"Hari ini kamu sepertinya tidak fokus."
Yuda mendongak. Pak Anwar duduk di depan Yuda yang sedari tadi melamun."Maaf, Pa. Ada sedikit masalah," balas Yuda lalu meraih tablet yang Papa nya berikan."Sedang ada masalah dengan Dinar?" tebak beliau.Yuda hanya membalas dengan senyum simpul. Jarinya mulai fokus pada layar tablet itu melihat semua isinya dengan mata jeli dan otak yang berfikir keras menemukan jalan solusi."Pernikahan kamu dengan Dinar memang tampak tidak bisa berjalan baik ya? Kalian juga baru kenal saat menikah," kata Pak Anwar.Yuda mengalihkan fokus dari tabletnya. "Pernikahan kami berjalan baik, Pa. Aku dan Dinar menikmati saat kami saling melengkapi dan menjalani pernikahan itu," balas Yuda."Terus? Kenapa keliatannya kamu jadi banyak pikiran? Sejak awal papa beritahu masalah utama kita, kamu sama sekali tidak ambil pusing dan mengerjakannya saja. Tapi semenjak resmi menikah, kamu jadi sering tidak foku"Mas Yuda kok makan sendiri?"Yuda mendongak saat suara sapaan masuk ke telinganya. Saat pandangannya melihat sosok yang berjalan mendekat kearahnya, ia kembali menatap pada makanannya."Iya. Soalnya yang lain udah pada tidur," balas Yuda.Makanan sederhana, sayur tumis sisa makan malam anggota rumah dan nasi putih."Mas Yuda pulangnya larut banget sih. Jadi udah pada tidur. Dinar juga udah tidur ya?"Yuda mengangguk saja sebagai balasan."Mau tambah lauk gak? Atau mau Sania masakin telor ya?"Sambil mengunyah makanan, Yuda menatap Sania. "Kamu mau buatkan makanan untuk tukang parkir seperti saya?" tanyanya tanpa ekspresi yang jelas.Menyembunyikan ekspresi kaget dengan respon Yuda, Sania tersenyum dan duduk di hadapannya."Emangnya kenapa? Buat Sania mas Yuda tuh baik. Kasian malam-malam gini mau makan, tapi istrinya malah ninggalin tidur," tuturnya lembut.Yuda tertawa pelan dengan penuturan
Dinar memasak sampai kewalahan karena begitu banyaknya daftar masakan yang harus ia masak. Sementara sang ibu, justru di ruang tamu sana sibuk berbincang dengan tamu jauh mereka.Ialah adik dan sepupu-sepupu ibunya yang tinggal di luar kota. Mereka mampir karena awalnya tidak sempat ingin menghadiri acara pernikahan."Gila sih ini. Masa di suruh masak sendirian," gerutu Dinar seorang diri sambil tangannya bergerak kesana kemari di dapur."Capek jadi ibu rumah tangga, Nar?" Dinar menoleh saat sebuah pertanyaan ditujukan padanya."Tante Ayana? Gak juga kok. Ini mah biasa," balas Dinar setengah berbohong."Lah ya makanya nikah sama yang pegawai negri biar bisa punya pembantu," celetuk beliau sambil berdiri di dekat Dinar. Tapi tidak ada niat untuk membantu.Gak salah sih ibunya dan Tante Ayana ini adik kakak. Mereka punya perangai yang sama."Udah bagus bakal nikah sama Danu, eh malah milih tukang parkir
"Kamu kok sedih begitu?" Yuda yang baru kembali dengan motor bututnya, di sambut Dinar yang melemparkan senyuman tipis.Dari sorot mata gadis itu, dapat Yuda lihat sakit terpendam."Gak apa-apa, Mas. Dinar baik," balasnya."Kayak banyak orang," kata Yuda saat suara riuh orang-orang yang berbincang di dalam terdengar sampai keluar."Iya itu. Keluarga ibu dari luar kota," jelas Dinar singkat. "Masuk yuk mas. Dinar udah masak loh," ajak Dinar.Yuda hanya mengangguk dan mengikuti langkah Dinar yang lebih dulu melewatinya. Saat melintas di ruang tamu, mata Yuda langsung menangkap banyaknya orang yang duduk di sofa. Bahkan ada anak-anak juga yang bermain kesana kemari dalam ruangan itu. Bekas makanan, bahkan kulit kacang berserakan di mana-mana. Sisa bungkus snack yang berhamburan plus isinya yang hanya tersisa berupa serpihan itu dibiarkan mengotori lantai."Ini suami kamu, Dinar?" tanya salah satu sepupu ibu Tiara
Saat keluar, ruang tamu sudah kosong. Memang katanya mereka semua mau jalan-jalan bersama makan-makan setelah barusan Danu pulang.Dan tentu saja mereka tidak mengajak Yuda dan Dinar."Maaf ya? Gara-gara saya kamu di jauhi sama keluarga," kata Yuda jadi tidak enak.Malam ini harusnya mereka makan malam dengan keluarga besar. Tapi sayangnya pupus karena mereka semua tidak mau mengajak Dinar dan Yuda.Katanya, nanti gak sanggup bayar makanan, dan malah nambah-nambahin beban."Dinar malah lebih suka kayak gini. Keluarga ibu itu hampir semuanya parasit, Mas. Nanti mereka minta bayarin Mas lagi."Dinar bersyukur. Ia tidak mau Yuda di manfaatkan. Liat saja, ia bertaruh mereka akan saling menyodorkan uang tagihan nanti saat makan malam di restoran."Jangan souzon, Sayang.""Gak souzon. Ih, mas gak tau aja. Tante Ayana mah gayanya aja kaya raya. Dia selalu nyuruh orang buat bayarin makanan. Bagus malahan, Mas, kita gak
"Mas kok malah bayarin sih?" protes Dinar saat mereka berada di parkiran yang lumayan jauh dari mallKarena padatnya jalanan di malam tahun baru ini membuat mereka terpaksa berjalan agak jauh."Dari pada berantem. Gak apalah," balas Yuda santai."Keenakan merekalah. Yang makan mereka, yang bayar Mas. Gak suka pokoknya!" gerutu Dinar.Yuda tersenyum tipis sembari memberikan helm pada sang istri."Jangan cemberut. Nanti cantiknya ilang," goda Yuda sambil menjawil dagu sang istri."Mas Yuda tuh gak usah terlalu baik sama mereka. Dinar sengaja gak bilang-bilang kalau Mas punya uang banyak. Nanti kalau mereka tau, bisa-bisa jadi bank tempat berhutang buat mereka," omel Dinar.Lagi-lagi Yuda tak mau mengambil pusing omelan sang istri. Ia meraih helm yang ada di tangan Dinar yang tak kunjung di kenakan oleh istrinya yang sedang merajuk iniDikenakannya dengan lembut helm tersenyum dikepala Dinar"Udah. Yuk! Pu
"Mana suami kamu, Sania?"Pertanyaan bernada sindiran itu langsung Sania dapatkan saat keluar dari kamar.Celosan dalam hatinya langsung mengeluh saat menyadari kalau ia bertemu dengan sang Tante. Padahal sejak tadi ia kalau mau keluar kamar mengendap-endap agar tidak bertemu tantenya ini.Ya pasti untuk agar tidak di tanya seperti ini."Belum berani pulang?" Lagi, tante Ayana menyindirnya."Lagi ada kerjaan mendesak, Tante," balas Sania bohong.Jangan tanya dirinya di mana Danu. Ia bahkan tidak bisa menelpon pria itu. Saat pulang dari restoran kemarin, Danu ternyata tidak kembali ke rumah ini. Saat di telpon ke Rumah mertuanya juga katanya tidak ada Danu.Karena tidak mau di recoki banyak pertanyaan oleh mertuanya, akhirnya Sania berbohong juga pada mertuanya kalau Danu sudah pulang.Mau tidak mau ia begitu. Nanti kalau ia bilang pada mertuanya Danu tidak pulang, bisa-bisa Bu Halimah ke sini dan membuat keributan dengan tantenya ini."Alesan!" desis Tante Ayana lalu beralih menatap t
Saat Yuda sedang repot mengurus mertuanya yang kini terbujur di bangsal rumah sakit, ia di telpon Simon, supir pribadi sekaligus sahabatnya."Kenapa, Sim? Saya lagi sibuk. Telpon nanti aja ya?" potong Yuda langsung ketika ia mengangkat panggilan telpon Simon.Ia sedang menandatangani berkas pembayaran administrasi agar mertuanya bisa segera di obati."Eh, tunggu dulu, Yuda. Saya ini di kota kamu. Nih, saya udah dekat dari rumah kamu."Yuda yang selesai menandatangani berkas itu terdiam beberapa detik."Gimana?" tanyanya kurang fokus."Haduh! Ini nih, saya lagi di kota kamu. Nih, saya sama Yanti di suruh bapa buat nyusul kamu. Katanya kamu gak pulang-pulang. Bapa dan ibu kangen katanya."Yuda menggaruk kepalanya mengurangi kebingungan. "Duh, saya gak di rumah, Sim. Saya lagi di rumah sakit," jelas Yuda."Kamu sakit?!" tanya Simon spontan."Ck! Bukan! Mertua saya sakit!" balas Yuda yang yakin ak
Akhirnya bapak bangun juga setelah hampir tengah malam. Sebelum siuman juga sudah di bawa ke ruang inap karena keadaan sudah mulai membaik."Bapak makan dulu ya?" kata Dinar sambil membuka rantang berisi makanan."Nanti aja, Nak," kata bapak.Yuda masuk keruangan membawa segelas teh hangat yang ia minta di meja jaga para perawat. Kalau di kantin, sudah di pastikan tutup.Diletakkannya pelan di dekat Dinar.Kini mereka hanya berdua. Ibu Tiara dan Sania sudah pulang. Yuda meminta Simon mengantar mereka. Pada awalnya Yuda menyarankan Dinar juga ikut. Tapi Dinar bersikeras tidak mau dan ingin menunggui bapaknya sampai sembuh."Nak, bapak minta maaf ya?" tutur bapak dengan suara lemah.Mata beliau menatap lurus ke depan seolah sedang menerawang sesuatu."Maaf apa sih, Pak? Gak ada yang perlu dimaafkan dan memaafkan," balas Dinar.Bapak menggeleng lemah. Kepalanya berperban tebal karena banyaknya darah yang k