“Mulai detik ini kamu aku pecat!” teriak Echa begitu lantang.
Karena masalah yang menimpa keluarganya, untuk pertama kalinya Echa tidak bisa berpikir jernih.
Niko jelas merasa heran melihat Echa tidak seperti biasanya, “Maaf, Nona. Apakah Nona tersinggung dengan perkataanku barusan? Sungguh, aku tulus ingin membantu Nona.”
“Diam kamu, Niko! Kamu mau menertawakan keterpurukan keluargaku, ‘kan?!” Echa benar-benar tidak terkendali. “Di mana hatimu? Tiga tahun kamu hidup dari belas kasih keluargaku. Dan ini balasanmu? Oh aku tahu … kamu sengaja cari gara-gara biar aku memecatmu? Kamu pikir aku sudah nggak mampu lagi membayar gajimu? Gitu, ‘kan?!”
Niko menggelengkan kepala. Rupanya wanita itu telah salah paham.
“Tidak, Nona. Aku–” sayangnya saat Niko ingin menjelaskan, wanita itu kembali berteriak penuh amarah.
“Turun, kamu! Aku nggak sudi melihatmu lagi!”
“Nona–” Niko benar-benar tidak diberi kesempatan untuk bersuara.
Terlebih lagi Echa semakin tak terkendali dalam berucap, “Kamu saja tidak pernah melawan jika dihina yang lain selama ini. Bisa-bisanya sekarang kamu jadi nggak tahu diri?”
“Pergi, kamu! Semoga keturunanku dijauhkan dari manusia sampah sepertimu!”
Melihat Echa yang tidak stabil, lantas Niko pun terpaksa menurut. Dia turun dari mobil dan membiarkan wanita itu pergi meninggalkannya di pinggir jalan.
Saat itu pula, Niko baru teringat bahwa hari ini ada acara perpisahan alumni di kampus. Dia pun segera memesan ojek online untuk menghadiri acara tersebut.
Di sisi lain, Echa sudah sampai di rumah besar keluarga Hendra. Dia duduk di kursi menghadap Hendra yang duduk di kursi yang ada di depannya.
“Ada perlu apa kamu ke sini?” Hendra bertanya tanpa menatap ke arah Echa, lebih tertarik memainkan ponselnya.
Echa yang memiliki kepribadian ekstrovert, saat ini dia merasa gugup dan takut untuk memulai pembicaraan.
“A-nu, Om … Aku …” Echa meremas jari-jemarinya yang dingin. “Pa-paku dirawat di rumah sakit.”
“Terus?” Hendra tertawa menatap ponselnya.
“A-nu…” Echa menghela napas sejenak sambil menekan kegugupan dalam hati. “Om, ginjal Papa bermasalah dan harus segera dioperasi.”
“Terus?” Hendra masih acuh tak acuh dengan kehadiran Echa.
Echa meletakkan secarik kertas berlogo rumah sakit, “Bisakah aku pinjam uang 650 juta? Kami benar-benar nggak punya uang.”
Akhirnya Hendra mendongak menatap Echa, “650 juta?” ekspresinya datar dan tidak bisa diartikan.
Echa mengangguk, “Iya, Om.” Merasa kepalang tanggung, dia pun memberanikan diri melanjutkan ucapannya. “sebenarnya kami juga butuh uang 8 miliar untuk menghidupkan kembali perusahaan kami. Papa sakit karena–”
Belum selesai Echa berbicara, suara seorang wanita menyahut dari kejahuan, “Di sini bukan pabrik uang!”
Echa menoleh dan mendapati Sarah datang mendekat dan duduk di samping Herman, suaminya.
“Gak tau malu kamu datang ke sini untuk meminta uang kepada kami?” Sarah berkata begitu dingin.
“Aku akan membayarnya kembali. Aku janji.” Tidak ada rasa gugup lagi yang dirasakan Echa. Dia benar-benar berusaha keras membujuk. “Nggak usah 8 miliar. Berikan aku pinjaman 650 juta saja. Aku mohon, Papa harus segera mendapatkan perawatan lanjutan.”
Herman menoleh ke arah sang istri dan berkata, “Sarah, mungkin kita bisa biarkan dia pinjam uang 650 juta untuk pengobatan Fikram.”
Sarah menautkan kedua alisnya, “Sejak kapan kamu peduli sama Fikram?”
“Tidak, tidak. Aku cuma–” Ucapan Herman terpotong.
“Herman, tanpa aku, kamu nggak bakalan dapat warisan terbanyak dari orang tuamu. Meskipun kamu punya hubungan darah dengan Fikram, jangan keluarkan uang seperpun untuknya.” Tatapan tajam Sarah tertuju pada Herman, seolah-olah mengingatkan masa lalunya.
“Waaaaaaa ….” Ada seorang wanita datang mendekat. Echa pun menoleh ke belakang dan melihat Tessa tampak tersenyum sinis ke arahnya.
“Adik sepupuku datang minta uang seperti pengemis? Betapa menyedihkan sekali. Ups …” Tessa menutup mulutnya. “keluargamu sudah jatuh miskin, ya? Turut berduka cita, ya.” dia berpura-pura memasang wajah prihatin.
Merasa usahanya tidak akan berhasil, Echa pun berdiri dan melangkah pergi.
Namun, Tessa menahan lengannya dan berkata, “Tunggu, kami bisa memberimu uang.”
“Tessa?” pekik Sarah begitu terkejut.
Tersimpul senyuman licik di bibir Tessa, “Ya. Kami akan memberimu uang 1 miliar secara cuma-cuma dengan satu syarat.”
Echa menoleh perlahan, “Apa?” tanyanya walaupun dia tahu syarat yang diberikan Tessa pasti sangatlah tidak masuk akal.
“Bukankah kamu punya peliharaan berkelamin jantan di rumahmu?” Tessa bertanya.
“Maksudmu Niko, pembantuku?” Echa bertanya balik.
“Ya, betul.” Tessa tersenyum girang. “Nikahi peliharaanmu dan dapatkan imbalanmu.”
Tentu saja Echa terperanjat. Permintaan itu sama saja menginjak harga diri keluarganya.
“Anakku memang sangat cerdas.” Sarah tersenyum girang, akhirnya tahu tujuan Tessa menawarkan itu untuk mempermalukan keluarga Echa.
“Gila kamu, Tes. Nggak mungkin aku menikahi seorang pembantu.” Rasanya Echa ingin menampar Tessa yang tengah tersenyum jahat ke arahnya.
“Oh, ya?” Tessa menatap Echa dengan senyuman menghina. “Justru kalian sangat cocok. Sama-sama pecundang! Sama-sama gembelnya!”
“Itu, benar. Sadar diri, Echa. Statusmu sudah jadi makhluk rendah.” Sarah tak ketinggalan turut menghina Echa.
Wajah Echa memerah, berupaya menahan air tidak keluar dari kedua matanya. Kalimat itu terucap sangat meyakitkan.
“Maaf, aku nggak bisa melakukannya.” Echa berusaha berbicara senormal mungkin. “lagian dia sudah aku pecat.”
Tessa tersenyum miring, “Apa kamu ingin kami membayar biaya operasi Papamu?”
Hesti dan Tessa tersenyum puas melihat ekspresi Echa yang semakin tersudut dan tak berdaya.
“Aku…”
Echa merasakan ketegangan di dalam rumah. Setelah menerima pesan-pesan dari Tessa, pikirannya berkecamuk. Dia berusaha bertindak normal di depan Niko, meskipun hatinya bergetar.Niko, yang baru saja keluar dari kamar, menyadari ada yang tidak beres. “Echa, kamu baik-baik saja?” tanyanya, memperhatikan ekspresi wajah istrinya.Echa mengangguk, tapi suaranya bergetar, “Iya, Mas. Cuma sedikit lelah.”Niko mendekat, meraih tangan Echa. “Kamu tidak terlihat baik. Ada yang ingin kamu bicarakan?”Echa menarik napas dalam-dalam. Dia harus memberanikan diri, “Mas, ada yang ingin aku tanya. Apa kamu... ada yang ingin kamu katakan padaku?”Niko terkejut. Dia merasakan ada sesuatu yang tidak beres, “Apa maksudmu?” Echa menatapnya tajam, berusaha mencari keberanian, “Tessa menghubungiku. Dia bilang... dia tahu semuanya tentang kita.”Niko terdiam sejenak, “Echa, biarkan aku menjelaskan—”“Jelaskan apa, Niko? Tentang semua foto dan video itu? Tentang perselingkuhanmu?” suara Echa meninggi, air mata
Tak berselang lama ada pesan susulan, [Kalau kamu ingin aku menjaga rahasiamu, temui aku nanti malam. Tessa.]Melihat suaminya tampak begitu serius menatap layar ponsel, Echa pun bertanya, “Ada apa, Mas?”“Hanya urusan kecil,” jawab Niko sambil bangkit dari tempat duduknya. “aku mau ke kamar dulu.”Niko tidak terlihat panik dengan ancaman Tessa, tahu cepat atau lambat dia harus memberitahukan identitasnya kepada sang istri.“Iya, Mas.” Echa sama sekali tidak curiga.Sambil berjalan menuju kamarnya, Niko mengirim pesan itu Ke Nita, dan setelahnya dia langsung menghubungi adik angkatnya itu.“Hallo.”“Ya, Kak?”“Kamu sudah membaca pesanku?”“Iya, Kak. Sudah. Menurutku sih Kak, mendingan kasih tahu aja kebenarannya sama Kak Echa biar nggak salah paham. Kecuali Kakak masih ragu.”Niko mengerti ucapan Nita, “Tidak. Aku tidak ragu sama sekali. Aku sudah mengenal bertahun-tahun istriku.”Niko sudah memutuskan bahwa hari ini waktu yang sangat tepat untuk memberitahukan identitasnya kepada Ech
“Aku akan menceraikanmu!” seru Fikram.Bagai disambar petir. Hesti terhenyak mendengar perkataan Fikram. Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba saja suaminya ingin menceraikan dirinya.“Mas … Mas sadar dengan apa yang mas katakan?” tanya Hesti tak percaya. “jangan dibuat main-main loh, Mas.”“Aku sadar dan tidak main-main! Aku mau menceraikanmu, Hesti!” Fikram berkata dengan tegas tanpa keraguan. “Mas, apa salahku?! Jangan ngaco kamu, Mas!” Suara Hesti lebih tinggi dari suaminya. “Sembuh-sembuhnya kamu malah kayak gini!”Fikram menatap istrinya dengan dingin, “Kamu masih bertanya di mana salahmu? Di rumah ini banyak kaca, ‘kan? Pergi dan introspeksi dirimu.”“Aku nggak salah apa-apa! Mas yang nggak waras!” pekik Hesti, lalu menoleh pada Niko dengan wajah merah padam. “pasti kamu ‘kan yang meracuni suamiku? Pasti kamu sering mengunjungi suamiku cuma untuk menjelek-jelekkanku. Bajingan! Dendam banget kamu sama aku sampai mau merusak rumah tanggaku!”“Ini tidak ada hubungannya denga
Tessa memasuki sebuah mall. Ketika dia menaiki lantai 3 mall, tatapannya tertuju pada seseorang lelaki dan wanita yang tampak bersenda gurau.“Niko? Dan wanita itu?” keningnya berkerut melihat kebersamaan mereka. “bukankah dia adalah seorang pelayan toko baju di mall sebelah?”Perlahan sudut bibir Tessa terangkat, “Sekarang kamu ketahuan, Niko. Rupanya wanita itu memang selingkuhanmu.”Tak ingin melewati kesempatan ini, Tessa merogoh ponsel di dalam tas kecilnya dan segera mengabadikan momen kebersamaan Niko dengan wanita itu. Kali ini dia sangat yakin bisa mengobrak-abrik rumah tangga Niko dan Echa.Yang sedang diperhatikan tengah membahas ulang tahun sang Kakek.“Kak, kurang dua minggu lagi ulang tahun Kakek. Kita harus ngasih surprise,” ucap Nita sambil memakan es krim.Niko hanya tersenyum. Ini kesekian kalinya Nita mengingatkannya.“Menurut Kakak kita harus ngasih surprise apa?” tanya Nita.Niko mengedikkan bahu, “Aku tidak pandai dalam hal ini. Aku serahkan semuanya sama kamu. M
“Nita?” gumam Echa. “Nita siapa, Mas?” tanyanya kemudian.Niko sama sekali tidak terlihat panik.“Ehmm Nita adalah seorang ahli IT … seorang hacker yang membantuku mengurus permasalahan yang sedang dihadapi WARA Corp,” jawab Niko sambil mengambil ponsel miliknya.Echa mengangguk-angguk percaya.Dalam hal ini Niko berkata jujur, tapi masih belum bisa memberitahu keseluruhannya.Niko segera mengangkat telepon itu dan sengaja mengecilkan suara volume telepon agar Echa tidak mendengar suara lawan bicaranya.“Ada temuan baru lagi?”“Nggak, Kak. Aku–”“Baiklah. Besok pagi kita rapatkan bersama dengan petinggi WARA Corp,” potong Niko dan memutus sambungan setelahnya.Di seberang sana, Nita kesal suaranya dipotong dan teleponnya diputus sepihak. Padahal dia ingin menyampaikan kalau satu bulan lagi adalah hari ulang tahun sang Kakek yang ke 71 tahun. Tapi Nita mengerti, mungkin malam ini Niko sedang bersama istrinya. Lantas dia pun mengirim sebuah pesan.[Sebulan lagi adalah hari ulang tahun
“Terima kasih pengertiannya. Kalau gitu kalian pulang sekarang,” sahut Niko tiba-tiba, membuat Hesti dan Sarah kesal.Harapan Hesti adalah mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Jika dia tidak bisa mendepak Niko dari kehidupan Echa, setidaknya lelaki itu bisa dia manfaatkan.Saat ini Sarah dilema. Tindakan anaknya yang berusaha mengambil hati Niko bisa merugikan keluarganya sendiri. Di sisi lain dia harus segera membujuk Niko untuk menyelamatkan bisnis keluarganya.“A–” Baru Hesti membuka mulutnya, suara Niko terdengar terlebih dahulu.“Mama juga pulang.” Mata Hesti seketika melotot, “Kamu juga mengusirku?! Aku ini Mama kandungnya Echa.”Niko cukup menjawabnya dengan merogoh ponsel di saku celananya. Dia menghubungi petugas keamanan perumahan.“Pak, tolong ke sini.”Hesti dan Sarah menatap Niko. Sikap tegas lelaki itu membuat mereka sedikit takut.“Aku nggak mau pulang. Aku masih ada perlunya sama anakku,” tolak Hesti geram.“Echa sudah mengirim uang 5 juta ke rekening Mama. Jadi ngg