***
“Dia membantuku karena aku menyelamatkan hidupnya, dia hanya ingin membalas budi,” kata Maximilian.
“Aku lupa kalau kamu seorang preman,” ucap Anastasia. Ia melihat wajah pria itu yang masih memar, “Aku akan memangil dokter ke sini, sekaligus memperkenalkanmu padanya. Dia sahabat baikku, tapi aku hanya ingin kontrak pernikahan kita ini tidak ada yang mengetahuinya. Kamu mengerti?”
“Iya. Lakukan saja apa yang kamu mau,” balas Maximilian.
“Dan juga meski kita sudah sah menjadi suami-istri, tapi semuanya ada batasannya, Max. Kita menikah karena perjanjian dan aku harap selama pernikahan kita tidak ada kontak fisik. Kamu pasti mengerti apa yang aku maksud, bukan?”
“Kamu tidak mau kita terlibat kontak fisik karena aku hanya seorang pria miskin?” tanya Maximilian dengan sengaja.
Anastasia menggelengkan kepalanya, “Aku tidak sembarangan disentuh pria manapuh, Max. Termasuk mantan kekasihku, aku tak pernah tidur dengannya meski dia selalu mencoba membujukku untuk menyerahkannya. Aku juga melepaskan semua tawaran film ataupun drama romantis karena aku memang tidak nyaman jika harus bermesraan dengan seseorang yang tidak ada di hatiku.”
Maximilian tertegun, kenapa bisa ia dan perempuan itu tidak suka sembarangan disentuh?
Anastasia menghela napas panjang, “Besok aku akan menunjukkan buku nikah ini dan mematahkan rumor kalau aku adalah perempuan murahan.” Lalu, ia menatap Maximilian, “Kamu bisakah besok ikut untuk menghadiri konferensi pers?”
“Kenapa aku harus ikut?”
“Karena kamu adalah suamiku,” balas Anastasia.
Maximilian tertegun sejenak, ia memang sudah meninggalkan New York sepuluh tahun yang lalu, tapi ibunya... adalah seorang sosialita dan juga dari catatan yang ia baca tentang Anastasia, Anastasia Noire adalah penyanyi papan atas dan juga sangat populer, ia juga tahu kalau ibunya, Selene Kingsley adalah penggemarnya. Jika ia ikut diperkenalkan di depan publik sebagai suami Anastasia itu bisa membuat ibunya membongkar identitas aslinya. Ia tidak mau kalau rencananya yang baru dimulai gagal.
“Aku tidak mau,” ucap Maximilian.
Anastasia mengangguk, ia mengerti. “Aku tahu pasti kamu tidak mau publik tahu siapa identitasku. Baiklah, aku juga tidak akan memaksamu untuk bisa memahami duniaku. Bagiku yang terpenting adalah buku nikah ini,” katanya tersenyum.
Anastasia menatap jam dinding, malam semakin larut. “Sebelum konferensi pers esok pagi, temanku akan datang untuk memeriksa kondisimu.”
“Tidak perlu.”
“Kenapa?” tanya Anastasia.
“Besok aku harus menemui temanku, aku akan mengobati wajah bengkak ini, mungkin dua hari aku akan di sana karena aku membayar jasanya dengan tenagaku,” balas Maximilian.
Anastasia mengernyitkan keningnya, ia penasaran, tapi ia tidak mau ikut campur dengan kehidupan pribadi pria itu. “Aku merasa lelah dan ingin istirahat. Di ponsel itu ada kontakku, jika kamu perlu sesuatu bisa hubungi aku. Kamu tidurlah, selamat malam, suami rahasiaku.”
Setelah Anastasia pergi dari hadapannya, Maximilan tertegun dan ia pun tersenyum. “Suami rahasia? Kau akan terkejut jika tahu suami rahasiamu ini akan menjagamu dari dunia yang kejam.”
***
Keesokan paginya, Anastasia duduk di ruang tamu apartemennya, tangannya gemetar saat ia menelusuri kontak-kontak di ponselnya. Nama-nama yang dulu selalu mengelilinginya, yang pernah bersaing untuk mendapatkan perhatiannya, kini terasa seperti bayangan masa lalu yang memudar. Satu per satu, ia mencoba menghubungi mereka—teman-teman yang dulu selalu mengaku ada di sisinya, namun kini seolah menghilang tanpa jejak.
Telepon pertamanya ke Vivienne, mantan sahabat yang dulu sering menemaninya di studio rekaman, berakhir tanpa hasil. Pesan suaranya tidak pernah dijawab, dan telepon berikutnya bahkan tidak diangkat sama sekali. Anastasia merasakan gelombang kekecewaan menghantam dirinya, tapi ia tidak menyerah. Dengan nafas berat, ia melanjutkan menghubungi orang-orang yang dulu ia pikir akan selalu ada untuknya.
Ketika akhirnya ia berhasil menghubungi Daryl, mantan produser yang pernah memujinya setinggi langit, percakapan mereka hanya berlangsung singkat.
"Anastasia?" Suara Daryl terdengar dingin dan jauh, berbeda dari nada hangat yang dulu ia kenal.
"Ya, ini aku. Daryl, aku butuh bantuanmu. Aku baru saja menyelesaikan beberapa lagu baru dan—"
"Maaf, Ana," potong Daryl cepat. "Aku dengar kabar tentang situasimu sekarang, dan aku harus jujur, kita tidak bisa bekerja sama lagi. Reputasimu... sudah terlalu rusak. Tidak ada label yang mau mengambil risiko."
Kata-katanya terasa seperti tamparan keras. Anastasia terdiam, menelan kepahitan yang mulai memenuhi tenggorokannya. "Aku mengerti," jawabnya pelan, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang di sudut matanya. "Terima kasih."
Daryl tidak mengatakan apa-apa lagi sebelum menutup telepon, meninggalkan Anastasia sendirian dengan keputusasaan yang semakin dalam. Telepon berikutnya ke kontak lain pun tidak memberikan hasil yang berbeda. Satu per satu, orang-orang yang pernah mengelilinginya, menarik diri, meninggalkan Anastasia dalam kehampaan yang semakin menjeratnya.
Setelah beberapa jam yang melelahkan, Anastasia duduk terdiam di sofa, menatap kosong ke arah jendela. Di luar, langit New York yang kelabu tampak seakan mencerminkan suasana hatinya. Tanpa sadar, matanya mulai berkaca-kaca menahan tangisnya, menandai betapa hancurnya perasaannya. Dulu, ia adalah bintang yang bersinar terang, dikelilingi oleh teman-teman yang tampak peduli. Namun kini, ia merasa seperti sisa-sisa bintang yang jatuh dan terbakar habis, meninggalkan kehampaan di tempat yang pernah penuh cahaya.
Seketika, pintu apartemennya terbuka dan Lyra, manajer sekaligus teman terdekatnya, masuk dengan langkah cepat. Wajahnya serius, seolah membawa kabar yang penting.
"Ana, kamu sakit? Aku mencoba menghubungi tadi, tapi kamu tak meresponnya” ucap Lyra.
"Aku mencoba menghubungi semua orang," jawab Anastasia lirih. "Teman-teman, produser, semua orang yang dulu ada di sekitarku. Tidak ada satu pun yang mau membantuku. Mereka semua menolakku, Lyra. Mereka bilang reputasiku sudah hancur."
Lyra terdiam sesaat, menimbang-nimbang kata-kata yang akan ia ucapkan. Ia tahu situasi ini sulit, namun ia juga tahu bahwa menyerah bukanlah pilihan.
"Ana, dengar," ujar Lyra dengan suara tegas. "Kau tidak bisa terus seperti ini. Kau masih punya bakat, dan kau masih punya kesempatan untuk bangkit. Tapi kau harus mengambil langkah yang berani."
"Apa maksudmu, Lyra?" tanya Anastasia.
"Kita perlu membuat pernyataan resmi," jawab Lyra dengan tegas. "Kita harus menghadapi publik. Lakukan konferensi pers dan jelaskan semuanya. Mereka pasti penasaran dengan pria yang tinggal bersamamu. Gunakan itu sebagai keuntunganmu. Setidaknya kau bisa mengendalikan narasi sebelum semuanya menjadi lebih buruk."
“Aku memang ingin melakukan konferensi pers, meski aku tidak yakin apakah sentimen publik padaku akan berubah,” balas Anastasia.
Lyra menatap Anastasia dengan penuh kesungguhan. "Kau tidak bisa mengendalikan apa yang orang lain pikirkan, Ana. Tapi kau bisa mengendalikan bagaimana kau menyikapinya. Kau bisa menunjukkan kepada mereka siapa dirimu sebenarnya, bukan apa yang mereka anggap sebagai kebenaran."
Anastasia menatap Lyra, merasakan secercah harapan muncul di dalam hatinya. "Aku akan melakukannya, Lyra," akhirnya ia berkata, dengan suara yang lebih tegas. "Aku akan menghadapi mereka. Aku akan buktikan bahwa aku lebih dari apa yang mereka pikirkan."
Lyra mengangguk setuju, senyum tipis muncul di wajahnya. "Itu yang ingin kudengar. Kita akan merencanakan konferensi pers ini dengan baik. Ini adalah kesempatanmu untuk mengubah keadaan."
“Iya. Aku tidak boleh lemah! Terlebih pada dua manusia itu, aku akan membuat mereka melihat bagaimana seorang Anastasia Noire itu tak tumbang!” kata Anastasia penuh keyakinan.
***
***Langit cerah menaungi villa pribadi keluarga Kingsley, dihiasi dengan alunan lembut musik klasik yang mengiringi para tamu undangan menuju taman yang telah disulap menjadi tempat upacara pernikahan megah. Anastasia berdiri di balik tirai putih, mengenakan gaun pernikahan yang memukau. Gaun itu dirancang khusus oleh Celine Idzes, penuh detail renda yang elegan, dengan ekor panjang yang membuatnya tampak seperti seorang ratu.Rhett berdiri di sampingnya, mengenakan setelan jas hitam yang rapi. Tangannya menggenggam lengan Anastasia dengan lembut, matanya berkaca-kaca."Papa tidak pernah menyangka akan memiliki kesempatan ini," ucap Rhett pelan, suaranya bergetar.Anastasia menatap ayahnya dengan senyuman hangat. "Aku bahagia Papa di sini. Aku tidak bisa membayangkan orang lain yang mendampingiku selain Papa."Rhett mengangguk, menahan air mata yang hampir jatuh. Ia menatap Anastasia dengan bangga. "Kamu sangat cantik hari ini, Nak. Maximilian adalah pria paling beruntung di dunia."
***Di ruang rapat eksekutif Kingsley Group, suasana mencekam. Robert Brown, pria paruh baya dengan jasnya yang kini tampak kusut, berlutut di lantai marmer hitam yang dingin. Wajahnya penuh dengan keringat dingin, sementara tangannya gemetar menahan rasa takut."Maximilian... Aku memohon padamu," ucap Robert, suaranya bergetar. "Lepaskan kami. Aku berjanji tidak akan mengusik keluarga Kingsley lagi. Aku... Aku bersumpah."Di kursi utama, Maximilian duduk dengan tenang. Sosoknya yang tegap dan aura dinginnya membuat semua yang berada di ruangan itu enggan bernapas terlalu keras. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi kulit hitam, kedua tangan saling bertaut di depan dada. Senyum kecil muncul di bibirnya, senyum yang penuh arti dan tak memberi celah untuk harapan."Berjanji, ya?" Maximilian akhirnya berbicara, suaranya rendah namun tajam. "Paman akan bersembunyi ke luar negeri, kan? Dan itu di Sydney. Apa aku salah menebak?"Mata Robert membelalak, bibirnya terbuka tanpa suara. Tubuhnya ter
***Di kamar utama kediaman keluarga Kingsley, suasana yang awalnya tenang berubah menjadi percakapan hangat. Anastasia duduk di atas ranjang dengan wajah sedikit pucat, namun senyumnya tetap menghiasi wajahnya. Di sisinya, Maximilian terus memegang tangannya, memberikan kehangatan dan perhatian penuh.Steven sedang memeriksa kondisi Anastasia dengan stetoskop di tangannya. Wajahnya serius, namun ada senyum kecil yang tersembunyi di sana. Setelah selesai, dia berdiri dan melipat tangannya di dada sambil menatap Selene dan Shayne, kedua orang tua Maximilian."Paman, Bibi..." Steven memulai, senyumnya semakin lebar. "Sebentar lagi kalian akan menjadi grandma dan grandpa. Kediaman ini pasti akan jauh lebih ramai."Kalimat itu langsung membuat ruangan menjadi hening. Selene membuka mulutnya, nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Shayne, yang tadinya hanya duduk diam, langsung menegakkan tubuhnya. Namun, reaksi yang paling mencolok datang dari Maximilian."Apa yang kau
***Malam itu, berita tentang Anastasia yang secara resmi diakui sebagai menantu keluarga Kingsley mengguncang dunia. Para undangan di acara resmi keluarga Kingsley tercengang. Kilatan kamera memenuhi ruangan saat Maximilian dengan tenang berdiri di samping Anastasia, memperkenalkannya sebagai istri dan menantu keluarga Kingsley.Di berbagai media sosial, foto-foto mesra keduanya mulai beredar luas. Foto-foto itu menangkap momen romantis Maximilian dan Anastasia, memperlihatkan bagaimana pria itu menggenggam erat tangan istrinya, seolah tak ingin ada yang mengganggunya. Ada foto ketika Maximilian menatap Anastasia penuh kelembutan, sebuah pemandangan yang membuat publik terkagum-kagum.Di sebuah akun penggemar, seorang netizen menulis, “Siapa yang sangka Anastasia menikah dengan Maximilian Kingsley? Mereka terlihat sempurna bersama!”Komentar-komentar positif membanjiri setiap unggahan tentang mereka, memuji betapa serasi pasangan ini. Netizen tak henti-hentinya membicarakan betapa be
***Wajah Renata terlihat pucat dengan air mata yang mengalir di pipinya. Di tengah pesta ulang tahun Kingsley Group yang mewah, kegaduhan ini menarik perhatian para tamu. Robert, ayahnya, menghampiri Renata dengan wajah penuh kekhawatiran. Dia menunduk, membangunkan putrinya dengan lembut."Sayang, apa kamu baik-baik saja?" tanya Robert dengan suara cemas.Renata mengangguk lemah, terisak dengan air mata yang mengalir semakin deras. Pemandangan putrinya yang terlihat tersakiti itu membuat Robert memalingkan tatapan marah ke arah Anastasia, yang berdiri tidak jauh dari mereka. Semua tamu mulai berbisik-bisik, seolah mereka setuju dengan kebencian yang tampak di mata Robert.Dengan nada dingin dan tajam, Robert menatap Anastasia penuh hinaan. "Kenapa ada wanita rendahan sepertimu di sini?" katanya, suaranya dipenuhi kemarahan yang tak tersembunyi. "Bagaimana kau bisa datang ke pesta ini? Apa kau merayu seseorang dengan tubuhmu agar bisa datang ke acara sebesar ini?"Tawa merendahkan lan
***Lampu-lampu kristal di ballroom megah Kingsley Tower berpendar, menciptakan kilauan indah di setiap sudut ruangan. Para tamu undangan yang mengenakan busana glamor berkumpul, menikmati pesta ulang tahun perusahaan Kingsley Group yang ke-75. Namun, malam ini, bukan hanya perayaan yang menjadi pusat perhatian—rumor tentang penerus Kingsley Group yang akan diumumkan secara resmi malam ini telah menjadi buah bibir semua orang. Apalagi sang penerus itu selalu menjadi rahasia karena keberadaannya sangat misterius, bahkan tidak ada media satupun yang mengetahui dimana keberadaan sang pewaris ituDi tengah dentingan gelas-gelas wine dan alunan musik jazz, suara pembawa acara menggema, memecah keheningan ballroom."Ladies and gentlemen, mari kita sambut penerus Kingsley Group, Maximilian Kingsley!"Begitu nama itu disebutkan, sorak-sorai kecil terdengar dari para tamu, dan kamera-kamera media langsung diarahkan ke panggung. Seorang pria berpostur tinggi, berbalut setelan jas hitam sempurna