“Cepat keluar!! Nauma, bangun dong! Bantu ibu masak. Sekalian itu suami kamu suruh kerja, jangan tidur aja! Masa udah jadi kepala keluarga malas-malasan sih!" teriak Ibu dengan nada membentak, dan dia terus saja menggedur pintu kamar mereka.
Baru juga ingin bermanja dengan sang istri tercinta, tetapi Ibu mertua Azlan sudah menggedur kamar mereka dengan sangat kencang. Saking kencangnya, engsel pintu hampir terlepas.“Iya, Bu!” balas Nauma dengan berteriak.“Ibu kamu masih tidak suka ya Neng sama aku?”“Akang jangan mikir macam-macam ya, Ibu memang orangnya seperti itu, aku keluar dulu takut Ibu tambah marah.”Nauma keluar dengan langkah tertatih, mungkin masih ada rasa nyeri akibat pergulatan mereka semalam.“Ada apa sih, Bu? Jangan bicara keras-keras ih, kasian Akang Azlan, baru bangun tidur juga,” ucap Nauma pada ibunya saat baru membuka pintu.“Ngapain sih, kamu kasian sama suami kayak gitu? Dasar suami malas! Mana janji dia yang bilang mau cari kerja? Cuman segitu aja bicara dia? Ucapan dia hanya janji yang mustahil jadi kenyataan!"“Bu, udah ya. Kang Azlan itu suami Nauma. Biar Kang Azlan yang memutuskan. Cari kerja itu gak gampang. Kang Azlan lagi butuh waktu dan selama ini Kang Azlan juga usaha kok, tidak diam saja."“Alah! Kamu itu. Padahal dulu Ibu jodohin sama yang kaya dan mapan nggak mau. Eh, kamu malah pilih pengangguran kayak dia! Mata kamu buta apa gimana sih? Kecewa Ibu sama kamu Nauma!”Azlan menghela napas mendengarnya. Ibu mertuanya sengaja mengatakan dengan keras. Nauma kembali masuk ke kamar dengan tersenyum manis karena Nauma tidak mau Azlan merasa sedih.“Oh iya, Akang mau sarapan apa?” tanya Nauma.Azlan tidak ingin membuatnya bersedih, dia pun menjawab, “Aku mau susu, tapi dari sumbernya langsung ya,” balas Azlan ambigu, entah Nauma mengerti atau tidak dengan apa yang Azlan katakan.“Oke kalau gitu, Akang tunggu sebentar di sini.”Azlan tidak mengerti apakah Nauma paham dengan maksud candaannya atau tidak. Azlan mengikuti langkah Nauma sampai ke ruang tamu.“Kamu ngapain Neng?!” tanya Ibu Nauma.“Kang Azlan minta susu langsung dari sumbernya Bu!!” balas Nauma sambil berteriak.“Pasti kamu nih yang buat Nauma aneh, kamu nyuruh anak saya ngapain?!” Ibu mertuanya marah dan menyalahi Azlan.“Aku juga nggak tahu Bu,” balas Azlan.“Sudah sana kamu susulin! Suruh masuk! Bantu Ibu masak!” pinta Ibu.Baru juga Azlan berdiri ingin menyusul Nauma, Nauma sudah datang dengan membawa sapi yang ada di halaman belakang.“Ngapain kamu bawa-bawa sapi Neng?”“Katanya Akang mau minum susu dari sumbernya langsung? Ini aku bawain sapi, biar Akang bisa minum susu langsung dari sumbernya,” jawab Nauma dengan wajah polos.“Astaga Neng, tega banget nyuruh Akang minum susu sapi dari sapinya langsung, bener-bener kamu mah, buat Akang gemes pengen sentil otak kamu.”Nauma sangat polos, bukan ini yang Azlan maksud, tetapi sumber yang lainnya. ‘Ah, salahku juga yang berkata ambigu, wajar saja kalau dia salah kaprah,’ ucap Azlan dalam hati sambil menggelengkan kepala.“Hehehe, jadi salah ya Kang? Akang nggak mau susu sapi, terus Akang maunya susu apa? Susu kambing ya? Bentar ya Kang, Neng ambil dulu kambingnya.”“Yasalam Neng, Akang gemes banget loh sama kamu, sudahlah, Akang nggak jadi minum susu, kamu ke dapur saja bantuin Ibu, biar Akang yang kembalikan sapinya ke belakang,” ucapnya sambil mengambil alih tali pengekang Sapi yang ada di tangan Nauma.Kepolosan Nauma membuat Azlan khawatir, beruntung dia yang mendapatkannya. Coba kalau pria bajingan yang mendapatkannya, pasti Nauma sudah dibodohi oleh mereka.“Bisa-bisanya kamu mau minum langsung dari sumbernya?! Sana kembalikan sapinya, kamu juga bodoh banget jadi wanita! Mau-maunya dibodohi suami, sudah miskin banyak maunya lagi! Nikah cuma modal tampang saja!!” bentak Ibu.Lagi-lagi Ibu menghina Azlan, mulutnya sudah seperti petasan kalau sudah menghina dan membentak Azlan. Dari awal Azlan mengenalnya, Ibu selalu menunjukkan ketidak sukaannya. Beruntung Azlan bisa merayu orantua Nauma, dan mengizinkan mereka menikah.“Sudah sih Bu, jangan marahin Akang Azlan terus, kasian tahu,” bela Nauma.“Kasihan! Kasihan! Kasihan sama diri kamu sendiri, bisa-bisanya kamu mau nikah sama pengangguran gini!”“Bu, sapinya ngeliatin Ibu terus tuh, kayaknya dia terpesona lihat Ibu marah-marah,” timpal Azlan dengan canda, dia tidak tega melihat Nauma dihentak seperti itu, meskipun dihentak oleh Ibunya sendiri.“Azlan! Kamu nggak lihat Ibu lagi marah?! Sini kamu!” Azlan langsung mendekat ke arah Ibu. Saat ini Azlan sudah berada di samping Ibu, Ibu langsung menarik tangannya, dan menyuruhnya berjongkok di bawah tubuh sapi.“Ngapain aku di suruh jongkok di sini Bu?” tanya Azlan dengan heran.“Minum tuh susu sapi! Katanya kamu mau minum susu langsung dari sumbernya,” balas Ibu, Ibu mendorong kepala Azlan hingga wajahnya menyentuh puting susu sapi.Rasa geli, jijik dan juga kesal bercampur jadi satu di hati karena perlakuan Ibu, ingin melawan pun tidak bisa. Azlan masih menghargainya sebagai orangtua dari wanita yang sudah sah menjadi istrinya. Dalam hidupnya, baru kali ini Azlan dihina.“Ibu ini apa-apaan sih Bu?! Ibu pikir Kang Azlan ini anak sapi di suruh menyusu langsung seperti ini? Lepasin Bu!” bela Nauma lalu dia membantu Azlan untuk berdiri.“Lepas nggak?! Apa yang kamu tahu, hah?! Suami tidak berguna saja masih kamu bela, sana kamu ke dapur!” ucap Ibu sambil melepaskan cengkraman tangan Nauma.Ibu pergi ke dapur dan Nauma langsung membantu Azlan berdiri, Azlan bersyukur memiliki istri seperti Nauma. Nauma mencintainya dengan tulus, bahkan tidak memandang materi, dia tetap menerimanya meskipun Azlan hanya seorang pengangguran.“Terima kasih ya Neng,” ucap Azlan sambil tersenyum.“Neng ke dapur dulu, Akang pulangin Jono ke kandangnya ya, jangan lupa dikasih makan juga."“Siapa Jono Neng?”“Sapi Kang, jadi Sapi ini namanya Jono, Bapak yang ngasih nama,” balas Nauma.“Kirain Akang siapa, nggak sekalian dikasih nama Jhonatan biar keren Neng, hehehe.”Azlan mengembalikan Jono ke kandangnya, dia juga menyempatkan diri untuk bercanda dengan Jono.“Nih kamu makan yang banyak, biar cepet gemuk,” ucapnya kepada sapi sambil menyuapi rumput.Mooo mooo“Kamu ngerti apa yang aku ucapin?”Moo moo“Lah, kenapa gue malah ngomong sama sapi? Ketularan Nauma ini mah,” gerutunya sambil menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.“Azlan!!... ngapain ngomong sama sapi?! Kamu sudah gila apa gimana?! Cepat ke sini ambil air di sumur!!” teriak Ibu dari dapur.“Iya, Bu!!”"Kenapa saat hatiku sudah memilihmu jusrtu kau yang menghilang?" gumam Nauma sambil berjalan mencari taksi.Rumah Azlan yang ia datangi ternyata sudah dijual, tapi ia tak putus asa. Nauma mengunjungi Strar Entertaint, agensi tempat Azlan bekerja. Nauma pikir Azlan masih menjadi artis dan bekerja dengan Agnes."K-kamu Nauma?" tanya Fero yang tak sengaja melihat Nauma memasuki lobi kantornya."Ya, ini aku. Sudah lama kita tak bertemu," balas Nauma."Kau sudah berubah sekali, semakin cantik dan mempesona. Oh ya, untuk apa kau ke sini?" tanya Fero."Apakah Azlan ada di sini? Aku mencari ke rumahnya tapi ia tak tinggal di sana lagi, nomor ponselnya pun sudah tak aktif lagi," tanya Nauma.Fero mengembuskan napas saat mendengar pertanyaan Nauma. "Dia sudah tak bekerja di sini lagi, sekarang dia tak memiliki pekerjaan, semua harta yang diberikan Mr. Jhon pun sudah diambil dan dia sudah tak memiliki apapun. Tapi untuk apa kau mencarinya, bukankah kau sudah menikah dengan Mr. Jhon?" tanya Fero
"Kenapa Azlan, Nak?" tanya Ibu Tomi sambil berlari karena mendengar teriakan anaknya."Kak Azlan tak sadarkan diri, Bu. Lebih baik kita bawa ke rumah sakit sekarang," balas Tomi cemas.Tomi dan ibunya membawa Azlan ke rumah sakit terdekat, sepanjang perjalanan ia merasa cemas karena keadaan Azlan. Wajahnya sudah terlalu pucat, mata menghitam dan terlihat lebih kurus dari biasanya.Ia melajukan mobil dengan kecepatan penuh tanpa memperdulikan makian pengguna jalan lainnya. Ibu Tomi pun merasa cemas karena tak biasa berada di jalan raya dengan kecepatan seperti ini."Hati-hati, Nak," ucap Ibu Tomi memperingati anaknya.Begitu sampai di rumah sakit mereka langsung melarikan Azlan ke ruang UGD. Dalam perjalanan menuju UGD mereka bertemu dengan Fero yang kebetulan sedang syuting di rumah sakit untuk film terbarunya. Fero pun membantu Tomi mendorong brangkar pasien."Apa yang terjadi? Mengapa ia jadi seperti ini?" tanya Fero."Nanti aku ceritakan, yang penting kondisi Kak Azlan membaik dulu
"Maaf Nyonya. Semua biaya atas nama Axcel sudah dilunasi," ucap petugas administrasi saat Nauma ingin membayar tagihan rumah sakit."Siapa yang telah membayarnya?" tanya Nauma penasaran."Pria yang mendonorkan mata untuk anak anda."Nauma terkejut dengan apa yang ia dengar. Azlan menjalankan peran sebagai Orangtua yang sesungguhnya dengan menjaga Axcel tanpa sepengetahuannya. Bahkan biaya operasi yang terbilang mahal pun Azlan lakukan. "Baiklah kalau begitu, terima kasih."Nauma pergi dengan tatapan kosong, ia masih memikirkan Azlan di hatinya. Nauma pun merogoh tas kecil yang ia bawa dan mengambil ponselnya. Ia mencari nomor Azlan hendak menelpon dan mengucapkan rasa terima kasihnya."Kenapa nomornya tidak aktif?" gumam Nauma.Nauma kembali menelpon Azlan dengan nomor yang dulu Azlan gunakan sebagai Mr. A, tapi tetap saja nomor itu tak aktif sama sepeti nomor sebleumnya. "Kenapa nomor ini juga tak aktif? Apakah ia mengganti nomornya?" gumam Nauma."Ada apa?" tanya Mr. Jhon menghamp
"Mengapa kau ada di sini?" tanya Nauma begitu seorang pria keluar dari kamar mandi.Azlan terkejut saat melihat kehadiran Nauma di ruang rawatnya, ia tak bisa menjawab pertanyaan Nauma. Nauma pun terlihat menahan kesedihannya sambil memandang wajah Azlan yang terdapat perban di bagian mata. "Apakah kau yang mendonorkan mata untuk Axcel?" tanya Nauma lagi.Azlan masih terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa, rasanya percuma ia menyembunyikan identitasnya saat Nauma mengetahui apa yang ia lakukan.Azlan mengambil ponsel Nauma di lantai dan memberikannya. Ia pun tersenyum dan berkata. "Tenang saja, aku akan pulang begitu pengobatan ini selesai, aku pun janji akan menghilang dari hidup kalian," ucap Azlan menahan sesak di hati.Nauma tak menerima ponsel yang Azlan berikan, ia masih terpaku pada wajah Azlan yang berbalut perban. Tanpa ia sadari air mata sudah jatuh begitu saja membasahi pipi. Azlan pun panik dengan kesedihan yang Nauma tampakkan. Ingin sekali rasanya memeluk wanita yang
"Tentu saja bisa, tapi kau harus melewati serangkaian tes terlebih dulu untuk melihat kecocokan mata kalian," ucap sang dokter."Baiklah, aku akan melakukan tes itu sekarang juga," balas Azlan.Azlan menjalani pemerikasaan dan ia bersyukur karena matanya cook untuk didonorkan. Tomi merasa cemas dengan keputusan yang diambil Azlan. Sedangkan Azlan memantapkan hati untuk kesempurnaan anaknya. Ia tak akan tega melihat Axcel hidup dengan kekurangan."Apakah kau serius dengan keputusanmu, Kak?" tanya Tomi."Tentu saja, kau tenanglah, bukan hal buruk hidup dengan satu mata," balas Azlan.Dokter memberikan jadwal operasi pada Azlan, serangkaian tindakan pun telah Azlan lakukan. Hari demi hari ia tinggal di rumah sakit, dan mendapati kabar bahwa operasinya telah berhasil. Rasa syukur selalu ia ucapkan.Azlan pun melihat keadaan Axcel saat malam tiba, tentunya hanya dari luar jendela. Ia tak ingin Nauma mengetahui apa yang ia lakukan untuk anaknya."Syukurlah kalau kau sudah bisa melihat denga
"Tapi mobil itu adalah mobil kesayangamu, Kak," balas Tomi."Tak ada yang lebih penting dari keselamatan anakku, aku harus segera menemuinya. Hati ini tak akan tenang jika belum melihat keadaannya dengan mata kepalaku sendiri. Sekarang juga kau temani aku ke dealer mobil," ucap Azlan.Azlan berlari menuju kamarnya mengambil kunci mobil serta berkas yang dibutuhkan, kemudian ia dan Tomi langsung menuju dealer mobil tempatnya membeli dulu. Pekatnya malam membuat jalanan semakin lengang, hingga Tomi berpikir dealer yang mereka tuju pasti sudah tidak beroperasi."Sepertinya Dealer mobil sudah tutup di jam segini, Kak. Lebih baik besok saja kita ke sana," ucap Tomi."Semoga saja belum." Azlan mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh, hingga Tomi berpegangan pada tali pengaman yang ada di tubuhnya.Harapan Azlan tak menjadi kenyataan, dealer mobil yang mereka tuju sudah tutup, tapi Azlan tak patah semangat. Ia mencari dealer mobil lainnya yang masih buka. Keberuntungan tak berpihak padanya