Share

Acuhnya ibu mertua

Melvin tengah gelisah mencari Viona yang tak ia temukan di rumah sakit. Dua Suster tadi mengatakan jika Viona mengalami luka di kakinya karna desakan para media.

Tentu Melvin merasa sangat bersalah dan khawatir. Ia terus menghubungi ponsel gadis itu seraya melaju pelan dengan mobilnya di sekitar jalanan yang tampaknya akan semakin ramai.

"Kau dimana?!" Gumam Melvin melihat kiri kanan jalanan. Karena tak menemukan apapun disini akhirnya Melvin ingin kembali ke rumah sakit tapi tiba-tiba ponselnya berdering.

Melihat nama Viona di sana, tentu Melvin segera mengangkat dengan wajah gusar.

"Kau dimana? Aku mencarimu di sekeliling rumah sakit dan di sekitar jalanan di sini tapi tak ada."

"Aku sudah pulang ke kediaman-mu. Maaf, aku tak mendengar panggilan barumu tadi karna masih di jalan."

Suara Viona terdengar menahan sakit. Melvin tentu segera melaju cepat ke arah kediamannya karna cemas jika luka di kaki Viona parah dan wanita itu masih memaksakan diri berjalan.

"Kau pulang dengan siapa?"

"Memesan angkutan. Cepatlah pulang! Hujannya akan lebat nanti!"

Pinta Viona dan Melvin mengiyakannya. Sambungan itu mati hingga Melvin fokus berkendara di suasana mendung dan gerimis ini.

..

Kediaman Harrison..

Viona baru saja sampai di depan bangunan megah di dominasi warna putih. Ada dua penjaga gerbang yang tadi membuka benda itu mempersilahkan Viona masuk.

Mereka sempat terkejut melihat kaki Viona memar dan susah berjalan alhasil, salah satunya menawarkan bantuan.

"Nona! Biar saya antar ke dalam!"

"Terimakasih, pak!" Jawab Viona mau di gandeng ke arah kediaman. Ia mengamati sekeliling tempat ini dimana begitu luas dan segar.

Desain luarnya saja sudah sangat elegan dan mewah. Pantas banyak orang yang ingin sekali menempati kediaman luas dan besar ini.

Saat tiba di depan pintu utama, Viona sama sekali tak di sambut siapapun. Kediaman ini seperti tak berpenghuni bahkan para pelayan yang semula ada di dalam tiba-tiba langsung pergi.

"Nona! Saya hanya bisa mengantar sampai disini!"

"Iya, pak! Terimakasih!" Ucap Viona beralih memegang pintu yang sudah terbuka kecil.

Saat Viona masuk, kemewahan di luar tadi ternyata sebanding dengan isi bangunan ini. Banyak porselen-porselen mahal yang dipajang serta langit-langit kediaman begitu tinggi dan dihiasi banyak pernik yang tentu fantastis.

Viona yang juga tak udik tentu ia tahu berapa harga dari barang-barang disini. Hampir semuanya bernilai jutaan dolar dan sangat menggetarkan jiwa.

"Viona!"

Suara nyonya Amber dari arah tangga di atas sana membuat Viona sedikit mendongak. Wanita paruh baya itu berjalan turun di dampingi satu pelayan yang tampak sangat menjaganya.

"Mom!"

"Kau kemana saja? Nak!" Cemasnya tampak jelas.

Viona hanya tersenyum. Ia dengan susah payah berjalan masuk lebih dalam mendekati nyonya Amber yang sudah ada di ujung tangga.

"Kau kenapa?"

"Kakiku sedikit terkilir, mom!" Jawab Viona ingin lebih dekat tapi nyonya Amber tiba-tiba menutup hidungnya.

"Astaga! Kau bau debu dan asap Viona," Decah nyonya Amber tampak risih memegangi dadanya.

Viona diam. Ia tak jadi mendekat karna mendengar ucapan nyonya Amber yang jujur sudah sering membuat Viona sakit hati.

"Dadaku sakit mencium aroma debu dan asap di tubuhmu. Seharusnya kau bersihkan dulu kaki dan tanganmu di luar, nak!"

Walau keluhan itu masih memanggilnya anak, tapi ntah kenapa masih terdengar perih. Padahal, nyonya Amber tahu sendiri jika Viona kesulitan berjalan.

"Bagaimana bisa kau bertemu Melvin dengan keadaan seperti ini?! Astaga, Melvin itu juga sama denganku. Dia tak tahan dengan debu dan asap. Kau tak tahu?"

"Mom! Aku.."

"Sudahlah. Lain kali kau harus banyak belajar dari Hellen, hm?!"

Lagi-lagi ia di bandingkan. Viona seketika mematung tak lagi bicara sampai nyonya Amber mengungkit-ngungkit kembali soal wanita itu.

"Jika kau mau, mommy ada kontak Hellen. Kalian bisa berteman bahkan kau akan belajar banyak tentang Melvin darinya, nak!"

Viona hanya mengangguk. Ia berusaha menahan agar tak kelepasan bicara yang bisa menyinggung perasaan nyonya Amber apalagi wanita ini punya penyakit jantung.

Melihat kesabaran Viona begitu besar, tentu nyonya Amber sangat salut. Sudah dalam keadaan seperti ini dia masih berani datang ke kandang singa yang sebenarnya.

"Ya sudah. Pergilah ke kamar Melvin. Ada di lantai atas, sayang!" Ucap nyonya Amber digiring pergi oleh pelayan pribadinya ke arah ruang santai di samping.

Sebelum benar-benar menghilang, lirikan mata licik itu ia lempar pada Viona yang tampak masih diam.

"Cih, sampai kapanpun kau tak akan bisa hidup tenang disini," Batin nyonya Amber pergi.

Viona yang masih mematung di bawah tangga sungguh tak bertenaga saat melihat kakinya lalu bergantian dengan benda ini.

"Kakiku tak akan kuat naik ke atas!" Gumam Viona berpeggangan ke pinggir tangga.

Dengan pelan dan menahan sakit ia mengangkat kakinya memijaki satu persatu anak tangga ini dengan susah payah.

Namun, saat tiba di anak tangga ke 7 keseimbangan Viona hilang hingga ia terpeleset.

"Mamaa!!!"

Teriak Viona nyaris mau terguling di atas tangga tapi untung saja tubuhnya segera di tahan oleh Melvin yang tadi cepat berlari kedalam.

Viona yang masih syok berpeggangan ke bahu kekar Melvin yang segera menggendong Viona ringan.

"Sayang!"

Panggil Melvin saat melihat wajah Viona pucat pasih dan berkeringat dingin. Melvin segera membawa Viona ke lantai atas menuju kamarnya karna tubuh gadis ini sudah seperti es.

Viona yang tak bicara sepatah-katapun membuat kekhawatiran Melvin semakin menjadi. Ia dorong pintu kamarnya lalu segera mendudukkan Viona di tepi ranjang king size yang berwarna abu tua.

"Sayang! Kau baik-baik saja? Akan ku hubungi dokter. Kau tenang saja!" Ucap Melvin mengusap pipi dingin Viona yang hanya diam tampak masih jantungan.

Melvin menghubungi dokter Niko yang merupakan dokter pribadi keluarga mereka. Setelah bicara panjang lebar tentang keadaan Viona pada pria itu, Melvin segera memutus sambungan dan barulah ia berjongkok di depan sang istri.

"Kakimu sudah memar seperti ini. Kau masih memaksakan berjalan? Kau bisa meminta bantuan pada pelayan di kediaman ini sayang!" Cemas Melvin memeriksa kedua kaki Viona.

Gadis malang itu hanya diam. Bagaimana bisa ia meminta tolong jika melihatnya saja para pelayan itu enggan?! Bahkan, ibu mertuanya sendiri tak mempedulikan kondisinya.

"Apa aku bau asap dan debu?" Tanya Viona membuat Melvin yang tadi melepas pelan heelsnya terhenti.

Mata elang Melvin yang hangat memandangnya teduh dan penuh perasaan.

"Tidak, Sayang!"

Jawab Melvin tapi Viona sendiri bisa mencium aroma asap dan debu di pakaiannya. Jelas sekali Melvin berbohong hanya untuk menjaga perasaanya saja.

"Kau alergi dengan debu?"

"Iya. Tapi.."

"Aku bisa sendiri," Sela Viona menepis tangan Melvin yang ingin membersihkan kakinya.

Pria itu mematung diam. Ia menatap sendu Viona yang tampak menahan air mata dengan memaksakan kakinya berdiri dengan berpeggangan ke pinggir ranjang.

"Sayang! Kau tak bisa berjalan. Aku..aku antar ke kamar mandi. Ayo!!"

"Aku bisa."

Jawab Viona singkat. Ia tak mau menjalin kontak mata dengan Melvin dan berusaha sekuat tenaga walau sesekali jatuh tetap ia lawan untuk masuk ke kamar mandi.

"Viona! Sayang! Aku minta maaf. Aku tak tahu jika kau luka seperti itu!" Sesal Melvin ingin ikut masuk ke kamar mandi tapi Viona sudah menutup pintu rapat dan menguncinya dari dalam.

Viona yang tadi menahan tangis langsung membekap mulutnya sendiri. Ia luruh terduduk di lantai kamar mandi ini menangis tertahan dan ditelan sendiri.

"Kau tak pernah menceritakan apapun soal dirimu padaku. Haruskah aku belajar dari wanita itu?!" Batin Viona merasa kecil dan sempit.

Ia tak tahu apapun tentang Melvin dan pria itu juga seperti tak berniat memberitahunya. Apalagi, nyonya Amber lebih menyukai Hellen dari pada dirinya. Sungguh, itu beban untuk Viona yang tak tahu bagaimana lagi cara menghadapi ibu mertuanya.

....

Vote and like sayang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status