

Adara berniat melangkahkan kaki keluar dari area dansa. Namun, kakinya terhenti ketika Danendra meraih tangannya.

"Kamu mau ke mana, Ra?"

"Sebentar, Dan. Aku harus pastiin dulu," kata Adara.

"Enggak ada Rafly di sini, Adara," ujar Danendra.

"Suaranya ada, Danendra!" kata Adara dengan suara yang sedikit meninggi lalu setelah itu dia melepaskan paksa tangan Danendra dari lengannya. "Kamu tunggu di sini, aku mau pastiin dulu."

Tanpa menghiraukan Danendra maupun para tamu yang menatapnya heran, Adara langsung berjalan dengan tergesa-gesa menuju pintu masuk tempat pesta resepsinya digelar, sementara Danendra masih berdiri di tempatnya tak tahu harus berbuat apa.

Hingga suara seorang perempuan membuatnya menoleh.

"Belum apa-apa dia udah berani gituin kamu, Dan. Apa kabar nanti?"

Komen (7)
goodnovel comment avatar
Chacha Unyil
akhirnya nikah juga
goodnovel comment avatar
Chacha Unyil
ya ampun dara mau kamu apa sih
goodnovel comment avatar
Hamid Ahmad
kalian GK berjodoh udah trima aja takdir masing2 walaupun hidup Rafly
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status