Share

BAB 03

“Sudah jangan banyak protes, suami pengangguran saja dibela terus!”

Mau tidak mau mereka menuruti permintaan Ibu, Azlan langsung ke kamar dan mengganti pakaiannya. Azlan mengenakan kaos putih polos dan celana denim pendek, begitu dia melihat ke cermin, Azlan terpesona dengan ketampanannya sendiri. Sontak Azlan pun langsung menyugar rambutnya ke belakang dan tersenyum sendiri di cermin. “Hehehe, ternyata gue tampan sekali, pantas saja Nauma tergila-gila, menantu ganteng gini kok dihina? Harusnya bangga dong,” gumamnya sambil memegang dagu.

“Kang udah siap belum? Nanti keburu Ibu marah-marah lagi,” ucap Nauma yang sedang berdiri di ambang pintu kamar.

“Ganteng nggak Neng?”

“Ganteng banget Kang, dah yuk Kang berangkat, jangan ngaca terus, nanti kacanya jatuh cinta lagi sama Akang,” ledek Nauma.

“Bisa aja ngeledeknya Neng, yuk ah berangkat,” ajaknya sambil merangkul pundak Nauma. Dan melangkahkan kaki ke parkiran motor.

“Akang jangan ganteng-ganteng ya, di sini banyak janda kegatelan, nanti mereka naksir Akang lagi,” pinta Nauma.

Saat berada di atas motor Azlan menarik tangan Nauma dan melingkarkan tangannya di pinggang, “Gini loh Neng, dipeluk suaminya kalau di atas motor, biar mesra.”

“Ini sudah Kang, Neng jadi malu,” ucapnya. Azlan merasa kalau Nauma menyembunyikan wajahnya di punggung Azlan, Azlan hanya terkekeh dengan apa yang dilakukannya.

Dahulu mereka tidak mengenal yang namanya pacaran, begitu Azlan yakin, dia langsung melamarnya. Wajar kalau Nauma malu-malu seperti ini, dan Azlan senang melihat tingkahnya yang menggemaskan seperti.

“Jangan disembunyikan Neng, buat apa malu? Kita ‘kan sudah menikah, orang lain juga pasti memahaminya.”

“Malu tahu Kang, Akang mah iya nggak punya malu.”

Sekarang Nauma sudah mengangkat wajahnya, bahkan dagunya sudah ditopangkan di pundak Azlan. Meskipun lelah, Azlan tetap merasa bahagia jika melihat Nauma yang seperti ini.

“Pasarnya jauh banget ya Neng? Dari tadi nggak sampai-sampai.”

“Gimana mau sampai Kang? Akang saja bawa motornya Cuma dua puluh kilometer perjam, ngalah-ngalahin siput, dari tadi kita dibalap sama anak-anak yang bawa sepedah,” sewot Nauma.

Azlan tertawa, “Kan biar lama romantis-romantisannya Neng, kalau di rumah ‘kan diganggu Ibu terus.”

“Cepet atuh Kang bawanya, kalau kelamaan Ibu bisa marah,” pinta Nauma.

“Siap Neng, pegangan yang kencang ya.”

Karena Nauma yang meminta untuk mempercepat laju motor, maka Azlan melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Tidak berselang lama mereka tiba di pasar yang padat pengunjung.

“Akang mau ikut masuk atau menunggu di sini?” tanya Nauma.

“Aku ikut ke dalam ya Neng? aku takut kamu digondol Kucing garong.”

“Memangnya aku Ikan asin, sampai digondol segala Kang? Akang ini ada-ada saja.”

“Bukannya gitu Neng, wajah istri Akang ini cantiknya nggak ada yang ngalahin, Akang takut kalau ada Kucing garong yang deketin Neng, hehehe,” kekeh Azlan sambil mengikuti langkahnya.

“Cantik-cantik juga sudah ada yang punya Kang, sudahlah Akang tunggu di sini saja, Neng hanya sebentar saja.”

“Yasudah kalau begitu, aku tunggu di kedai sana ya Neng,” balasnya sambil menunjuk kedai yang dimaksud,

Nauma masuk ke dalam pasar dengan keranjang belanjaannya, sedangkan Azlan lebih memilih kedai makanan untuk menunggunya. Azlan sudah lapar sekali, niat hati tadi ingin sarapan, malah disuruh kepasar.

“Bu, ada nasi uduknya nggak?” tanyanya kepada pedagang.

“Masih atuh kasep, mau berapa?”

“Satu aja Bu, makan di sini ya,” pintanya.

“Sepertinya kamu baru ini ke pasar ya? Ibu tidak pernah melihat kamu.”

“Sering kok Bu, di dalam mimpi, hehehe.”

“Lah, kamu malah becanda, kamu bukan orang sini ya?”

“Bukan Bu, kata orang saya berasal dari kahyangan, hehehe.”

“Benar juga sih, kamu tampan sekali, mau Ibu jodohkan sama anak Ibu nggak?”

“Anak Ibu cantik?” tanya Azlan.

Baru juga bertemu Ibu pedagang nasi sudah mau menjodohkan Azlan dengan anaknya. Wajah Azlan pasti mengundang banyak Ibu-Ibu yang menginginkannya untuk menjadi menantu mereka, mereka tidak tahu saja kalau Azlan pengangguran, kalau tahu, pasti mereka akan bersikap seperti Ibu mertuanya.

“Anak Ibu ganteng,” balas pedagang sambil tertawa.

“Astaga Ibu, bisa ngelawak juga, maaf Bu, saya tidak suka terong.”

“Becanda atuh, gitu aja serius, nih nasi uduk pesanan kamu,” ucap Ibu pedagang sambil memberikan sepiring nasi uduk pesanannya.

“Terima kasih cantik,” goda Azlan.

Ibu yang ada di hadapannya tersenyum malu saat Azlan memujinya. Sepertinya semua wanita sangat suka kalau dipanggil cantik oleh kaum pria, apalagi kalau pria itu setampan Azlan.

Azlan abaikan senyuman Ibu itu, lebih baik Azlan mengisi perutnya dengan nasi, agar dia memiliki tenaga lagi. Menunggu wanita berbelanja itu sangat membosankan, nasi uduk yang tadinya penuh kini sudah habis, kopi juga begitu, tapi tetap saja Nauma tidak kunjung kelihatan.

“Neng!....” Azlan terkejut dengan kehadiran Nauma di parkiran, sontak saja Azlan berlari menghampiri Nauma, ada rasa kesal dihati saat melihatnya dengan pria lain.

“Hei!... Bayar dulu!… Kamu belum bayar!….” Teriak Ibu pedagang nasi uduk.

“Haissh, kenapa bisa lupa? Aku harus cepat ini, kalau tidak pria itu pasti menggoda Nauma,” gerutunya. Azlan berjalan dengan cepat menuju kedai nasi tadi dan membayar makanannya. Setelah membayar makanannya Azlan langsung berlari menghampiri Nauma yang sadang digoda oleh pria yang tidak dikenal.

“Neng! kamu ngapain dekat-dekat sama dia?”

“Kenalin Kang, ini teman Neng waktu sekolah, namanya Aldo,” ucap Nauma memperkenalkan temannya.

“Sini keranjangnya.” Azlan rebut keranjang Nauma yang dibawakan oleh Aldo. Mau Aldo atau siapapun namanya Azlan tidak perduli. Azlan juga melihat aura permusuhan dari tatapan pria yang ada di hadapannya.

“Ini suami kamu, yang kata orang pengangguran itu? Lebih baik kamu menikah denganku saja dari pada menikah dengan pria yang tidak jelas seperti ini,” ucap Aldo dengan nada sombong.

“Siapa yang bilang gue pengangguran?"

“Lalu, lo punya pekerjaan? Apa?!”

“Lo nanya kerjaan gue apa? Gue asisten malaikat pencabut nyawa! Nyawa Lo mau gue anterin ke malaikat maut?!” Azlan tidak menerima penghinaan, apalagi dihadapan Nauma. Azlan langsung menggulung lengan bajunya, dan bersiap menghajar Aldo.

“Sudah Kang! Sudah! Dia hanya bercanda saja, ayo! Lebih baik kita pulang saja Kang,” ajak Nauma sambil menarik lengan Azlan.

“Kasian banget sih lo ditolak sama Nauma, muka jelek aja di banggain,” ucapnya kesal, Azlan masih saja memajukan tubuhnya meskipun sudah ditahan oleh Nauma, Azlan kesal sekali dengan pria yang ada di hadapannya.

“Sudah Kang! Aldo! Lebih baik kamu pergi saja, aku tidak mau ada keributan di sini,” ucap Nauma.

“Pria kasar seperti ini yang kamu pilih dan menolakku dulu? Aku yakin kalau hidup kamu akan berantakan jika bersama dia,” balas Aldo meremehkan Azlan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kalila Firman
Ayo Azlan, buktikan kalau kamu bisa sukses.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status