Share

Suamiku Dari Desa Ternyata Tuan Muda
Suamiku Dari Desa Ternyata Tuan Muda
Penulis: Risca Amelia

Jodoh untuk Perawan Tua

“Leya, calon suamimu akan datang jam 5 sore nanti. Namanya Rajendra. Dia adalah keponakan jauh Bi Ijah yang tinggal di desa Purwabinangun. Usianya baru 24 tahun, tapi dia pemuda yang pendiam, lugu, dan sederhana. Dengan pekerjaannya sebagai peternak ayam, Mama yakin dia bisa menjadi suami yang baik untukmu.”

Mata Catleya seketika membulat saat mendengar kata-kata dari ibu tirinya itu. 

Tak ada angin tak ada hujan, mendadak ia dijodohkan dengan pemuda dari desa terpencil yang merupakan keponakan asisten rumah tangganya. Haruskah ia menerima suami yang enam tahun lebih muda darinya? 

“Tapi, Ma–” 

Belum selesai Catleya memprotes, Nyonya Nandini tampak menghembuskan napas panjang seolah “bersedih”.  

“Ini demi keluarga kita, Catleya. Dua minggu lagi, adikmu akan menikah dengan Adrian. Di pesta pernikahan nanti, kamu akan menjadi bahan pergunjingan jika dilangkahi olehnya. Karena itu, Mama memutuskan untuk menikahkan kamu dengan Rajendra,” ucapnya.

“Benar itu, Kak Leya! Semestinya kamu berterima kasih kepada Mama karena sudah mencarikan calon suami. Mama hanya ingin keluarga kita tidak dipermalukan saat acara pernikahanku nanti!” 

Suara sang adik tiri tiba-tiba terdengar.

Catleya sontak menoleh ke arah sumber suara tersebut. Dia memutar bola mata dengan malas kala menyadari Meliana datang bersama Adrian–mantan kekasih Catleya yang dulu kepergok selingkuh dan kini menjadi tunangan sang adik tiri.

Jika bukan karena menghormati Nyonya Nandini yang telah merawatnya sejak kematian sang ibu, mungkin Catleya akan menjambak rambut keduanya sejak lama. Namun, hari ini dia tak bisa lagi menahan rasa jengah karena Meliana seperti sengaja mengejek dirinya.

“Mel, sudahlah jangan ikut campur yang bukan urusanmu,” ujar Adrian memperingatkan sang tunangan. 

Tampak ekspresi bersalah dari mantan Catleya itu karena ucapan sembarang Meliana. Sayangnya, ini justru membuat Meliana berdecak kesal karena Adrian terkesan membela Catleya. 

Sebelum Catleya menjadi besar kepala, buru-buru Meliana duduk menempel pada Adrian sembari mengelus lengan pria tersebut. 

“Apa maksudmu, Mas? Kak Leya adalah kakakku, tentu saja aku harus ikut memikirkan nasibnya. Bukankah lebih baik bila Kak Leya menikah duluan sebelum aku? Aku yakin Mama tidak akan salah memilih menantu,” tuturnya dengan nada manja yang dibuat-dibuat.

Catleya menahan rasa muak mendengarnya. Namun, diam-diam ia mencuri pandang untuk melihat bagaimana reaksi Adrian. Apakah ia berani melawan ke-tidak-masuk-akalan Meliana? 

Sayangnya, Catleya terlalu banyak berharap. Adrian tetaplah Adrian. Lelaki itu hanya bisa menghela napas, kemudian memilih untuk menutup mulutnya. Di mata Catleya, Adrian sudah mirip bidak catur yang bisa dipermainkan sesuka hati oleh Meliana. Sungguh … Catleya bersyukur karena bisa terlepas dari laki-laki tak berpendirian itu. 

“Leya, pokoknya Mama minta kamu menerima Rajendra. Dia datang jauh-jauh dari desa bersama Bi Ijah hanya untuk bertemu denganmu,” ulang Nyonya Nandini mulai tidak sabar, “dia bahkan sampai meninggalkan perternakan ayamnya yang harus dia urus!”

"Peternakan ayam?" beo Meliana. Sudut bibirnya bahkan berkedut. Nampak bahwa gadis itu sedang berusaha keras menahan tawanya karena meremehkan “calon suami” sang kakak.

“Aku tidak menyangka kamu akan berjodoh dengan pengurus ayam, Kak. Mulai sekarang kamu harus berlatih menahan bau suamimu sehabis pulang bekerja, apalagi kotoran ayam itu….iyuuhh,” ejek Meliana sembari menekan ujung hidungnya sendiri. Adik tirinya itu lantas menyenderkan kepala di bahu Adrian sembari masih memperlihatkan ekspresi jijik. 

Tangan Catleya terkepal–menahan marah. Memang kenapa dengan peternak ayam? Meski ia sendiri tak tahan dengan bau kotoran hewan pematuk itu, tetapi tingkah adik tirinya sungguh keterlaluan. Meliana sendiri saja pengangguran, berani-beraninya merendahkan orang yang bekerja dengan halal?!

Catleya yang tadinya ingin menolak Rajendra secara langsung pun menahan diri. Setidaknya, ia tak akan mempermalukan “adik laki-laki” tersebut di depan Meliana.

“Baiklah. Aku setuju untuk berkenalan dengan Rajendra. Namun, untuk menuju ke jenjang pernikahan aku akan memikirkannya setelah kami bertemu,” tuturnya kemudian berlalu dari hadapan Meliana yang terkejut.

Namun ... itu semua tak bertahan lama karena Meliana dan Nyonya Nandini langsung bertukar pandang. Seutas senyum tercetak di bibir mereka. Paling tidak, rencana mereka telah berhasil untuk menjebak Catleya menemui si pria kampung. Toh, mereka akan memaksa Catleya untuk menikahi Rajendra apa pun caranya, agar perempuan itu berakhir di desa Purwabinangun. Dengan demikian, harta warisan dari almarhum ayah dan ibunya Catleya bisa dikuras dengan mudah.

Diam-diam, Nyonya Nandini bahkan berencana untuk menjual rumah besar ini beserta seluruh isinya. Bukankah sudah selayaknya Nyonya Nandini mendapat rewards atas usahanya menjadi istri dan ibu yang "baik" selama ini? Sudah saatnya, ia dan Meliana berbahagia di atas penderitaan Catleya. 

***

Tok tok!

“Leya, keluarlah, Rajendra dan Bi Ijah sudah datang!” 

Bersamaan dengan suara ketukan dan panggilan ibu tirinya, Catleya yang sudah dalam balutan gaun hitam selutut pun membuka pintu. Ia sama sekali tidak merasa gugup maupun cemas meski tidak tahu bagaimana rupa pemuda itu. Baginya, pertemuan dengan Rajendra tak lebih dari semacam ajang pertaruhan. Hanya saja, begitu sampai di ruang tamu, Catleya membulatkan matanya kala beradu pandang dengan laki-laki yang duduk di samping Bi Ijah.

Untuk sesaat, Catleya merasa terhipnotis oleh manik hitam lelaki itu.

“Ehemmm, kenapa kalian malah saling diam begini? Kalian harus saling memperkenalkan diri sebelum bicara lebih lanjut tentang pernikahan,” ucap Nyonya Nandini memecah keheningan.

Dari tempatnya berdiri, Catleya melihat laki-laki itu berjalan untuk menghampirinya. 

Sungguh, Catleya masih termangu saat melihat penampilan fisik lelaki yang dia yakini sebagai Rajendra. Rambut yang tebal dan tertata rapi, hidung mancung, bibir penuh, dan sepasang mata elang yang berbinar terang. Ditunjang postur tubuh yang tegap, dengan tinggi badan sekitar 180cm, membuatnya terlihat lebih gagah daripada Adrian. 

Catleya merasa dirinya begitu mungil saat mereka saling berhadapan. Andai saja lelaki ini memakai kemeja lengan panjang, mungkin dia akan cocok menjadi seorang eksekutif muda ibu kota.

Pikiran Catleya pun dipenuhi oleh tanda tanya. Mungkinkah orang yang berdiri di hadapannya ini benar-benar pemuda dari desa?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status