Saat Arga mengerjap dan membuka matanya, yang pertama kali Arga rasakan adalah rasa sakit di kepalanya dan mual di perutnya, sepertinya karena efek mabuk semalam.
Arga mendesahkan napasnya pelan, bodohnya dia yang mengendarai mobil tak berhati-hati dan membuatnya menabrak pohon namun untunglah ia tak mendapat luka serius, karena dari apa yang dirasakan, Arga hanya merasakan sebuah perban yang menutup keningnya, luka yang dia dapat karena terbentur oleh stir kemudinya.
"Shit!" makinya pelan atas kebodohannya.
Ruangan putih yang sudah ia sadari bahwa kini Arga berada di rumah sakit tanpa siapapun yang menemaninya. Kesendirian yang selalu menjadi temannya setelah kasus pelecehan yang ia dapat.
Arga mencoba bangkit dari atas ranjang, dia ingin pulang!
Namun saat kepalanya menoleh ke sudut ruangan kamar, kedua matanya membulat sempurna melihat sosok yang tertidur di atas sofa dengan wajah yang tertutup oleh rambut
"Kamu juga makan!" Arga mengambil sendok yang Teresia gunakan untuk menyuapinya itu untuk ia gunakan juga untuk menyuapi Teresia yang sedari pagi tadi juga belum makan sama sepertinya. Dikarenakan makanan rumah sakit yang menurut mereka berdua tak enak, Arga harus menyuruh pekerjanya untuk membelikan mereka makanan. Dan kini, mereka berdua pun memutuskan untuk makan di satu piring berdua karena memang Teresia sedang tidak bernafsu untuk makan. Alasannya karena wanita itu tidak senang aroma obat yang sangat kuat saat ia makan di kamar rawat Arga. "Apa menurutmu Ayah tau aku di sini?" tanya Arga sembari tangannya menyuapi Teresia yang duduk diam bermain ponsel di sebelahnya. "Tidak, eh atau mungkin tau? Jika Chef Radit kasih tau Ayah, pasti Ayah tau" jawab Teresia kemudian mematikan ponselnya dan mengambil kotak makan di tangan Arga untuk ia suapi lagi pria itu. Namun pria itu menolaknya "kamu habiskan" karena sudah seten
Menjelang sore, saat kantung infus Arga sudah habis barulah pria itu diizinkan untuk pulang oleh Dokter.Sedangkan Teresia yang masih menemaninya itu sedikit menjauhinya karena apa yang Arga lakukan tadi di kamar rawat Arga.Arga sendiri tidak mau meminta maaf atau membujuknya, pria itu bahkan masih selalu menggodanya membuat Teresia kesal dan tak menunjukan wajah ramahnya pada Arga."Teresia, kepalaku sangat pusing loh" Arga menyentuh kepalanya saat Teresia tak sengaja mendorong pelan tubuh Arga agar masuk ke dalam taksi yang sudah ia pesan. Namun karena dorongannya, kepala belakang Arga terantuk oleh sandaran kursi.Meski sebenarnya rasanya tidak sakit sama sekali, namun hal itu Arga manfaatkan untuk mengambil perhatian Teresia yang sangat ahli jika mendiamkannya."Usap sendiri!" dengus Teresia masih menahan kesal karena kesalahpahaman yang tadi Arga ciptakan di ruang rawat hingga Teresia tak lagi mau mengingatnya na
Teresia mendesah hebat saat Arga di bawah sana tak berhenti memainkan miliknya dengan jari dan lidahnya."Arga stoph!! Arghh, sudah cukup!!" Teresia melentingkan tubuhnya dan mencoba menggapai wajah Arga agar tidak terus mencumbunya di bawah sana karena tubuh Teresia sudah sangat lemas atas pelepasannya yang sudah terjadi dua kali.Namun sedari tadi Arga hanya asik memainkan tubuhnya tanpa menyatukan mereka berdua."Aahh, sialan! Kenapa kamu bisa sangat menggoda?!" Arga merangkak dan berhenti di depan wajah Teresia, membagikan rasa wanita itu lewat ciuman yang dilakukannya.Teresia membalas lumatan Arga tak kalah liarnya, jemarinya ia layangkan pada helai rambut Arga yang tebal di tangannya."Aku mau sekarang! Masukkan sekarang Arga!" pinta Teresia melingkarkan kedua kakinya di pinggul Arga, meminta pria itu agar mempercepat kegiatan mereka.Arga sendiri yang juga sudah tak tahan pun memposisikan dirinya tepat di depan Teresia dan dengan sek
Revo melempar kasar botol kaca yang berisikan minuman alkoholnya yang sisa setengah itu ke ujung ruang, membiarkan pecahan kacanya mengotori lantai.Untuk beberapa hari ini tidak ada kegiatan lain selain mabuk-mabukan yang Revo lakukan. Ingin mengerjakan sesuatu dengan hati yang patah sungguh tidak menyenangkan.Revo tidak kuasa melihat wajah kecewa Teresia, dan sekarang apa pria itu bisa menemui Teresia lagi?Meski dia bilang siap untuk dibenci namun kenyataannya, Revo sangat tidak siap untuk itu!"Dasar bodoh! Kamu orang terbodoh Revo!" Revo memukul telapak tangannya ke kepalanya sendiri."Revo?" Revo mengangkat pandangannya saat mendengar suara yang sangat ia kenal itu berasal dari luar kamarnya.Mencoba bangkit meski kedua tungkainya terasa lemas karena efek mabuk, namun Revo tetap bangkit untuk menemui orang tersebut."Revo?! Astaga apa yang terjadi denganmu?" saat pintu kamar terbuka, Revo bis
Ayah Romi tiba di rumahnya dan merasa bahwa suasananya nampak sepi. "Kemana mereka?" tanya Ayah Romi pada Tenzo yang membawa tasnya. "Mungkin di kamar, Tuan" jawab Tenzo, pria baya itu juga merindukan keceriaan Teresia karena sudah menganggap Teresia seperti anaknya sendiri. Ayah Romi bergegas untuk ke kamar Arga dan Teresia, ia begitu merindukan keceriaan Teresia saat di luar kota kemarin tak mendengar suara wanita itu membuatnya sangat kebosanan. "Tere?" Ayah Romi mengetuk pelan dan kemudian membuka pintu kamar sang putra dan menantunya, namun nihil tak ada siapapun di dalam kamar itu. Ayah Romi bergerak masuk ke dalam, namun ia mendengar suara jeritan Teresia di kamar mandi. Bergegas mendekat dan ingin membukanya jika saja ia tak mendengar suara tawa Arga. Hati Ayah Romi mendadak menghangat mengetahui di balik pintu ini kedua manusia yang dulu ia harapkan bisa dekat, kini tengah bersama. Senyumnya
Nampak hari ini Arga terlihat berbeda dari hari biasanya.Karena saat ini Arga sudah merencanakan pesta pernikahan yang akan ia adakan ulang untuk merayakan pernikahannya dengan Teresia yang saat itu digelar sangat sederhana.Arga meminta bantuan Gerald untuk mengumpulkan semua hal yang dibutuhkan. Meski di samping itu dia juga direpotkan oleh pekerjaannya yang tak boleh ditunda.Mungkin dia akan lembur untuk menyelesaikan pekerjaan kantornya jika ia sibuk dan fokus untuk membuat pesta resepsi.Arga juga berniat untuk mengundang banyak orang, meski nanti dia akan tersiksa namun jika ada Teresia di sampingnya, Arga yakin dia mampu melewatinya.Arga hanya ingin memberikan yang terbaik untuk Teresia, ia juga mau menyatakan perasaan cintanya pada Teresia."Pak Arga, ada seseorang yang ingin bertemu dengan anda" Arga mengangkat kepalanya dan melihat Gerald yang datang menemuinya di ruang kerjanya sembari meletakkan kembali surat-surat yang
Teresia berulang kali melihat ponsel dan jendela. Pesannya sudah Arga baca namun pria itu tak kunjung membalasnya setelah mengirimkan pesan bahwa pria itu akan pulang larut malam karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan hari ini.Namun kini jam sudah hampir menunjukan jam satu malam, Arga tak kunjung pulang dan bahkan pesan Teresia yang baru dikirim pun tak dibaca.Perasaan gusar kembali merasuki Teresia, ia takut kejadian kemarin saat Arga kecelakaan kembali menghantuinya."Tere? Kamu belum tidur?" Teresia menoleh dan melihat Ayah mertuanya yang mendekat membawakan segelas air di tangannya."Ayah, belum Yah. Aku tunggu Arga" ujar Teresia dengan senyum malunya.Ayah Romi tersenyum dan mengangguk. Ia mengambil duduk di sofa ruang tamu untuk menemani Teresa sejenak."Arga bilang banyak pekerjaan hari ini, Ayah tau dia pasti ingin menyelesaikan semuanya hari ini agar besok harinya dia tidak perlu lembur lagi" hibur Ayah Romi pada Teresia ya
Arga mengerjapkan kedua matanya yang terasa sangat berat, sesaat Arga lupa terhadap apa yang sudah terjadi padanya. Sampai ingatan tentang Sony dan seseorang yang membiusnya itu masuk ke dalam otaknya. Arga mendadak bangkit dari tidurnya dan melihat sekelilingnya dan menduga bahwa dirinya sekarang berada di kamar hotel mewah. Tak ada siapapun di kamar ini, dan hal itu memberikan kesempatan untuk Arga pergi. Arga mencoba bangkit dari atas ranjang meski harus tersungkur karena efek biusnya masih belum hilang di tubuhnya. Arga harus pulang dan bertemu Teresia, ia tidak akan membiarkan Sony mengacaukan kehidupan pernikahannya yang bahagia. "Wow, sepertinya kamu sudah bangun dari tidur lelapmu" Arga mengangkat pandangnya dan melihat Sony yang sudah datang bersama dua orang pria di belakangnya dan menatap Arga dengan senyum miring. "Sony ... Tolong biarkan aku pergi, aku harus pulang. Teresia menungguku" ujar Arga dengan suara lirihnya. Rasanya tenaganya belum pulih betul. Son