Pagi ini Viona benar-benar menagih janji Melvin. Ia sama sekali tak membiarkan pria itu turun dari ranjang dan terus memeluknya posesif seakan ingin meluapkan semua rasa rindunya hari ini.Melvin juga tak keberatan. Lagi-pula ia sadar jika kemaren Viona terluka karna kecerobohannya. Saat sakit seperti ini tentu ia harus menemani sang istri."Kakimu masih sakit, hm?" Tanya Melvin seraya mengusap kepala Viona yang tersandar di dadanya."Sedikit. Untung saja dokter Niko pria yang bisa di andalkan.""Maksudmu? Aku tak bisa di andalkan begitu?" Tanya Melvin jengkel karna sedari kemaren Viona memuji-muji Niko yang pasti tertawa senang mendengarnya.Viona mengulum senyum geli. Ia menatap wajah tampan masam Melvin yang membuatnya jatuh cinta berulang kali."Bukan begitu. Hanya saja dia lucu.""Aku tak lucu?" Desaknya lagi menarik sayu alis penuh penghakiman. Viona melebarkan senyumannya sampai mata bulat indah itu ten
Penyakit yang di derita nyonya Amber ternyata sudah sangat parah tetapi, wanita itu kekeh untuk tak melakukan tindakan operasi bahkan berobat ke luar negeri.Tentu saja Melvin cemas jika kondisi seperti ini terus di biarkan maka, akan berdampak buruk bagi kesehatan nyonya Amber.Sejumlah usaha sudah di kerahkan. Nyonya Amber yang tadi baru sadar langsung mendapat desakan untuk pergi berobat secara intens tapi masih saja keras kepala."Mom! Sekali ini saja, turuti aku.""M..Melvin! Mommy baik-baik saja, nak! Sungguh," Ucapnya dengan nada lemah."Tapi, dokter mengatakan jika mommy sedang drop parah. Ini tak bisa di biarkan terlalu lama," Bantah Melvin sangat tak tenang.Nyonya Amber melirik Viona dari ambang pintu. Gadis lugu ini masih sedia menunggu bahkan terlihat jelas dari wajahnya menyimpan rasa cemas."Mom! Kau harus segera di tangani!""Nak! Mommy baik-baik saja. Lagi pula, disini ada kau dan istrimu yang s
Di dapur besar kediaman Harrison. Viona tampak berdiri di depan wastafelnya dengan air mata yang tak kunjung berhenti mengalir.Ia berusaha untuk tetap tenang dan normal tapi tetap saja. Ucapan nyonya Amber tadi benar-benar menyakiti hatinya."A..aku harus apa?!" Gumam Viona bingung. Apa ia harus bicara pada Melvin tentang ini tapi, jika pria itu melanjutkan masalahnya maka kondisi nyonya Amber akan semakin parah.Ia berusaha tak memikirkan masa lalu Melvin tapi, kemesraan dan kisah cinta yang manis itu terlalu mendalami bahkan membuatnya tak sanggup untuk mendengar lebih jauh."Tidak. Mungkin saja mommy masih belum rela jika Hellen tak menjadi menantunya. Kata mama aku harus membuat kesan baik di kediaman ini. Barulah mereka bisa menerimaku," Gumam Viona menyemangati dirinya sendiri.Para pelayan yang tadi melihat dari jauh hanya diam saling pandang. Sebenarnya ada yang kasihan melihat itu tapi sebagian juga puas karna merasa Viona
Setelah mengurus ibu mertuanya, Viona siang ini mendapat panggilan dari boutique-nya. Yah, Viona memang mendirikan sebuah boutique kecil yang baru hadir 1 tahun ini. Bisnis kecilnya itu memang selalu stabil tapi, semenjak ia menikah Viona jadi tak punya waktu mengurus pekerjaannya.Rencananya Viona mau minta izin pada Melvin untuk pergi ke Vio Boutique Fashion miliknya tapi, Melvin terlihat sibuk membicarakan soal bisnis dengan tuan Harrison yang terlihat berbincang di ruang kerja mereka."Melvin! Untuk sementara waktu kau pergilah dulu ke perusahaan. Aku ingin kau menyelesaikan beberapa masalah di sana menjelang kau menerima jabatan barumu!""Dad! Aku setuju. Lagi pula aku harus membiasakan diri dengan urusan bisnis kita," Jawab Melvin melihat beberapa berkas yang di ajukan tuan Harrison padanya."Yah, adikmu masih ada di luar negeri! Mungkin dia akan pulang beberapa bulan lagi."Melvin hanya diam. Hubungan Melvin dan adiknya meman
Viona sudah ada di boutique miliknya. Ia tengah berbincang dengan Lily asisten pribadinya yang mengontrol tempat ini ketika ia tak ada.Sejauh ini semuanya berjalan lancar. Hanya saja, ada beberapa pelanggan yang meminta gaun pernikahan di desain langsung oleh Viona dan mereka ingin berjumpa secara empat mata sekaligus."Nona! Gaun pernikahan Flower yang kau buat memang sangat di nantikan. Nyonya Melinda yang selalu menantikan desain barumu itu ingin sekali memesannya langsung padamu!" Jelas Lily duduk berhadapan di meja kerja Viona yang tengah melihat bagaimana penjualan minggu ini."Hasilnya lumayan. Kapan nyonya Melinda ingin bertemu denganku?" Tanya Viona menutup pembukuan yang tadi ia baca.Gadis berambut kecoklatan dengan mata agak sipit itu membuka buku catatan jadwal di tangannya."Dua hari lagi jam 10. Dia menunggu nona di restoran Cina tak jauh dari area boutique.""Baiklah. Aku setuju! Beberapa desain yang tadi a
Viona yang di kelilingi banyak orang yang tak di kenal itu semakin bertambah takut. Ia berdiri di tengah-tengah lantai club dimana banyak wanita berpakaian terbuka yang tengah melancarkan aksinya.Justin berdiri di dekat meja yang ada beberapa pria seumuran dengannya. Terlihat jelas jika Justin sudah sering datang kesini sampai mereka tak asing lagi dengan sosok itu."Sepertinya gadis yang kau bawa itu tak asing.""Yah, aku seperti pernah melihatnya di suatu tempat."Desas-desus mereka membicarakan Viona. Bahkan, ada yang dengan terang-terangan mendekati Viona yang tengah mengukuhkan pertahanan diri."Nona manis! Kenapa kau tampak sangat takut?" Tanya pria itu mendekat dan membawa segelas wine.Justin hanya melihat dari sudut. Ia ingin tahu, sampai-mana Viona akan bertahan untuk tetap diam disana dengan tatapan waspadanya."Nona! Minumlah!"Pria tadi menyodorkan gelas yang ia peggang ke wajah Viona yang seg
Jam sudah menunjukan pukul 9 malam. Viona yang tadi pingsan masih terbaring di ranjang rumah sakit. Ia masih belum sadar hingga Niko yang memang seorang dokter terus memantau keadaanya.Tadi ia sudah menelpon Melvin agar datang ke rumah sakit tapi, sepertinya pria itu ada kendala hingga belum juga muncul."Dok! Tubuhnya menderita syok berat. Saat sadar nanti dia mungkin akan ketakutan," Prihatin suster Imay yang berdiri di samping Niko yang tengah memeriksa Viona.Pria dengan alis tebal dan wajah tampan yang hangat itu tampak berulang kali menggenggam tangan Viona yang tak juga merespon."Kau pergilah!""Baik, dok!"Suster Imay pergi dari ruangan rawat Viona. Niko beralih melihat jam di pergelangan tangannya dengan perasaan kelut karna Melvin belum juga datang."Istrinya sudah seperti ini dan dia belum juga datang," Gumam Niko mulai tak suka dengan sikap Melvin.Ia duduk di kursi di samping ranjang seraya bermai
Pagi ini Niko tampak sibuk di dapur utama rumah sakit. Ia membuat sub untuk Viona yang tadi masih tidur. Suster Imay yang selalu mendampingi pria itu di dapur ini terlihat kagum dengan keahlian memasak Niko. "Dokter! Kau luar biasa. Nona Viona pasti suka." "Aku harap begitu," Jawab Niko memasukan sub di panci ke dalam mangkuk lalu ia juga sudah tata nasi dan beberapa buah di atasnya. Setelah semuanya selesai, Niko melepas apron di tubuhnya lalu membawa nampan itu keluar dari dapur dengan suster Imay yang mengikutinya. "Dia sudah bangun?" "Tampaknya sudah, dok!" Jawab suster Imay dan Niko-pun bergegas menuju ruang rawat Viona. Ia tampak lebih semangat menjawab sapaan dari beberapa team medis yang berpapasan dengannya sampai ke pintu ruang rawat Viona. Niko membukanya bersiap untuk bicara tapi ia mematung saat melihat Melvin yang sudah datang tengah memeluk Viona yang tampak diam memandang ke arahnya. "Kau