"Bu, Rum mau berangkat dulu. Grab yang Rum pesan sudah datang." Aku segera berpamitan pada ibu dan tidak lupa untuk menitipkan putra pertamaku pada beliau. Untung saja Alif menurut dan sudah akrab dengan neneknya sehingga memudahkan ku untuk sewaktu-waktu bisa meninggalkannya karena ada keperluan penting. Hanya Latifah yang ikut bersamaku. Tujuanku kali ini adalah untuk memujudkan ucapanku pada kedua orang yang tidak tahu diri itu. Sudah beberapa bulan ini Mas Irwan sengaja melalaikan tugasnya seperti yang sudah dijelaskan oleh pengadilan. Nampaknya bagi mereka peringatan itu hanyalah omong kosong biasa dan mereka bisa seenaknya untuk menyepelekannya.Aku sudah membuat janji dengan Nia dan Nia bersedia untuk menemaniku nantinya.Nia sangat mendukung keputusanku ini. Dan dia juga beranggapan bahwa nafkah itu memang disengaja untuk tidak diberikan kepada anak-anakku. Menurut penurunan Nia bahkan sebagian tetangga yang mengatakan jika Mas Irwan tipe suami yang takut pada istrinya teruta
"Apa itu, Mas?" tanya Adelia pada suaminya yang memegang sebuah kertas berwarna coklat lengkap dengan kop surat sebagai penanda suatu instansi."Gila! Mantan istrimu itu memang sudah gila. Kalian sudah resmi berpisah pun perempuan itu masih juga mencoba untuk menganggu ketentraman hidup kita. Enek saja perempuan itu main lapor kita ke pengadilan. Aku gak mau tahu dan aku juga gak mau berbagi uang hasil kerja kerasmu itu sama mereka.""Tapi mau bagaimana lagi ini, Del. Apa kamu mau suamimu ini menerima sanksinya. Aku bakal dapat hukuman denda juga kurungan penjara sekalipun kalau aku sampai tidak memenuhi kebutuhan anak-anakku." Irwan sudah merasa mulai frustasi menghadapi keras kepalanya istri barunya itu."Tapi anak-anak itu sudah tanggung jawab ibunya. Jadi itu bukan lagi tugas fan kewajiban kamu untuk menjamin hidup dan kebutuhan mereka. Mereka menang tidak mau melihat kita hidup tenang.""Terus rencana kamu apa, Mas?" tanya perempuan dengan make-up tebalnya itu walau ia berada di
"Del, kok kamu baru pulang? Ini sudah jam berapa? Angel juga kenapa kamu tinggal sendiri sama ibu. Ibu itu lagi gak enak badan." Irwan menyambut kedatangan istrinya. Adelia seharian pergi tanpa pamit dengan tujuan yang pasti. Perempuan itu juga meninggalkan sang putri pada ibu mertuanya yang jelas-jelas kondisinya sedang tidak enak badan. Adelia sengaja mengizinkan putrinya itu untuk tidak masuk sekolah karena sedari padi ia sendiri sudah bersiap untuk keluar rumah."Aku itu tadi ada urusan penting, Mas. Aku sudah ada janji sama teman aku soal pekerjaan. Dia ngasih pekerjaan baru sama aku.""Memangnya teman kamu itu ngasih pekerjaan apa sama kamu sampai segitunya kamu pergi jam segini baru balik."Seharian itu Adelia keluar rumah setelah sang suami berangkat ke tempat bekerjanya. Sementara ia baru pulang pukul sembilan malam di mana sang suami telah sampai di rumah sejak petang tadi dan juga sang putri sudah kembali tertidur tanpa bertemu dengannya seharian ini."Aku dapat pekerjaan d
Waktu terus bergulir dan hari pun terus berganti. Bukan tanpa ada halangan Rumana melalui hari-harinya tersebut sebagai orang tua tinggal untuk anaknya. Tidak terasa jika sang putra kini telah beranjak dan duduk di bangku sekolah dasar sedangkan sang putri sulung sebentar lagi juga akan menginjakkan kaki di bangku taman kanak-kanak.Tak ada lagi seorang pendamping yang menemani hari-harinya selain kedua buah hatinya dan juga ibu tercintanya. Beruntung masih ada orang baik yang mengelilinginya, masih ada seorang kakak yang begitu perhatian serta membantu baik secara finansial berupa modal usaha untuk mengembangkan usaha miliknya. Selain kakak laki-lakinya ada juga sang sahabat yang menemaninya meski terpisahkan oleh jarak tidak pelak keberadaan Nia sangat berjasa dalam masa-masa sulit dan terpuruknya.."Mas, Siapa perempuan itu?" tunjuk Ratna dengan tatapan murkanya pada sang suami. Hendra baru saja pulang dari tempatnya mengais rezeki setelah beberapa waktu lamanya tidak ada kabar da
"Kamu kenapa, Mbak? Kamu habis nangis? Maya kamu sembab banget begitu?" Ratna sengaja keluar dari rumahnya dan mendatangi kediaman ibunya yang kebetulan tidak jauh dari rumahnya. Semalaman sudah perempuan itu menumpahkan tangisnya dan pagi ini juga ia memutuskan pergi ke tempat ibunya karena hati dan perasaannya belum siap dengan kedatangan madu yang sengaja dibawa oleh suaminya.Tangis Ratna belum reda sepenuhnya. Suara sesenggukan masih juga terdengar keluar dari mulutnya.Bukan tanpa alasan perempuan tersebut pergi menghindar dan memilih pulang ke rumah ibunya. Ratna belum bisa terima jika harus menyatu dan tinggal satu atap bersama perempuan lain terlebih mereka harus berbagi raga dan juga cinta dengan satu orang pria yang sama. Ratna masih belum bisa jika harus melayani sang madu seperti perintah dari sang suami karena dalam rahim perempuan yang sudah ia anggap sebagai perebut suami orang itu telah tumbuh benih di dalamnya."Iya, dari tadi ibu juga sudah tanya sama kakak kamu ken
Mentari pagi mulai bersinar namun sinarnya tidak seperti biasanya yang memberikan kehangatan. Mungkin karena semalaman turun hujan yang cukup lebat hingga kelembabannya mampu menyamarkan hangatnya sinar sang surya.Sudah dari pagi buta Rumana disibukkan dengan pekerjaannya. Mulai dari memasak hingga saat ini ia menyiapkan bekal untuk putra pertamanya itu untuk dibawa ke sekolah sambil memasak air panas untuk mandi kedua anaknya. Maklum udara pagi ini cukup dingin sampai-sampai kedua buah hatinya itu masih nyaman dalam buaian gelungan selimut."Bu, biar nanti Rum saja yang kerjakan." Suara Rumana terdengar tengah mencegah ibunya. Ia, perempuan paruh baya itu nampak di pengelihatan Rumana sedang menyapu lantai rumah mereka. Kerap kali Rumana mengingatkan agar ibunya itu tidak terlalu banyak melakukan pekerjaan yang dirinya masih sanggup untuk mengerjakannya sendiri."Dingin, Rum. Ibu mau cari keringat biar badan ibu sedikit hangat." Ucapkan dari ibunya itu saja hanyalah sebuah alasan. P
"Aku ini istri sah-mu, Mas. Tapi kenapa kamu lebih mengunggulkan perempuan murahan ini!" Ratna tidak terima ketika suaminya membelikan mobil baru untuk istrinya beserta surat yang sudah diatas namakan dengan nama Halimah."Dasar perempuan tidak tahu diri. Kamu sengaja menghasut suamiku dan sengaja ingin menguasai seluruh uangnya!" maki Ratna tidak terima karena adik madunya lebih spesial di mata suaminya ketimbang dirinya yang sudah lama menemani Herman serta memberikan seorang keturunan yang nyatanya itu tidak bisa mengikat hati seorang Herman atas dirinya seorang yang menjadi ratu di singgasana tertinggi hati suaminya itu.Masih teringat dirinya akan waktu yang telah bertahun-tahun berlalu itu. Masih jelas diingatannya nama seorang gadis yakni Mayang yang menjadi perempuan pujaan hati seorang Herman. Karena penyakit hatinya yang tidak bisa mendapatkan hati Herman itulah yang membuatnya nekat mencari segala cara untuk bisa mendapatkan hati seorang laki-laki yang sesungguhnya sudah te
Berhari-hari Mayang murung dan mengurung diri dalam kamarnya. Semenjak kepulangannya dari merantau di kota. Mayang masih enggan untuk bercerita pada keluarganya. Mayang juga sengaja menghindar dari Hendra dan enggan meminta penjelasan pada pria tersebut.Keluarga dibuat khawatir akan tingkah Mayang yang tiba-tiba saja berubah. Mayang berubah menjadi lebih pendiam dan lebih banyak murung tidak seperti sebelumnya yang mana ia merupakan gadis yang ceria dan suka sekali bercerita.Hari terus berganti hingga hari yang telah disepakati yang sudah dijanjikan oleh Hendra pada keluarga Mayang yang mana pemuda tersebut akan mengutamakan niatannya untuk membawa hubungan mereka menuju jenjang yang lebih serius, namun justru kabar yang semula akan menjadi kabar baik berubah menjadi kabar buruk bahkan mimpi buruk yang akhirnya berubah menjadi kenyataan.Hendra tidak pernah lagi datang seperti janjinya dan Mayang juga tidak lagi berharap dan mengharapkan kedatangan pria yang nyatanya kedatangannya h