Share

BAB 02

Author: Nuraselina
last update Last Updated: 2023-01-27 16:23:19

“Ambil yang banyak airnya! Buat mandi juga!” pinta Ibu lagi. Azlan hanya mengembuskan napas menerima perintahnya, mau tidak mau Azlan harus melakukan apa yang diperintahkan Ibu mertuanya.

“Iya Bu!” balas Azlan sambil berjalan ke arah sumur.

“Kamu jadi ‘kan nyari pekerjaan hari ini?!” tanya Ibu sarkas.

“Iya Bu, jadi, nanti setelah sarapan aku langsung pergi nyari kerja.”

“Kerja dulu ngasilin uang baru makan! Ngasih uang nggak malah enak-enakan makan! Yang ada makanan di rumah ini habis karena nampung pengangguran seperti kamu!"

“Apaan sih Bu ngomongnya! Perhitungan banget sama anaknya sendiri,” bela Nauma.

“Anak?! Siapa?! Dia?! Nggak sudi Ibu menganggap dia anak, pokoknya Ibu nggak mau tahu, tidak ada uang tidak ada makanan untuk kamu!”

“Ini uangnya, aku yang ngasih ke Ibu, ini juga uang Akang kok,” ucap Nauma memberikan uang yang dia punya.

“Ini uang kamu bukan uang dia, kalau sudah diberikan ke kamu, itu tandanya ini uang kamu, Ibu maunya uang dari hasil kerjanya!”

“Sama saja Bu, kasian kalau suamiku tidak makan, gimana mau nyari kerja kalau tenaganya saja Ibu kuras seperti ini? Dia juga butuh energi Bu.”

“Sudah Neng biar saja, nanti aku cari kerjaan di luar, yang penting kamu bisa makan, aku sudah kenyang kok,” timpal Azlan.

“Akang kenyang makan apa? Dari bangun tidur tadi Akang belum makan.”

“Makan hati! Neng,” balas Azlan sambil melirik Ibu.

“Anak nggak punya sopan santun kamu ya! Ngapain kamu ngelirik saya?!” tanya Ibu sambil melotot.

“Nggakpapa, Ibu cantik, makanya aku pandangi,” balasnya, ‘Lebih cantik kalau diem, nggak banyak omong,” batin Azlan.

Setelah menerima pujian palsu dari Azlan, Ibu langsung masuk ke dapur dengan menghentakkan kakinya. Mulut pedasnya pun tidak henti-hentinya memaki. Azlan hanya tersenyum saja, Azlan tidak mau Nauma merasa sedih, dia sadar diri kalau dirinya hanya menumpang di rumah ini.

“Mau Neng bantu Kang?” tanya Nauma.

Azlan tertawa, “Tidak usah Neng, kamu senyum saja sudah membuat Akang semangat lagi."

“Ya ampun kalian ini! Bukannya mengisi air malah mesra-mesraan! Masih pagi sudah tebar pesona saja, kapan airnya penuh Lan?! Nih! Yang ini juga di isi, jangan gangguin Nauma terus!” bentak Ibu. Dia juga memberikan ember dengan cara dilempar.

“Ini nggak salah Bu? Banyak banget yang mau di isi.”

Azlan terkejut dengan Ibu yang memberikan begitu banyak ember untuk diisi. ‘Pantas saja Bapaknya Nauma memiliki tangan yang super kekar, teryata ini rahasianya,’ batin Azlan.

“Nggak! Nggak ada yang salah! Biasanyanya juga Nauma yang nimba kalau Bapak sakit, kenapa?! Kamu nggak bisa?!” tanya Ibu meremehkan.

“Lemah banget jadi cowok,suami aku aja bisa ngisi bepuluh-puluh ember, susah sih ya kalau sudah nyaman jadi pengangguran,” sindir tetangga sebelah sambil menjemur pakaiannya.

“Denger tuh! Ibu malu punya menantu kayak kamu! Bisa nggak ngisi ini semua?! Kalau nggak bisa jadi bencong aja sana!”

“Bisa Bu, segini doang mah kecil,” balas Azlan sambil menjentikkan kedua jari.

“Kecil ya? Yasudah, kamu tunggu di sini dulu.” Ibu pergi dari hadapan mereka, lalu dia masuk ke dapur lagi.

Tidak berselang lama, Ibu Nauma datang dengan banyak ember yang ditumpuk, dia meletakkan ember-ember itu di hadapan Azlan.

“Ini diisi juga!! Harus sampai penuh!!” timpal Ibu dengan memberikan delapan belas ember besar.

Azlan semakin terkejut dengan pemandangaan yang ada di hadapannya. Ember-ember ini kalau dihitung ada banyak sekali, sekitar tiga puluh ember. Azlan merasa tidak yakin bisa mengisinya atau tidak.

“I-iya Bu,” balas Azlan sambil menelan ludah.

“Bagus! Yasudah isi semua sampai penuh, kalau sudah penuh kamu pindahkan semuanya ke dalam,” ucap Ibu sambil menutup kepala Azlan dengan ember.

Azlan menimba air dengan keringat yang terus saja bercucuran, telapak tangannya sudah perih, bahkan berubah menjadi kemerahan. Sudah dua belas ember dipenuhi dengan air dan Azlan memilih untuk mengistirahatkan tubuhku dahulu.

Azlan melanjutkan menimba air dan mengisi ember-ember yang masih kosong. Setelah semua ember terisi penuh, Azlan memindahkan semua ember ke dalam dapur, seperti yang diperintahkan oleh Ibu mertuanya.

“Azlan!! Apa yang kau lakukan?!” bentak Ibu saat melihat lantai yang basah karena tumpahan air.

“Maaf Bu, aku tidak sengaja,” balasnya cuek.

“Bisa-bisanya Nauma menikahi kamu yang tidak becus bekerja ini?! Bisa-bisa anak saya sengsara jika hidup bersama kamu!”

Wajar kalau air ini tumpah, Azlan sudah sangat lelah mengangkat banyak ember yang berisi air. Langkah kakinya tidak seimbang, sehingga air yang ada di dalam ember keluar, dan membasahi lantai. Tubuhnya juga sudah bergetar karena belum sarapan.

“Akang sudah selesai?” tanya Nauma sambil berjalan ke arahnya.

“Hati-hati Neng! Lantainya licin!” Azlan berlalari ke arah Nauma karena Azlan takut Nauma terpeleset.

Brukk, Degh! ‘mampus gue.’ Batin Azlan.

“Akang!... Akang ngapain?” teriak Nauma.

“Azlan” bentak pria yang ada di ambang pintu.

Pria paruh baya yang tadi membeentak langsung berjalan mengahampiri Azlan sambil memainkan kumisnya. Azlan terjatuh dan menimpah tubuh Ibu, ditambah lagi Azlan tidak sengaja mencium pipi Ibu mertuanya.

“Apa yang kalian lakukan, hah?!” tanya Bapak sambil melinting kumisnya.

Sontak Azlan langsung berdiri, Nauma hanya terdiam melihat Azlan yang sedang ketakutan. Azlan takut Bapak berpikir buruk dengan apa yang dilihatnya barusan.

“A-anu Pak, tadi aku nggak sengaja terpeleset, aku juga nggak sengaja menimpah Ibu,” balasnya.

“Ibu juga ngapain?! Enak ya di timpah Azlan?! Apa Bapak sudah tidak menarik lagi?!”

Azlan terpana mendengar ucapan Bapak. Azlan yakin sekali pasti akan ada perdebatan yang sangat menarik. Tangannya langsung ditarik oleh Nauma, dan dia membisikkan sesuatu.

“Bapak itu cemburuan Kang, aku takut kalau Bapak marah sama Akang,” bisik Nauma dengan nada cemasnya.

“Jangan mulai deh Pak! Ibu juga tidak tahu kalau mau ditimpah gitu! Salahin saja mantu kamu yang sembrono itu!” Ucap Ibu menyalahkan Azlan.

“Tapi kenapa kamu tidak langsung mendorong Azlan? Kamu senang ya ditimpah gitu?!”

“Ya ampun Pak! Kumis aja dipanjangin, tapi otaknya gak dipelihara, mana mungkin Ibu senang, sudah! Sudah! Jangan dibahas lagi.”

“Bapak ‘kan jadi mikir macem-macem Bu lihat Ibu kayak gitu, nanti tau-tau Ibu suka lagi sama Azlan, seperti yang di berita-berita itu, Ibu mertua main serong dengan menantunya.”

“Kenapa Bapak jadi korban berita sih? Bapak nggak percaya sama Ibu?! Gara-gara kamu nih saya jadi bertengkar dengan suami saya!!” ucap Ibu sambil menunjuk Azlan.

“B-bapak percaya Bu, maafkan Bapak ya sudah menuduh Ibu macam-macam,” balas Bapak sambil memeluk Ibu.

“Yah… segitu doang, kirain mah bakalan seru,” celetuk Azlan.

“Ngomong apa kamu, hah?! Kamu senang lihat kami bertengkar seperti ini?!” tanya Bapak sambil berkacak pinggang,

‘Mampus dah gue, nih mulut ngapa nggak bisa ngerem sih? Bapak jadi ngereog ‘kan,' batinnya, Azlan langsung berdiri dengan gugup lalu membalas pertanyaan Bapak.

“Nggak kok Pak, aku sukanya Ibu sama Bapak baikan, apalagi kalau lihat Ibu sama Bapak pelukan seperti tadi, aku senang melihatnya, seperti Teletubis yang di TV itu Pak, hehehe.”

“Loh, kok kamu malah ngeledek Bapak dan Ibu? Pakai ngatain mirip Teletubis lagi, sini kamu!”

“Ampun Pak ampun, aku hanya bercanda saja Pak.” Bapak mencapit kepala Azlan dengan ketiaknya.

Azlan langsung menahan napas. Ketiak Bapak bau sekali bahkan lengket dengan keringat, Azlan sampai mau muntah mencium bau ketiaknya. Sedangkan Nauma, dia berusaha melepaskan suaminya dari capitan Bapak.

“Lepasin Kang Azlan Pak, dia ‘kan Cuma bercanda saja, baper banget sih!” bela Nauma. Nauma juga membantu dengan menarik tubuh Azlan agar terlepas dari capitan Bapak.

“Nyesel Bapak menikahkan kalian seperti ini! Banyak tetangga yang mencemooh Bapak, nikah modal Tampang saja betingkah!!” ucap Bapak setelah melepaskan capitannya.

“Neng, mual banget Neng,” ucap Azlan sambil menahan rasa mual. Azlan langsung lari ke kamar mandi dan memuntahkan semua muntahan yang sedari tadi di tahan, Azlan tidak tahan sekali dengan aroma tubuh Bapak.

Setelah Azlan selesai mengeluarkan semua muntahan yang ada di perutnya, Azlan keluar dengan kondisi yang sangat lemah . Pagi ini belum ada sedikitpun makanan yang masuk ke dalam tubuhnya. Azlan melihat Nauma sedang menyediakan sarapan di atas meja dan itu membuatnya merasa sangat lapar.

“Waah… Makanan ini sepertinya enak sekali, aku jadi tidak sabar untuk menyantapnya,” ucapnya sambil menggosok-gososkan tangan. Cacing di dalam perut sudah protes dan sudah tidak sabar untuk melahap makanan yang ada di atas meja.

“Sini Kang makan dulu,” ajak Nauma.

“Enak saja makan! Sudah Ibu bilang tidak ada makanan untuknya, sekarang kamu ke pasar belikan belanjaan Ibu.”

“Tapi Bu, Akang Azlan belum makan sama sekali, Ibu ini sudah seperti tidak punya hati saja,” protes Nauma.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Kalila Firman
di satu sisi, wajar ibunya marah. namanya nikah setidaknya Azlan harus punya kerjaan, dong! tapi di sisi lain kebangetan juga ini si ibuk. kalau emang gak suka, kenapa gak direstui aja dari awal, ibuuuk? Malah gak dibolehin makan.🥲
goodnovel comment avatar
Ahda Faizan
kasina amat sih nggak boleh makan 🥲
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suami Tampan Tetapi Pengangguran   BAB 163. Tamat

    "Kenapa saat hatiku sudah memilihmu jusrtu kau yang menghilang?" gumam Nauma sambil berjalan mencari taksi.Rumah Azlan yang ia datangi ternyata sudah dijual, tapi ia tak putus asa. Nauma mengunjungi Strar Entertaint, agensi tempat Azlan bekerja. Nauma pikir Azlan masih menjadi artis dan bekerja dengan Agnes."K-kamu Nauma?" tanya Fero yang tak sengaja melihat Nauma memasuki lobi kantornya."Ya, ini aku. Sudah lama kita tak bertemu," balas Nauma."Kau sudah berubah sekali, semakin cantik dan mempesona. Oh ya, untuk apa kau ke sini?" tanya Fero."Apakah Azlan ada di sini? Aku mencari ke rumahnya tapi ia tak tinggal di sana lagi, nomor ponselnya pun sudah tak aktif lagi," tanya Nauma.Fero mengembuskan napas saat mendengar pertanyaan Nauma. "Dia sudah tak bekerja di sini lagi, sekarang dia tak memiliki pekerjaan, semua harta yang diberikan Mr. Jhon pun sudah diambil dan dia sudah tak memiliki apapun. Tapi untuk apa kau mencarinya, bukankah kau sudah menikah dengan Mr. Jhon?" tanya Fero

  • Suami Tampan Tetapi Pengangguran   BAB 162

    "Kenapa Azlan, Nak?" tanya Ibu Tomi sambil berlari karena mendengar teriakan anaknya."Kak Azlan tak sadarkan diri, Bu. Lebih baik kita bawa ke rumah sakit sekarang," balas Tomi cemas.Tomi dan ibunya membawa Azlan ke rumah sakit terdekat, sepanjang perjalanan ia merasa cemas karena keadaan Azlan. Wajahnya sudah terlalu pucat, mata menghitam dan terlihat lebih kurus dari biasanya.Ia melajukan mobil dengan kecepatan penuh tanpa memperdulikan makian pengguna jalan lainnya. Ibu Tomi pun merasa cemas karena tak biasa berada di jalan raya dengan kecepatan seperti ini."Hati-hati, Nak," ucap Ibu Tomi memperingati anaknya.Begitu sampai di rumah sakit mereka langsung melarikan Azlan ke ruang UGD. Dalam perjalanan menuju UGD mereka bertemu dengan Fero yang kebetulan sedang syuting di rumah sakit untuk film terbarunya. Fero pun membantu Tomi mendorong brangkar pasien."Apa yang terjadi? Mengapa ia jadi seperti ini?" tanya Fero."Nanti aku ceritakan, yang penting kondisi Kak Azlan membaik dulu

  • Suami Tampan Tetapi Pengangguran   BAB 161

    "Maaf Nyonya. Semua biaya atas nama Axcel sudah dilunasi," ucap petugas administrasi saat Nauma ingin membayar tagihan rumah sakit."Siapa yang telah membayarnya?" tanya Nauma penasaran."Pria yang mendonorkan mata untuk anak anda."Nauma terkejut dengan apa yang ia dengar. Azlan menjalankan peran sebagai Orangtua yang sesungguhnya dengan menjaga Axcel tanpa sepengetahuannya. Bahkan biaya operasi yang terbilang mahal pun Azlan lakukan. "Baiklah kalau begitu, terima kasih."Nauma pergi dengan tatapan kosong, ia masih memikirkan Azlan di hatinya. Nauma pun merogoh tas kecil yang ia bawa dan mengambil ponselnya. Ia mencari nomor Azlan hendak menelpon dan mengucapkan rasa terima kasihnya."Kenapa nomornya tidak aktif?" gumam Nauma.Nauma kembali menelpon Azlan dengan nomor yang dulu Azlan gunakan sebagai Mr. A, tapi tetap saja nomor itu tak aktif sama sepeti nomor sebleumnya. "Kenapa nomor ini juga tak aktif? Apakah ia mengganti nomornya?" gumam Nauma."Ada apa?" tanya Mr. Jhon menghamp

  • Suami Tampan Tetapi Pengangguran   BAB 160

    "Mengapa kau ada di sini?" tanya Nauma begitu seorang pria keluar dari kamar mandi.Azlan terkejut saat melihat kehadiran Nauma di ruang rawatnya, ia tak bisa menjawab pertanyaan Nauma. Nauma pun terlihat menahan kesedihannya sambil memandang wajah Azlan yang terdapat perban di bagian mata. "Apakah kau yang mendonorkan mata untuk Axcel?" tanya Nauma lagi.Azlan masih terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa, rasanya percuma ia menyembunyikan identitasnya saat Nauma mengetahui apa yang ia lakukan.Azlan mengambil ponsel Nauma di lantai dan memberikannya. Ia pun tersenyum dan berkata. "Tenang saja, aku akan pulang begitu pengobatan ini selesai, aku pun janji akan menghilang dari hidup kalian," ucap Azlan menahan sesak di hati.Nauma tak menerima ponsel yang Azlan berikan, ia masih terpaku pada wajah Azlan yang berbalut perban. Tanpa ia sadari air mata sudah jatuh begitu saja membasahi pipi. Azlan pun panik dengan kesedihan yang Nauma tampakkan. Ingin sekali rasanya memeluk wanita yang

  • Suami Tampan Tetapi Pengangguran   BAB 159

    "Tentu saja bisa, tapi kau harus melewati serangkaian tes terlebih dulu untuk melihat kecocokan mata kalian," ucap sang dokter."Baiklah, aku akan melakukan tes itu sekarang juga," balas Azlan.Azlan menjalani pemerikasaan dan ia bersyukur karena matanya cook untuk didonorkan. Tomi merasa cemas dengan keputusan yang diambil Azlan. Sedangkan Azlan memantapkan hati untuk kesempurnaan anaknya. Ia tak akan tega melihat Axcel hidup dengan kekurangan."Apakah kau serius dengan keputusanmu, Kak?" tanya Tomi."Tentu saja, kau tenanglah, bukan hal buruk hidup dengan satu mata," balas Azlan.Dokter memberikan jadwal operasi pada Azlan, serangkaian tindakan pun telah Azlan lakukan. Hari demi hari ia tinggal di rumah sakit, dan mendapati kabar bahwa operasinya telah berhasil. Rasa syukur selalu ia ucapkan.Azlan pun melihat keadaan Axcel saat malam tiba, tentunya hanya dari luar jendela. Ia tak ingin Nauma mengetahui apa yang ia lakukan untuk anaknya."Syukurlah kalau kau sudah bisa melihat denga

  • Suami Tampan Tetapi Pengangguran   BAB 158

    "Tapi mobil itu adalah mobil kesayangamu, Kak," balas Tomi."Tak ada yang lebih penting dari keselamatan anakku, aku harus segera menemuinya. Hati ini tak akan tenang jika belum melihat keadaannya dengan mata kepalaku sendiri. Sekarang juga kau temani aku ke dealer mobil," ucap Azlan.Azlan berlari menuju kamarnya mengambil kunci mobil serta berkas yang dibutuhkan, kemudian ia dan Tomi langsung menuju dealer mobil tempatnya membeli dulu. Pekatnya malam membuat jalanan semakin lengang, hingga Tomi berpikir dealer yang mereka tuju pasti sudah tidak beroperasi."Sepertinya Dealer mobil sudah tutup di jam segini, Kak. Lebih baik besok saja kita ke sana," ucap Tomi."Semoga saja belum." Azlan mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh, hingga Tomi berpegangan pada tali pengaman yang ada di tubuhnya.Harapan Azlan tak menjadi kenyataan, dealer mobil yang mereka tuju sudah tutup, tapi Azlan tak patah semangat. Ia mencari dealer mobil lainnya yang masih buka. Keberuntungan tak berpihak padanya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status