'Saat aku melakukan ijab kabul dan berjanji dengan Tuhanku. Maka saat itu, kamu akan menjadi milikku seutuhnya dan aku tidak akan melepaskanmu begitu saja, Elina.'
Noah mengulurkan tangannya menunggu Elina menyambutnya. Namun, sayangnya wanita tersebut sepertinya tidak mengerti dengan apa yang sedang dia lakukan. “Apa?” desis Elina ketika bibir Noah berkomat-kamit, dengan mata yang naik turun melihat ke tangannya. “Cium tangan suamimu,” bisik Anna dari belakang. Elina seperti orang bodoh karena semua mata tertuju kepadanya. Mereka seolah menunggu apa yang akan dilakukan selanjutnya. Elina pun menyambut tangan Noah lalu menciumnya. Tangan kiri Noah mengusap kepala Elina dan berdoa sesuai tuntunan penghulu. “Alhamdulilah, kalian sudah sah menjadi suami istri.” Elina menatap kedua mata Noah, dia tidak menyangka jika sekarang sudah menjadi seorang istri dari pria pengangguran yang hanya menjadi beban keluarganya. Tak seperti pria sempurna yang yang ditunjuk oleh ketiga pamannya untuk menjadi suaminya. “Aku pulang dulu,” ucap Elina kepada Noah setelah melaksanakan ijab kabul. Noah memegang tangan Elina, menahannya agar tidak pergi dari sana. “Tunggu, kita sudah menikah. Kalau kamu pergi, mereka akan menyangka jika pernikahan kita palsu.” Elina melihat ke sekeliling, semua orang terlihat berbahagia melihat dirinya dan Noah telah sah menjadi sepasang suami istri meski pernikahan mereka hanya digelar begitu sederhana dan bahkan tidak ada yang mengetahui jika mereka menikah selain keluarga dari pihak Noah, Hardi, Dina dan juga supirnya. “Bagaimana kalau kita makan dulu,” ajak Hardi. Elina dan Noah saling berpandangan sebelum akhirnya Elina lah yang menyela ucapan Hardi. “Begini Paman, kami sudah mempersiapkan acara bulan madu. Jadi—” “Ah, baiklah-baiklah. Sepertinya pengantin baru kita ini sudah ingin membuatkan cucu untuk kita,” goda Hardi. Membuat Elina dan Noah hanya tersenyum kaku serta saling menyikut. Dina yang sedang patah hati pun merasa begitu cemburu melihat kedekatan Elina dan juga pria yang dia suka. Elina menggandeng tangan Noah dengan erat, membuat pria yang kini menjadi suaminya itu merasakan getaran yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Mereka pun berjalan ke mobil Elina. “Apa kamu bisa menyetir?” bisik Elina. “Nggak, mana bisa aku nyetir,” jawab Noah sambil berjalan berdempetan dengan Elina menuju mobil. Dengan kesal Elina mencubit perut Noah, hingga dia mengaduh kesakitan. Namun, karena orang tau dan paman Elina masih memperhatikan mereka. Noah pun bersikap santai lalu memutar untuk masuk ke pintu sebelah. Keduanya melambaikan tangan ke keluarga mereka. Setelah itu Elina menginjak pedal gas, membawa mobil menjauh dari sana. Diperjalanan keduanya hanya diam tidak ada yang memulai percakapan sebelum akhirnya Elina tiba-tiba saja menghentikan laju mobilnya di bahu jalan. "Ke-kenapa berhenti?" tanya Noah karena dia takut Elina akan mengusirnya dan meninggalkannya di jalan. Apa lagi, Noah hanya membawa dompet kosong beserta kartu identitasnya saja. Elina berpikir sejenak sebelum akhirnya dia kembali mengendarai mobilnya membelah jalan ibu kota. *** Hembusan angin menerpa surai wanita yang sedang berdiri di pinggir kolam. Beberapa kali Noah menelan saliva-nya ketika melihat Elina hanya mengenakan bikini, menampilkan lekuk tubuhnya yang sangat indah. Perlahan Noah mendekati Elina. “Berapa lama kita akan tinggal di sini?” Elina memutar tubuhnya menatap Noah yang berdiri di depannya lalu menjawab, “Sampai kamu bisa mengendarai mobil serta belajar bisnis.” “Apa … be-belajar bisnis?” “Hm, aku nggak mau para pemegang saham mencemoohku karena suami CEO mereka hanya seorang pria pengangguran dan dari keluarga miskin.” Perkataan Elina cukup menghujam jantung Noah. Memang apa yang dikatakan oleh wanitanya benar adanya, tapi jika mendengar sendiri dari mulut Elina membuatnya merasa tertampar. “Mulutnya benar-benar pedas,” gerutu Noah sembari memalingkan wajahnya. Elina berjalan mendekati Noah, menatap kedua mata, serta wajah pria yang sekarang sudah menjadi suaminya. “Ke-kenapa kamu melihatku seperti itu?” Elina tak bergeming, tangannya meraih dagu Noah lalu mendekatkan wajah mereka. Jantung Noah berdetak dengan kencang seperti berpacu dengan hatinya yang berdesir melihat kecantikan Elina yang semakin dekat dengan wajahnya. “Apa aku akan kehilangan keperjakaanku sekarang? Aku harus siap, karena istriku yang merenggutnya,” batin Noah. Tanpa sadar dia menutup matanya dan— “Sepertinya enggak perlu ada jambang disini,” ujar Elina berlalu meninggalkan Noah dengan pikiran joroknya. Seketika dia membuka mata melihat Elina melilitkan handuk di tubuhnya berjalan masuk ke villa. “Argh … sialan. Kenapa pikiranku menjijikan sekali!” Sedangkan Elina tersenyum melihat Noah yang kesal dengan apa yang sudah dia lakukan. Tak lupa dia mengambil foto selfie dengan mengumbar dadanya yang sedikit terbuka kemudian mengunggahnya di akun sosial media dengan caption. ‘Terima kasih untuk hari ini.’ Elina terus memperhatikan layar ponselnya, dia yakin seseorang sedang mengawasinya serta penasaran dengan kehidupannya saat ini. “Permisi, Non. Makan malam sudah siap,” ucap wanita paruh baya bernama Sri. “Makasih, Bi.” Wanita itu masih berdiri memperhatikan Elina yang tersenyum melihat layar ponselnya. Hal itu pun mengalihkan atensi Elina hingga ia mendongak untuk melihat Sri yang sedang menatap Noah yang berjalan ke arah mereka. “Namanya Noah.” Sri pun tersenyum lalu berkata, “Tampan. Sepertinya dia sangat spesial bagi Non, karena dia pria pertama yang datang ke villa ini.” Elina hanya mengangguk lalu mengarahkan ponselnya ke Noah. Dengan cepat dia mengambil gambar Noah yang tidak sadar jika dirinya sedang dipotret. “Sore, Den,” sapa Sri. Noah tersenyum mendapat sapaan dari Sri. “Kalau boleh tahu makanan kesukaan Aden apa?” “Dia pemakan segala Bi,” sela Elina ketika Noah sudah membuka mulutnya untuk menjawab perkataan Sri. “Perkenalkan, namaku Noah. Panggil aja Noah jangan Aden.” Sri pun menjabat tangan Noah dan memperkenalkan dirinya. “Panggil saja Bi Sri, sama seperti Non Elina.” “Udah basa-basinya, cepet duduk!” Noah mencebikkan bibirnya lalu duduk tepat di depan Elina. Sedangkan Sri berlalu meninggalkan mereka berdua sembari menikmati pemandangan di sana. “Ehm … aku udah boleh makan, kan?” “Tunggu,” ujar Elina lalu memotret makanan yang disajikan oleh Sri. “Mana tanganmu?” Noah mengulurkan tangannya dan disambut baik oleh Elina kemudian memotret tangan mereka berdua. Tak lupa dia kembali memposting foto siluet Noah dengan tangan mereka yang berpegangan. “Kita tunggu reaksi mereka,” gumam Elina sambil tersenyum bahagia. Iya Elina sengaja memposting kebersamaannya dengan Noah karena semua teman-temannya selalu mengunjunginya karena tidak memiliki pasangan. Saat Elina akan makan, Noah sudah menghabiskan makanan yang ada di piringnya. “Wah, apa kamu kelaparan atau mungkin ada pengemis di dalam perutmu,” ejek Elina. Noah hanya mendelik tak ingin menimpali ucapan Elina. Dia lalu mengeluarkan ponselnya ketika berdering. “Halo, hm … sebentar, aku akan segera menyelesaikan semuanya.” Tanpa permisi Noah berlalu meninggalkan Elina sendiri di meja makan lalu sibuk dengan ponselnya. "Ck, pengangguran saja sok sibuk!"Elina tersenyum tak percaya melihat Noah dan Hardi ikut ke acara makan siang mereka. Mereka berdua melambaikan tangan seolah menyambut kedatangannya. "Sayang," panggil Noah yang langsung disahuti semua staf wanita yang ada di sana. Elina berjalan mendekati Noah yang sudah menggeser kursi untuknya. "Kalian sudah tahu kan kalau dia suamiku? Jadi jangan pernah berani membahasnya di grup kalian." Riuh seketika mereka tak percaya jika Elina tahu tentang grup yang mereka buat. "Sepertinya di grup kita ada mata-mata. Siapa dia?" ujar wanita berambut pendek. Namun, sedetik kemudian mereka menatap Dina dengan sini. Ya, mereka akhirnya tahu siapa yang selama ini membocorkan percakapan mereka di grup. "Ah, sial. Harusnya aku sadar saat dia menunjukkan foto pernikahan Pak Noah dan Bu Elina," sela wanita berambut panjang. Dina yang mendapatkan tatapan sini hanya tersenyum tanpa merasa bersalah. "Minta perhatiannya." Elina berdiri menatap semua orang yang ada di sana. "Terima k
Semua staf divisi berkumpul di ruang meeting. Raut wajah bahagia tergambar jelas di sana setelah mengetahui Noah berinvestasi di perusahaan tempat mereka bekerja.Hampir semua staf di sana takut akan terkena PHK karena perusahaan mereka mulai goyah. Namun, Noah datang seperti sang penyelamat bagi mereka yang takut tak bisa lagi bekerja."Jadi Pak Noah yang membantu perusahaan ini?" ucap wanita berambut pendek begitu senang mendengarnya."Ternyata mereka benar pasangan ya. Wanita kaya, mapan dan mandiri menikahi pria yang mapan juga. Aku benar-benar iri," sahut wanita berambut panjang."Bukan kamu saja yang iri, hampir semua staf iri dengan Bu Elina karena mendapatkan pria tampan, mapan dan berkualitas," tukas Dina yang ikut menimpali ucapan staf yang ada di sana. Meski mereka harus patah hati karena pria pujaannya ternyata suami atasannya.CeklekHening, mereka hanya diam melihat Elina masuk ke ruangan tersebut. "Kita makan siang di luar.""Yey—" Seketika mereka berhenti bersorak sa
Noah tersenyum melihat Elina lahap memakan steak kesukaannya. Dia bahkan menggeser piringnya agar istrinya itu menghabiskan steak miliknya.Namun, Elina malah menggeser piring tersebut. "Aku sudah kenyang.""Benarkah." Dering ponsel mengalihkan perhatian keduanya. Noah menggeser tombol hijau untuk mengangkat panggilan tersebut."Halo."[Noah, ini Paman. Kenapa kamu nggak menghubungiku?]Noah melihat nomor asing kemudian berucap, "Maaf, aku lupa."[Bagaimana soal investasi yang kita bahas kemarin, apa kamu berminat berinvestasi di perusahaanku?] Mata Noah melirik ke arah Elina. "Aku akan bicara dulu dengan istriku."[Istri ... Hei, kamu tak perlu bicara dengan Elina, dia pasti melarangmu berinvestasi di perusahaanku.]Mendengar kata istri cukup membuat Elina tersipu malu. Meski dia sering meminta pisah tetap saja pria itu lah yang ada di hatinya. Hanya saja Elina tak suka berbagi dan pencemburu. Dia ingin Noah hanya miliknya dan tak suka wanita manapun membahasnya."Maaf Paman, akan
Suara ketukan jemari teru terdengar dan semakin nyaring, Sonia yang berada di sana sudah mulai tak nyaman karena dia tahu seperti apa jika atasannya itu marah. Brak! "Suruh bagian keuangan memeriksa laporannya lagi." "Baik, Pak." Sonia mengambil dokumen yang dilempar Noah. "Begini Pak, hari ini Bu Elina nggak masuk ke kantor. Menurut informasi yang saya dapatkan dia juga nggak kembali ke apartemen dari kemarin." "Hm, aku tahu. Oh ya, gimana tentang artikel hubungan aku dan model itu apa bisa di take down?" "Maaf Pak, nggak bisa karena bukan satu orang yang menyebarkan artikel itu. Kenapa Bapak nggak klarifikasi saja, undang wartawan lalu beritahu mereka kalau anda sudah menikah. Aku yakin gosip itu akan menghilang dengan sendirinya dan mereka juga akan tahu jika Bu Elina istri Pak Noah." Ucapan Sonia ada benarnya juga, Noah tak ingin masalahnya berlarut bahkan Lilia sudah mulai mengusik pernikahannya. "Akan aku pikirkan lagi." "Baik, Pak. Permisi." Sepeninggal Sonia,
Dina merangkul lengan Elina ke ruang tunggu, sementara Noah masih harus menyelesaikan administrasi terlebih dahulu."Pak Noah berbeda sekali ya Bu."Elina menoleh ke arah Dina dengan tatapan sinis. "Maksudmu apa?""Lihat, proporsi tubuhnya benar-benar membuat hati berdesir. Pantas banyak perempuan yang suka sama Pak Noah apa lagi sekarang menjadi CEO. Definisi tampan, dewasa dan mapan."Bibir Keyla berkomat-kamit dia tak menyangka sekretarisnya sendiri memuji suaminya di depannya. "Apa kamu sedang memuji suamiku?""Apa, eee ... Itu, aku—""Tutup mulutmu, aku nggak suka wanita sepertimu memuji suamiku.""Aku bukan memujinya, aku hanya menggambarkan sosok Pak Noah dimata wanita lain itu saja," elaknya. "Tunggu, jadi Bu Elina nggak jadi bercerai?"Elina menatap punggung Noah yang sedang berbicara dengan staf administrasi. "Kita nggak bisa cerai apa lagi aku sedang hamil anaknya."Sudut bibir Dina terangkat. "Baguslah, aku lega melihat Bu Elina kembali ke Pak Noah, jadi usahaku nggak sia-
Hardi dan Chandra beradu pandang setelah kepergian Hardi. "Apa jalan pikiran kita sama?" tanya Heru."Sepertinya sama. Ayo, kita temui keponakan tercinta kita."Kedua beranjak dari kursi, keluar dari perusahaan Hardi untuk menemui Elina di rumah sakit.Dua puluh menit berjalan akhirnya mereka sampai di basement."Rapihkan penampilanmu kita akan bertemu CEO yang akan membantu bisnis kita.""Apa dia akan mengenali kita, bahkan saat keduanya menikah kita sama sekali nggak datang ke acara pernikahan mereka."Chandra menghentikan langkah kakinya. "Bilang saja kalau Hardi tak mengijinkan kita untuk menemuinya. Kali ini kita harus mendapatkan hati suami dari keponakan kita. Aku yakin selama Elina sakit dia akan mengambil alih perusahaannya."Heru mengangguk seraya kembali berjalan ke dalam rumah sakit."Permisi, ruang pasien atas nama Bu Elina di mana ya?""Baik, ditunggu sebentar Pak," jawab staf yang berada di bagian informasi. "Ibu Elina ada di ruang VIP 1 di lantai 3.""Oke, terima kasih