SUAMI WARISAN
158 – Dekap Harap
Suasana di rumah sakit selalu membuat Narendra gelisah.
Kehidupan dan kematian terasa dekat di sini.
Di satu ruangan, ada yang menangisi keluarganya yang meninggal, di ruangan lainnya orang berseru girang atas kelahiran bayi mungil yang memberi harapan.
Kali ini, Narendra merasa tambahan emosi yang belum pernah dirasakannya. Harapan yang menggebu bertabrakan dengan logika dan ketidak-mungkinan yang selama ini diyakininya.
“Minum?” Rengganis datang sambil menyodorkan sebotol air mineral pada Narendra.
Lelaki itu menerimanya dengan lesu. Ekspresinya dengan mudah terbaca oleh Rengganis, “Dokternya sudah datang, sebentar lagi pasti dipanggil.”
Narendra hanya mengangguk, botol air mineralnya dipeganginya tanpa berselera untuk minum.
Tangan Rengganis terasa di atas punggungnya, mengusap-usapnya perlahan, menenangkan Narendra yang kelihata
SUAMI WARISAN159 – Hidup Tanpa Rasa Takut“Tidak ada masalah, semuanya baik-baik saja, Pak Narendra. Anda sehat ….”Rengganis menoleh pada Narendra yang duduk di sebelahnya menghadap dokter. Lelaki itu pias, tercengang dengan kalimat dokter, ekspresinya campur aduk, tak bisa terbaca bahkan oleh Rengganis sendiri.“Naren?” Rengganis meraih tangan Narendra di atas lututnya. Kulitnya lembab diselimuti selapis es.“Pak Narendra, anda baik-baik saja?” tanya Dokter yang kelihatan khawatir dengan kondisi mental pasiennya.“Ah ….” Hanya itu kata yang mampu terucap dari bibir Narendra yang kering.Rengganis meremas tangannya di bawah meja, dia tersenyum pada dokter dan bertanya lagi, “Bisa dijelaskan sekali lagi, Dok?”Dokter berdeham kemudian melirik pada layar komputer yang menampilkan hasil pemeriksaan lab yang dilakukan Narendra beberapa h
SUAMI WARISAN160 – Bermain dengan Dosa-Beberapa bulan kemudian-Seringkali ketika mencinta, kita lupa akan logika.Begitu pun dengan Rengganis.Pernikahannya dengan Mahesa perlahan namun pasti menukik tajam walaupun ada jabang bayi di kandungannya. Dia tak lagi antusias setiap kali Mahesa mengajaknya untuk bermesraan.Rengganis mendambakan Narendra, walau setiap malam dia tidur satu ranjang dengan suaminya sendiri. Suami yang dinikahinya secara sah di depan keluarga dan temannya.Dan dia mempunyai keyakinan bahwa bayi dalam kandungannya adalah bayi Narendra.“Aku keji, bukan?” tanyanya suatu kali pada Sarah yang duduk di hadapannya di salah satu restoran Italia di Jakarta.Restoran Madre pilihan Sarah yang sedang hamil besar dan mengidam makan Lemon Chicken Piccata dari Chef ganteng asli Italia itu. Sarah menyedot minumannya dengan suara keras, perempuan itu kembali ke Jaka
SUAMI WARISAN161 – Musuh dalam SelimutMahesa mengorek telinganya yang mendadak terasa gatal.Ugh, seperti ada yang berdenging di dalam rongga telinganya. Sekali lagi dia mengecek jam tangannya, mereka terlambat sepuluh menit.Namun Mahesa tidak marah karena Jeno sudah mengiriminya pesan bahwa mereka terjebak kemacetan.Mahesa kembali memusatkan perhatiannya pada tablet di atas meja. Lagi-lagi email dari perempuan Jepang itu kembali mengusik hari juga hatinya. Mahesa memandangi email yang belum dia baca.Setelah kepulangannya dari Jepang, Ayumi dan dirinya jadi makin sering berkirim pesan. Bukan hanya berdiskusi mengenai pekerjaan, namun hal yang lainnya. Bahkan, mereka saling memfollow akun media sosial masing-masing.Mahesa berpikir bahwa hubungannya dengan Ayumi masih dalam batas normal. Walaupun mereka sering bercakap lewat aplikasi perpesanan, topik pembicaraan mereka tidak sampai kelewat batas. Mereka tidak
SUAMI WARISAN162 – Tak Terjangkau“Aku udah nitipin kamu ke Narendra, kalau ada apa-apa, kamu minta tolong dia aja ….”Rengganis yang sedang mengoles mentega di atas selembar roti tawar menoleh pada Mahesa. Tengah malam begini, dia mengidam makan roti bakar sementara suaminya itu baru pulang kantor.Dasi yang melilit di lehernya seharian ini terlempar ke udara, melayang sejenak kemudian jatuh di atas lengan sofa. Mahesa menghempaskan dirinya di atas sofa dan mengembuskan napas. Tangannya meraih remote TV, mengganti channel sesuka hati.“Kenapa?” tanya Rengganis, dia menaruh roti yang setengah jadi di atas piring. Suaranya terdengar waspada, namun Mahesa sama sekali tidak sadar dengan perubahan mood istrinya.“Besok ngedadak aku harus pergi ke Kyoto. Ibu sama Ayah lagi ke Makassar, kondangan anak kawan lama Ayah dulu waktu di Birmingham.” Mahesa memijit-mijit pangkal hidungnya &l
SUAMI WARISAN163 – Calon Orang TuaRengganis tidak tahan lagi.Dia sudah bosan menunggu, muak didera rasa takut dan perasaan bersalah. Rindunya pun sudah tak tertahankan.Jadi begitu Mahesa terbang ke Kyoto, keesokan harinya Rengganis langsung pergi ke kantor agensi, kebetulan di pintu masuk dia berpapasan dengan Jeno, manajer talent yang mengurus Narendra.“Ha …. Halo Bos. Eh, Nyonya Bos.” sapanya dengan mata membelalak melihat kehadiran Rengganis yang tak terduga. Apalagi semua orang tau kalau sang Bos Besar tidak ada di kantor sekarang.Rengganis tersenyum menyapa Jeno dan bertanya, “Hai, apa kabar, Jeno? Narendra ada?”Bahkan Rengganis tidak malu-malu bertanya keberadaan lelaki yang bukan suaminya – setidaknya semua orang tidak tau hubungan mereka berdua jauh sebelum pertemuannya dengan Mahesa.“Oh, ada di lounge, lagi interview.”“Interview?
SUAMI WARISAN 164 – Pengkhianatan Hal yang paling menyedihkan dari pengkhianatan adalah, pengkhianatan tidak pernah datang dari musuhmu. Pengkhianatan selalu datang dari orang terdekatmu; orang yang kamu percaya, yang kamu pikir setia. Matahari masih bersinar malu-malu ketika Mahesa melangkah keluar dari bandara, dia celingukan sebentar, mencari penampakan mobilnya yang dikendarai supir. Sebuah Mercy mengkilap berhenti tak jauh darinya. Seorang lelaki bergegas keluar menghampirinya, “Selamat pagi, Pak.” sapa sang supir pada majikannya. “Hai, pagi. Tolong masukin ke bagasi, ya.” Mahesa mengerling pada trolinya. Supir mengangguk, dia tergopoh-gopoh membukakan pintu untuk Mahesa kemudian mengangkat barang bawaan dari troli. Mahesa masuk ke dalam mobil, sedikit bergidik oleh perbedaan udara dan dinginnya AC. Dia merapatkan jaketnya kemudian bersin sekali. Ah, sepertinya dia kena flu. Semoga saja ada obat di r
SUAMI WARISAN 165 – Celaka Desiran yang sedari tadi tak mau minggat dari hatinya semakin menggedor jantungnya ketika Mahesa berdiri di luar apartemennya. Suara-suara mencurigakan sayup-sayup melayang menuju telinganya. Dia memasukkan kode masuk rumahnya kemudian membuka pintu. Suara-suara itu semakin lama semakin terdengar jelas. Langkahnya terhenti sejenak, dibukanya telinga lebar-lebar, berusaha menerka apa yang sedang terjadi dalam apartemennya. Ada apa? Dia mendengar suara Rengganis, istrinya itu kedengaran seperti sedang merintih. Kenyataan itu langsung menghantamnya. Apa perasaannya memberi tanda bahwa terjadi sesuatu pada Rengganis? Apa jangan-jangan ada rampok?! Apa yang terjadi dengan istrinya?! Mahesa bergegas masuk ke dalam ruangan. Namun astaga …. Apa yang dilihatnya benar-benar membuatnya terpaku. Punggung Rengganis meneteskan keringat di pelukan kedua lengan k
SUAMI WARISAN 166 – Titik Koma Karma seperti boomerang, dia akan terbang jauh, kemudian menghantammu dengan keras. Sangat keras hingga dirimu tersungkur tak berdaya. Itulah yang dirasakan Narendra sekarang. Bukan hanya karma dan pukulan dari Mahesa, bogem mentah pun kembali melayang padanya dari Papa Rengganis. “Kamu apakan anak dan cucuku?!” serunya berang, matanya merah memandang Narendra yang wajahnya lebam-lebam. Napasnya tersengal-sengal sementara Maya dan Mama menahan tubuh Papa agar tidak merangsek memukuli Narendra yang sudah babak belur. Namun, tak sekalipun Narendra melawan. Badannya yang lebih atletis sudah pasti punya kekuatan lebih daripada lelaki paruh baya itu. Tetapi Narendra menerima semua pukulan, caci-maki dan sumpah serapah dari keluarga Rengganis dan Mahesa. Mama dan Maya menarik Papa untuk menjauhi Narendra dan duduk di salah satu kursi panjang yang ada di ruang tunggu operas