Malam menjelang, Bu Rini tidur lebih dulu dari pada sepasang pengantin baru itu di ruang tamu yang kecil itu. Dia tadi melaksanakan sholat di sana, lalu tak lama dia telah tidur meringkuk dengan mukenanya.
Nia duduk di atas kasur sambil melihat-lihat beranda sosial medianya, sedangkan Reza mondar-mandir seperti yang bingung. Nia pun mengerti, jika Reza pasti sedang tak enak untuk tidur di ruang tamu karena ada ibunya di sana. Lalu, dia juga sepertinya tak mau melanggar perjanjian mereka yang tidak akan tidur satu ranjang. Mau bagaimana lagi, Nia juga merasa bingung. Dia pura-pura tidak mengerti. Biar Reza saja yang cari sendiri jalan keluarnya. “Kamu ngapain mondar-mandir di situ?" Tanya Bu Rini kepada Reza. Saat bu Rini terbangun dari tidurnya. "Bu, Ibu tidur di atas kasur saja sama Nia. Biar aku tidur di situ," jawab Reza. "Nggak usah. Biar Ibu yang tidur di sini. Kamu cepet tidur sana. Neng Nia pasti nungguin,” balas Bu Rini lagi. Reza pun hanya bisa menganggukan kepala menanggapi ucapan ibunya. Tak lama kemudian Reza memberanikan diri masuk ke kamar sempit yang ada dikontrakan itu, lalu duduk di pinggiran ranjang yang juga kecil, sebab tidak pilihan lain lagi. “Saya minta maaf, jika saya harus tidur di sini.” Ucap Reza pelan. Nia pun langsung melotot mendengar ucapannya. “Mmh, saya berjanji, kalau saya tidak akan berbuat apa-apa. Saya akan langsung tidur. Lagi pula, besok pagi saya harus kerja,” sambung Reza masih dengan suaranya yang dipelankan dan terdengar memohon kepada Nia. "Janji?" Tanya Nia sambil mengacungkan jari kelingking dan Reza pun langsung menganggung. "Baiklah. Tapi kamu harus langsung tidur, jangan macam-macam,” sambung Nia dengan suara yang sedikit mengancam Reza. Reza pun kembali mengangguk lalu naik ke tempat tidur dengan wajah yang kikuk. Nia pun menggeser tubuhnya mepet ke dinding. Reza tidur miring dengan memunggungi Nia, lalu tak lama setelah itu terdengar dengkuran halus dari mulut Reza. Dan saat tengah malam tiba Reza merasa kegerahan. dengan tidak sadar dia membuka kaos oblongnya sambil berbaring dan memperlihatkan otot-ototnya yang terbentuk dengan sangat baik. Nia yang masih belum bisa tidurpun melongo seketika saat melihat otot-otot Reza yang terbentuk sangat baik itu. Memang bukan kali pertama dia melihatnya, tapi kali ini dengan jarak yang begitu dekat dia melihatnya. Edan. Ardi saja tak sebagus ini badannya. Pikir Nia. Sesaat kemudian Nia menoyor kepalanya sendiri untuk membuyarkan pikiran-pikiran kotor dalam otaknya lalu diapun gegas memalingkan mukanya. Jika tidak, nanti bisa-bisa dia yang menerkam Reza pikirnya. . . Seminggu kemudian, Reza berhasil mendapatkan sebuah rumah untuk disewa. Mereka pun pindah ke sana agar lebih leluasa. Nia bisa bernapas lega karena kini kamarnya tidak sempit lagi. Bu Rini juga sudah punya kamar sendiri. Reza tidak akan merasa tidak enak hati karena harus tidur di kamar, karena dia bisa tidur di ruang tamu. Namun, ada yang tidak mereka sadari dengan tinggal bersama Bu Rini. Karena mereka berdua justru harus tetap tidur sekamar agar Bu Rini tak curiga jika pernikahan yang mereka jalani hanya sementara sampai mereka menemukan pasangan masing-masing suatu saat nanti. Bu Rini juga mulai mengajarkan Nia memasak. Karena Bu Rini sangat baik kepada Nia, Nia pun menikmatinya. "Waduh, Neng, ternyata garemnya habis. Ibu bisa minta tolong belikan ke warung? Biar ibu lanjut masak," pinta Bu Rini dengan nada yang sopan. Nia pun tak keberatan dan langsung berangkat ke warung lagi pula jarak warung itu tidak jauh dari kontrakan baru. Di depan kontrakan Reza sudah terlihat rapi dan gagah dengan seragam putihnya siap untuk berangkat kerja, tapi saat hendak berpamitan kepada ibu dan istrinya dia melihat Nia yang keluar dari kontrakan. "Nia, mau kemana ?" Tanya Reza "Aku mau beli garem kewarung di suruh ibu" jawab Nia "kamu udah mau berang kerja?" Sambung Nia. "Iya, kamu bareng aku aja ke warung nya lagian jalan kewarungnya searah dengan tempat aku kerja" ajak Reza "Gak usah Reza aku mau jalan kaki aja itung olah raga" tolak Nia pada Reza sambil tersenyum. "Oh iya, kalau gitu aku mau pamit dulu sama ibu dan langsung berangkat" ucap Reza lagi "Oke. Aku duluan yah" ucap Nia sambil jalan Reza pun langsung masuk ke kontrakan untuk pamit kepada ibunya dan langsung berangkat ke komplek tempat ia berjaga dengan motor tua nya. Saat di dijalan Reza melihat Nia yang berbicara dengan Ardi sang mantan pacarnyaq, Reza pun langsung menghentikan motornya dan hendak turun, tapi tiba-tiba . . . Plak. Suara tamparan terdengar dan Reza melihat Nia yang emosi menampar Ardi. "Jaga ucapan mun Ardi" ucap Nia dengan sedikit berteriak. "Aku justru bodoh jika masih menerimamu jadi suamiku, Bajingan! Walaupun dia miskin, tapi setidaknya Reza masih punya hati dan harga diri. Dia juga bukan tukang selingkuh seperti kamu. Dia jauh lebih baik dari kamu,” sambung Nia dengan tatapan nyalang, lalu Nia pun pergi, tapi saat Nia berjalan dia terlihat kaget sebab dia melihat Reza yang berada disana, Nia pun menghampiri Reza yang berdiri di pinggir jalan "kamu dari tadi berdiri disini? Tanya Nia pada Reza. "Gak, baru saja" jawab Reza "bukan kah itu mantan kamu Nia?" Lanjut Reza bertanya. "Iya dia Ardi si tukang selingku" jawab Nia sambil melirik ke arah Ardi "Ada apa? Apa dia gangguin kamu?" Tanya Reza lagi. "Gak" jawab Nia singkat. "Aku langsung ke kontrakan aja yah, sebab ibu nungguin garemnya takut masakannya keburu mateng, Kamu lanjut berangkat kerja aja takut nanti telat" lanjut Nia lagi sambil melangkah pergi ke kontrakan. Reza pun hanya bisa menganggukan kepala nya dan langsung berangkat ke tempat kerjanya karena sudah terlambatNia masuk ke rumah itu dan melihat-lihat keadaan di dalamnya.Ternyata benar, barang-barang Reza masih lengkap. Bahkan baju-baju milik lelaki itu masih utuh di lemari. Foto saat mereka menikah pun masih ada di atas meja yang dulu sering dipakai Nia untuk bekerja.Nia mengambil jaket yang tergantung di balik pintu. Jaket kanvas warna army yang sering dipakai Reza saat bekerja.Dia memeluk dan menghirup bau keringat yang masih menempel di sana. Wangi tubuh itu seakan membawanya kembali pada saat mereka masih bersama. Kerinduan itu hadir tanpa bisa dicegah."Kamu di mana, Reza? Kenapa membuatku khawatir tanpa kabar?” gumamnya dengan mata terpejam menikmati bau jaket itu.Nia kemudian membawa jaket itu ke atas kasur yang terasa berdebu.Tentu saja, sudah sebulan sejak kepergian Reza dari rumah, sepreinya tak pernah dibersihkan apalagi diganti."Reza, apa kamu tau maksudku selama ini? Aku ingin kamu berjuang lebih keras agar tak ada siapapun yang berani merendahkanmu. Aku tidak mau jika ka
"Rezaaaaaa!" Nia menjerit seperti orang gila."Reza!" Nia menyebut nama itu saat terbangun dari tidurnya.Napasnya tersengal karena mimpi itu seakan nyata. Wajahnya dipenuhi keringat seperti telah berlari maraton sepuluh kilo meter.Tiba-tiba dia merasa khawatir dengan suaminya itu. Padahal baru beberapa hari dia tinggalkan.Dia meraih ponsel yang tersimpan di atas nakas di rumah dinas yang disediakan perusahaan. Melihat waktu di atas layar, sudah pukul setengah tiga dini hari. Nia mencari kontak Reza dan memilihnya.Tercantum jika lelaki itu terlihat memakai aplikasi whatsapp tiga hari yang lalu. Dia lalu menekan simbol telepon. Dia tak peduli meski sekarang sudah lewat tengah malam, tetapi dia ingin tahu kabar Reza.Namun, panggilan itu rupanya tak tersambung. Hanya tanda memanggil tanpa terlihat jika ponsel di seberang sana berdering."Apa Reza mematikan ponselnya?" gumam Nia. Dia lalu mencoba mengirimkan pesan. satu.[Reza, kamu lagi apa?]Terkirim, tetapi hanya centang Nia menden
Wisnu dan Rini pun tertunduk lesu medengar jawaban sang domter."Dok, apakah kami sudah boleh melihat langsung kondisi putra kami?" kali ini Rini yang bertanya pada dokter. Dia sudah tidak bisa menahan lagi untuk bisa melihat langsung kondisi sang putra."Bolah. Tapi Bapak dan ibu harus bergantian menemuinya." Jawab Dokter.Mereka pun menggangguk. Lalu Wisnu memberi kesempatan pada istrinya untuk masuk lebih dulu ke ruangan ICU di mana Reza dirawat. Sedangkan dia memanggil bawahannya untuk berjaga didepan ruangan itu. Agar tidak sembarang orang yang bisa masuk ke sana. Semua harus atas persetujuannya, demi keselataman sang putra.Lelaki itu takut, jika Doni mengetahui siapa Reza sebenarnya, maka Doni akan melakukan sesuatu yang curang untuk melenyapkan pemuda itu. Hak waris. Itu yang Wisnu khawatirkan. Meskipun dia sudah merencanakan untuk membaginya dengan Adil. Tujuh puluh persen asetnya akan jatuh ke tangan Reza, dua puluh persen ke tangan Dion dan sisanya untuk Doni. Namun, dia ta
"Tapi Pak...""Panggil ambulan sekarang juga cepat, atau kalian akan menanggung akibatnya!" teriak baskara lagi."Sebenarnya ada pa Pak? Kenapa Pak Baskara membantunya?" Tanya Doni yang merasa heran."Diam kamu. Pak Wisnu pasti akan marah besar melihat kondisi Reza seperti ini.""Kenapa? Emang dia siapa? Dia kan cuma sampah yang tak berguna." tanya Doni yang semakin terheran dan tak mengerti dengan ucapan Baskara."Nanti juga kamu akan mengetahuinya. Sekarang kamu bertanggung jawab dan siap-siap menanggung akibatnya. Karna papi kamu pasti akan murka." Papar Baskara yang membuat Doni semakin terheran dan penasaran.Doni pun hanaya diam mematung. Dia masih tak mengerti dengan apa yang disampaikan Baskara."Reza, kamu bisa dengar saya?” tanya Baskara sambil menggoyangkan tubuh Reza saat dia telah masuk keruangan tahanan. Tak ada jawaban. Reza pingsan setelah penganiayaan yang tak beradab oleh Doni dan satu oknum polisi."Reza, bertahan. Tolong bertahanlah," pinta Baskara dengan khawatir
. . .Sementara itu, Reza yang sudah berada di rumah kontrakannya. Dia duduk melamun di pinggiran kasur. Pikirannya melayang pada sang istri yang begitu bersemangat dalam mengejar harta dunia. Teringat dengan kata-katanya yang mengatakan hanya ingin memperbaiki kehidupan mereka."Jika kau bisa diinjak dan dihina, tapi aku tidak bisa!" kalimat itu begitu terngiang-ngiang di kepalanya. Kini, dia semakin merasakan jika yang diucapkan istrinya itu benar. Menjadi orang miskin hanya jadi bahan cacian dan hinaan. Dia sama sekali tak punya kuasa untuk membantah atau sekadar membela diri.Tapi, sekarang dia berjanji dalam hati. Bahwa ini adalah hinaan yang terakhir dalam hidupnya. Karena setelah semua rencananya selesai, dia akan menunjukan kepada semua orang siapa dirinya. Pikirnya.Reza merebahkan diri ke kasur, membayangkan wajah Nia yang kadang terlihat manis saat tersenyum. Namun, lebih sering terlihat judes dan ketus karena marah dan kecewa.Reza mengerti jika wanita yang dicintainya itu
"Hiiyaa!" Tiba-tiba Dion mempraktekan jurus yang sudah diajarkan Reza padanya.Dug!"Wow." Reza tertawa dengan tubuh terhuyung. "Sudah hebat sekarang, ya?"Dion pun ikut tertawa. Dia kemudian menyerang Reza lagi dengan jurus yang sudah dipelajarinya. Kali ini Reza bisa dengan mudah menghindar karena sudah waspada. Lalu, dia mulai memasang kuda-kuda dan bersiap menerima serangan."Hiyaaa!" Dion kembali menyerang dengan kekuatan penuh. Reza menerima serangan itu dan menunjukan bagaimana cara untuk melumpuhkan lawannya.Sukses. Dion bisa dilumpuhkan dengan beberapa gerakan tanpa menyakitinya."Om Reza memang keren!" Dion mengacungkan jempolnya. Dia kemudian kembali menyerang Reza dengan jurus-jurus yang lain."Hyaaa!" Dion menyarangkan tendangan dengan kekuatan penuh. Kali ini Reza memiringkan tubuhnya untuk menghindar, hingga tendangan Dion hanya mengenai angin.Namun, bukan hanya itu. Kaki anak itu mengenai kursi besi yang biasa dipakai untuk bersantai di pinggir lapangan.Reza tersent