Ana merasakan pegal di kakinya sebab seharian melakukan pekerjaan sendirian. Ia juga harus mondar mandir ke ruangan Ai dan ruangannya untuk melakukan banyak hal.Tatkala jam kerjanya telah usai, ia terdiam sekarang. Merenungi nasib. Ponselnya juga tidak mendapatkan notif dari orang yang paling dia harapkan.Foto mesranya bersama Ian yang dipajang di meja kerjanya, ia ambil kemudian elus. Ia baru menyadari jika mencintai suami orang adalah sebuah pilihan yang salah. Namun, ia telah terjebak dan memang tidak ada niat untuk ke luar dari sana.'Jaga hati, tubuh, dan pikiranmu hanya untukku, Sayang.' Sebuah pesan yang ia kirimkan sebelum akhirnya pulang ke rumah.Kali ini, ia mengemudi dengan cukup cepat sebab memang tujuannya sekarang hanyalah rumah dan ingin segera tidur. Namun, pergerakannya harus segera dihentikan ketika Elvina muncul mendadak di persimpangan.Ia menginjak rem dengan sangat tiba-tiba hingga hampir menimbulkan sesuatu yang sangat tidak diharapkan oleh semua orang.Wanita
"Aneh sekali! Dari tadi tidur mulu. Di pesawat, di mobil, turunkan itu kopermu!" omel Ian yang hanya mengeluarkan koper miliknya sendiri dari bagasi."Uwah!" Mengencangkan seluruh bagian tubuhnya. Ia merasa geregetan karena akhirnya tiba di tujuan. "Yeey, akhirnya sampai juga. Bisa lanjut tidur dengan tenang, nih."Wanita itu ke luar dari mobil tanpa mempedulikan keberadaan Ian. Ia tidak lupa meminta tolong pada soir untuk mengeluarkan barang-barangnya."Kenapa harus menyusahkan orang lain kalau masih punya tangan sendiri?" protes Ian lagi."Aneh, deh. Bapak sopirnya saja tidak repot, kenapa malah kamu yang berisik? Suaramu itu loh, seperti kicauan burung, ribut sekali!"Ai berjalan dengan santai menuju hotel tempat mereka menginap. Ia bahkan tidak peduli dengan panggilan Ian dan hanya menunggu sampai pria itu mengurus segalanya."Ayah mertua, Tante Rainy, Ayahku yang tampan, kami baru saja tiba, nih!" serunya melapor lewat panggilan video."Di mana dia?" tanya Mario.Ai segera mengara
Ana memerintah pria bayarannya untuk datang sekarang. Ia benar-benar membutuhkan bantuan ketika anak-anak itu memaksa masuk dan menghakiminya.Ana memberikan segala sesuatu yang dia punya agar anak-anak itu melepaskannya, namun tetap saja tidak. Mereka hanya ingin Ana melepaskan Ian dan memilih mereka sebagai pasangannya."Kami janji akan memberikan apapun yang kamu mau, segalanya," ujar salah satu dari mereka."Orang tua kami kan kaya. Tidak akan membuatmu sengsara. Setialah pada kami, sampai kapan pun, kamu akan tetap ada di hati kami," lanjut salah seorang dari mereka juga.Ana tak lagi dapat menahan emosi dan amarahnya. Namun, ia juga harus bisa bersikap sebaik mungkin agar tidak mencurigakan. Kali ini, ia meminta izin untuk masuk ke toilet dan memastikan jika pria bayarannya telah benar-benar datang.Suara bel di depan pintu rumahnya berbunyi membuat anak-anak itu merasa penasaran dan segera mengintip."Seorang pria, apa dia suruhanmu?" tanya seseorang pada Ana yang masih mengurun
Noah sangat kaget mendapati keadaan putrinya yang mendapat begitu banyak luka. Gadis itu tampak terbaring lemah sekarang.Arzi tampaknya menyadari sesuatu. Ia dengan sigap memberi perintah agar ruangan Deon diberikan jarak yang cukup dengan Ana. Hal itu tentu saja menarik atensi semua orang. Walau begitu, tanpa bertanya secara langsung, tampaknya mereka telah tau apa yang sebenarnya tengah terjadi.Tanpa basa-basi, Diko segera memerintahkan staff rumah sakit untuk memindahkan ruangan Deon."Bagaimana bisa ini semua terjadi?" tanya Ica yang tampan penasaran. Ia merasa kasihan dengan keponakannya itu."Ini terjadi di apartemennya, tadi ...."Dokter yang menangani kasus itu segera menjelaskan apa yang ia tangkap dan ketahui. Kening semua orang tampak mengerut."Bang, bukannya apartemen itu sudah tidak dihuni sama Ana, ya? Bukannya sudah mau dijual?" tanya Ica sangat penasaran."Kasusnya berhubungan lagi dengan teman-temanku. Sepertinya alamat itu yang diketahui sama mereka, jadi ya merek
Seseorang menyerang Elvina secara tiba-tiba. Sesuai dengan pekerjaannya, sudah menjadi kebiasaann baginya untuk pulang subuh dan selalu sendirian. Seperti saat ini.Tatkala ia merasakan sakit di kakinya dan terduduk lemas, kaki itu malah diseret oleh seseorang. Tak peduli seberapa keras wanita itu memberontak dan menangis, tetap saja ia masih diperlakukan sama.Kali ini, ia juga dimasukkan ke dalam mobil kemudian dibekap. Mulutnya ditutupi kain sehingga tidak bersuara. Ia juga dikawal oleh dua orang yang membuatnya semakin takut.'Apa yang akan terjadi padaku? Kenapa rasanya sangat takut?' batin wanita itu mulai berhenti menangi sekarang.Ia juga menatap kedua pria itu dengan sendu sehingga penutup mulutnya dilepaskan. Ia berpikir keras untuk mendapatkan kepercayaan lebih sekarang."Aku haus. Apakah ada air?" tanyanya sambil memperhatikan jalanan yang mereka lalui.Kecil harapannya untuk bisa lepas saat itu juga sebab jalanan masih lengang oleh pengguna. Ia gemetar ketika membayangkan
Masih dengan pelariannya, Elvina terus menyusuri jalan untuk bersembunyi. Ia masuk ke pekarangan area hotel yang terbengkalai. Rasa takut segera ia tepis demi bersembunyi dari preman-preman itu.Sorakan yang masih jauh namun dapat ia dengar segera ia sempatkan untuk mencari bantuan. Rasa takutnya sempat mereda ketika seseorang akan datang untuk menolongnya.Namun, ia terlena sekarang. Ia berhenti terlalu cepat sehingga pengejaran berhenti. Ia telah diketahui berada di rumah yang sama dengan para preman itu.Menirukan suara kucing sempat membuatnya aman hingga akhirnya sebuah petaka menjebaknya di sana. Suara notifikasi pesan di ponselnya membuatnya ketahuan dan tak lagi bisa menghindar.Ia ditarik paksa sekarang. Kedua kakinya ditarik begitu saja sehingga badannya harus merasakan sakit yang teramat sebab bergesekan dengan lantai kotor dan basah itu."Berani ya kamu!" teriak pria itu segera menjamah seluruh badan Elvina dan menemukan ponsel wanita itu."J-jangan!" pintanya namun tidak a
Ai terkesiap ketika ia bangun dan sadar jika kakinya tertimpa sesuatu yang cukup berat. Perasaan curiga itu memaksanya untuk membuka mata dan menyadari jika suaminya telah berani tidur seranjang dengannya.Ingin marah, namun ia tidak ada keberanian. Sampai akhirnya, ketika akan memulai aktivitasnya. Ia merasakan sesuatu yang berbeda. Tubuhnya polos sekarang, kedua matanya menyipit bersamaan dengan ingatan gambaran kejadian tadi malam. Dengan langkah perlahan, ia masuk ke kamar mandi dan berdiam diri cukup lama di sana. Ia juga menyadari sesuatu yang berbeda dengan langkahnya yang terasa sakit. Hal itu semakin jelas ketika ia mengingat bercak darah di atas kasur. Ah, tak dapat dipungkiri lagi rasa kecewanya sekarang. Ia telah melakukan hal yang tak seharusnya dilakukan oleh keduanya. Lalu mengapa harus ia yang menggoda pria itu? Bukankah ia tidak tahu menahu hal semacamnya?Merasa dunianya telah hancur, ia menyalakan shower yang mengeluarkan air dingin, menyiram tubuhnya yang benar-be
"Berhentilah dari pekerjaan gelapmu itu, Elvina." Danny memberikan saran yang sebenarnya sangat ingin dilakukan oleh wanita itu.Namun, ia masih belum bisa melakukannya sebab targetnya belum benar-benar terpenuhi. "Aku mau mengumpulkan uang sebelum membuka usaha nantinya. Semua uangku telah habis untuk membayar hutang temanku."Danny terdiam. Ia tidak begitu tertarik dan penasaran akan masalah yang dihadapi oleh wanita itu."Aku punya sahabat yang sangat aku sayangi. Kami sudah berteman sejak kecil. Dia punya jalan hidup yang lebih sulit daripada aku. Sampai akhirnya, tiga tahun yang lalu, dia didiagnosa mengidap penyakit kanker darah. Dia masih hidup sampai sekarang, sudah sembuh. Tapi, aku harus kabur dan menanggung semuanya. Aku ingin dia hidup bahagia dengan keterbatasan yang dia miliki."Terdiam sesaat sebab tengah merasakan kesedihan yang teramat."Aku tidak apa-apa jika harus menanggung semuanya. Tapi, aku juga sangat ingin dia hidup untuk berpuluh-puluh tahun lagi. Kelak, ketik