Share

2. Mulut pedas ipar dan mertua

Setelah kejadian tadi malam, pagi ini seolah masih terjadi perang dingin antara aku dan juga Mas Irwan. Jaga-jaga saja jika sampai ini terdengar oleh orang rumah suamiku, terutama itu ibu mertua atau kakak perempuannya, bisa-bisa aku yang akan mereka sudutkan dan disalahkan oleh mereka.

Ternyata keisenganku meretas ponsel Mas Irwan ada manfaatnya juga. Semua berawal dari aplikasi tik-tok yang aku lihat dari ponsel milik keponakan suamiku. Aku jangan ditanya. Boro-boro punya ponsel canggih, ponsel android, bisa pegang ponsel jadul ini saja sudah bersyukur asal masih bisa berkabar dengan keluargaku di kota lain. Bukan tanpa alasan, delapan tahun pernikahan yang telah aku dan Mar Irwan jalani sudah mengisahkan banyak sekali cerita termasuk aku yang rela lima tahun pertama pernikahan kami menunda momongan untuk sengaja membantu bekerja suamiku dan untuk membantunya membiayai pendidikannya di jenjang perguruan tinggi hingga membantu menyukupi kebutuhan keluarganya karena ibu mertua telah menjadi janda pada satu tahun awal pernikahan kami.

"Loh, kamu gak masak hari ini, Rum?" Mbak Ratna---kakak perempuan suamiku yang tiba-tiba masuk ke dalam rumah dan langsung menuju ke arah meja makan. Tanpa permisi terlebih dahulu, ia langsung saja membuka tudung saji yang tengkurap di atas meja makan tersebut. Sudah biasa kelakuan dari kakak iparku tersebut. Dasarnya saja yang malas tiap pagi main ke rumah ini jika ada butuhnya seperti pagi ini yang datang lebih awal dan pastinya untuk mencari makanan. Aku yang masih sibuk dengan pekerjaan dapur lebih tepatnya menyiapkan makanan untuk anak pertamaku, Alif.

"Gak, Mbak lagi malas saja." Aku sengaja membalas sekenanya. Toh, memang pada kenyataannya aku sudah malas melakukan pekerjaan rumah ini, pekerjaan yang sudah hampir delapan tahun lebih aku lakoni. Aku merupakan menantu sekaligus pembantu di rumah suamiku ini.

"Istri macam apa kamu ini, Rum. Sudah enak numpang uang juga tinggal nodong sama suami giliran kewajiban saja kamu mau melalaikannya."

Apa telingaku ini tidak salah dengar. Mungkin sudah buta mata kakak iparku ini. Dia sendiri juga tahu aku yang sudah berkorban selama ini untuk kesejahteraan adik dan ibunya termasuk dirinya juga. Kaldu bukan aku yang membantu bekerja adik laki-lakinya itu mana bisa adiknya bisa mendapatkan posisinya saat ini sedangkan sewaktu kami menikah dulu Mas Irwan hanyalah seorang tamatan sekolah menengah atas dan bekerja menjadi buruh pabrik.

"Terserah apa kata Mbak Ratna saja. Lagian Mbak pagi-pagi ke sini juga pasti ada maunya kan? Pasti mau ngerampok masakan aku seperti biasanya kan? Makanya punya suami dan anak itu dilayani sendiri, dimasakkan sendiri bukannya mengandalkan dapur orang lain." Aku mulai memberanikan diri untuk melawan kakak iparku ini. Jika biasanya aku hanya pasrah dengan apa yang dia lakukan tetapi tidak untuk kali ini. Aku harus mulai berjaga-jaga dengan keluarga dari Mas Irwan ini terlebih karena tabiat mereka juga karena perubahan pada diri suamiku itu yang memancing kecurigaanku sebagai seorang istri.

"Terserah aku dong. Ini kan rumah ibuku sedangkan kamu hanya penumpang di rumah ini. Kamu juga sudah mulai berubah, sudah mulai berani mulutmu itu."

"Ada apa ini pagi-pagi sudah ramai. Apa enak kalau didengar sama tetangga." Ibu mertua ibu tiba-tiba saja muncul di dapur.

"Lihat menantumu ini, Bu. Dia sudah mulai berani melawan dan menyanggah." Tunjuk Mbak Ratna pada ibunya dan mengadukan adik iparnya ini.

"Maksud kamu bagaimana?"

Aku tidak lagi memedulikan aduan kakak iparku itu pada ibunya. Sekalian saja mereka menyudutkan aku, toh hal ini sudah menjadi makanan sehari-hari untukku. Percuma berbuat sebaik apapun tidak akan pernah ada baiknya di mata mereka. Entah kesalahan apa yang pernah aku perbuat pada mereka sehingga aku tidak mendapatkan perlakuan yang sepantasnya yang harus aku terima sebagai menantu sekaligus saudara ipar seperti orang lain.

"Apa benar kamu sengaja gak mau masak untuk suami dan ibu mertuamu ini, Rum?" cerca ibu mertua setelah mendapatkan pengaduan dari anak perempuannya itu.

"Benar, Bu. Lagian apa yang mau Rumana masak kalau uang belanja dari mas Irwan saja sudah habis," ujarku apa adanya sesuai dengan kenyataan yang memang aku alami dan jalani.

"Dasar kamu nya saja yang gak becus ngatur uang dari suami. Kamu benar-benar tidak bersyukur dengan aka yang sudah anakku berikan sama kamu. Masih untung kamu bisa numpang gratis di rumahku ini." Ucapan ibu mertua yang semakin ke mana-mana.

Mulut pedas keduanya sudah kebal di telingaku ini. Mas Irwan? Mana peduli dia dengan kondisi kejiwaan istrinya ini karena ulah ibu dan kakaknya. Kaldu bukan karena kepatuhanku sebagai seorang istri kepada suaminya. Sudah dari dulu aku keluar dari neraka ini.

Hidup bersama Mas Irwan dan keluarganya tidak ubahnya bagai mendulang masalah dan juga mencari penyakit hati.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nita Nurhidayah
sedih banget cerita nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status