SETELAH berdebat dengan ibunya, Raffa menyelinap keluar dan kembali ke rumah Ethan serta Nayla. Ia menyukai pekerjaan barunya merawat Evan untuk sementara. Ia merasa bisa melupakan masalah jodoh-menjodohkan untuk sejenak saat bersama keponakannya itu.
Ketika sampai di sana, ia melihat Ethan serta Nayla duduk sembari melihat-lihat album. Dia yang penasaran pun menyelinap di belakangnya dan ikut mengintip—mengganggu kebersamaan— pasangan suami istri itu.
"Riri ikut fotonya cuma sekali doang, dih!" gerutuan Nayla membuat Raffa mengernyitkan dahi. "Mana fotonya sambil sok mesra sama kamu lagi," ujarnya dengan nada cemburu yang kentara.
Raffa melongok dan memperhatikan seorang wanita yang bergelayut manja di lengan sepupunya. Dahinya mengernyit saat mengamati wajah wanita itu lekat-lekat.
Wajah ayunya dipoles make-up tebal, gaun biru gelapnya tampak kontras dengan kulitnya yang putih, lalu kalung bintang yang menghiasi lehernya tampak menjadi satu-satunya hiasan paling mencolok selain anting permata kecil berwarna putih.
Kayak pernah lihat, tapi di mana ....
Raffa memutar otaknya, mengingat memorinya di malam pernikahan dua pengantin baru di depannya. Malam itu ....
Dia, kan, cewek yang hampir gue tidurin! batinnya menjerit histeris.
Sontak saja tangannya terulur dan menunjuk foto wanita itu. "Nama dia siapa?"
Dua orang itu terlonjak dan langsung menoleh ke belakang. "Setan, ya, lo! Kenapa ngagetin orang nggak pakai permisi?"
"Kalau permisi dulu, nggak ada yang kaget," jawab Ethan sembari menatap tajam sepupunya. "Sejak kapan kamu di sana?"
"Baru datang dan langsung kepo ngelihat kakak ipar cemburu sama foto."
"Eh, enak aja omongan lo!"
Ethan hanya menggelengkan kepala mendengar jawaban sepupunya.
"Jadi, cewek itu siapa namanya?" ulangnya, begitu tak ada yang menjawab pertanyaannya sebelumnya.
"Kenapa? Naksir, lo?"
Raffa mendengkus. "Kagak, paling-paling udah ada yang punya."
"Dia jomlo abadi, Raff," balasan Ethan membuat Raffa melotot.
"Yang serius lo?!"
"Iya, namanya Riri, adik tingkat gue waktu kuliah, beda kelas dan jurusan, sih, tapi hubungan kita lumayan dekat. Dia jomlo abadi, cita-citanya aja jadi perawan tua."
Ethan terlihat menutup mulut setelah istrinya mengucapkan kalimat itu. Sedangkan Raffa masih melotot dengan mulut menganga lebar.
Apa katanya tadi, jombo abadi? Cita-citanya jadi perawan tua? Lah, kenapa waktu itu dia bilang udah punya calon suami padanya?
"Kok kedengerannya aneh banget? Lo lagi bohongin gue, ya?" Raffa mendelik ke arah Nayla yang mengedikkan bahu tak acuh. Raffa menoleh pada Ethan. "Serius, cewek itu jomlo dan bercita-cita jadi perawan tua?" Ethan mengangguk. "Yang bener aja, deh, kalian. Mana mungkin ada cewek yang punya cita-cita absurd begitu, ngaco banget," komentarnya.
Benar, mana ada perempuan yang mau jadi perawan tua? Biasanya, kan, sebaliknya. Mereka malah berburu pasangan karena takut menjadi perawan tua, tapi dia ini .... Nayla dan Ethan pasti sedang mengerjainya.
"Dibilangin nggak percaya. Lo nggak denger sendiri apa tadi siang, waktu lo nganterin Evan ke restoran dan ketemu sama dia? Padahal lo sempat deham-deham nggak jelas waktu dia ngaku-ngaku mau jadi perawan tua," balasan Nayla membuat Raffa mengernyitkan dahi.
Tadi siang? Raffa memutar kembali saat melihat seorang wanita yang tampak asik bercengkerama dengan keponakannya. Sebelum itu, dia memang sempat berdeham dan membungkam paksa omongan wanita itu yang sepertinya tidak ada akhirnya.
Tunggu dulu ... jadi, mereka orang yang sama? Kok gue tadi bisa nggak sadar?
"Riri ke restoran kamu tadi siang?"
Nayla mengangguk. "Dia yang ngerawat Evan waktu aku kerja, mereka main berdua, mana Riri bilang gini sebelumnya, 'Gue juga mau ngerasain gimana rasanya punya anak,' lah, kalau pengin tahu rasanya gimana punya anak, ya, bikin anaklah!"
Raffa tersenyum miring. Ternyata, cewek bernama Riri ini lucu juga. Di pertemuan pertama mereka, dia memang tampak menyenangkan sekaligus menggemaskan dan menggoda, Raffa bahkan berhasil menarik wanita itu ke atas ranjang, walau setelahnya dia harus ditipu habis-habisan.
Sial! Kalau gue tahu dia bohong malam itu, udah pasti bakal gue kejar sampai dapat.
Raffa mendengkus dan hal itu membuat Ethan memperhatikannya. "Kenapa, Raff? Masih nggak percaya?"
Raffa menggeleng. "Enggak mungkin percayalah, dia bilang sama gue kalau udah punya calon suami waktu itu."
Sontak saja Nayla tertawa terbahak-bahak, sedangkan Ethan tampak menutup mulut menggunakan tangannya dan berusaha keras menjaga raut wajahnya agar tetap datar.
"Kamu pernah ketemu sama Riri di mana?" tanya Ethan penasaran.
"Gila, gue penasaran, lo ngerayu dia pakai cara apa sampai dia bilang kalau udah punya calon suami?" Nayla berkata, lalu kembali terbahak-bahak. "Padahal, selama ini gebetannya aja dikacangi, tapi berani bilang sama playboy kayak lo aja kalau udah punya calon suami." Nayla tertawa lagi. "Gue penasaran, gimana kalau lo minta dia nunjukin di mana calon suaminya itu? Haha, dia pasti bakal mati kutu!"
"Ketemu di pesta pernikahan kalian, dan, ya ... gue bilang aja kalau gue mau ngelamar dia."
Raffa memutar bola mata sembari berusaha mencari-cari alasan. Mana mungkin dia bicara, kalau wanita bernama Riri itu menolak bercinta dengannya dengan alasan dia sudah punya calon suami?
Ethan berdeham. "Jadi, kamu udah ditipu sama dia?"
Raffa mendengkus, tampak tidak senang mendengar kenyataan tersebut. Namun, dia juga tidak tahu kalau dirinya sedang ditipu, andaikan dia tahu, pasti dia sudah menuntut balas sejak tadi siang atau mungkin esok saat mereka kembali dipertemukan?
Raffa menarik napas panjang, lalu mengembuskannya kasar. Benar, masih ada waktu agar dia bisa menuntut balas pada wanita yang berani-beraninya membohonginya, bahkan menolak pesonanya? Ceh, mengingatnya saja membuat Raffa merasa kesal bukan main.
Harusnya gue perkosa aja dia waktu itu, tapi ... dia kan masih perawan(?)
"Wah, jadi lo beneran naksir sama dia, nih!" Nayla tertawa lagi. "Sampai mau ngelamar segala, tapi ide bagus tuh, Raff, kalau lo mau ngelamar dia. Gue dukung! Biar dia nggak jadi perawan tua dan niatnya menjomlo sampai kiamat nggak terkabulkan!" dukungan Nayla membuat Raffa mengernyitkan dahi.
"Kalau kamu benar-benar menyukainya, kenapa enggak dilamar aja sekalian? Riri anak baik-baik, masih perawan juga, bukannya kamu mencari perempuan yang masih segelan buat diajak menikah?"
Raffa tersenyum miring. Iya, tapi jangan dibocorin juga di depan istri lo, dong!
"Kalau lo serius mau ngelamar dia, gue kasih alamatnya. Lo bisa langsung bawa orang tua lo ke sana, serius, deh, mereka pasti bakal senang banget karena akhirnya ada yang ngelamar anaknya juga."
Raffa tersenyum miring. Jelas, mana mungkin ada pria yang melamar wanita itu, jika saat ada laki-laki yang mendekatinya saja dipagari dengan jurus 'sudah punya calon suami'? Bahkan, dia yang sudah menggodanya mati-matian pun berakhir ditinggalkan dalam keadaan mengenaskan di atas ranjang.
"Kasihin ke gue alamat rumahnya," tekatnya, walau dalam hati ia berdoa, semoga ia tidak salah lagi dalam menjatuhkan pilihannya.
Dan juga ... semoga orang tuanya menerima, jika Raffa menikahi seorang wanita dari kalangan biasa saja, mengingat pakaian menyedihkan yang digunakan wanita itu tadi siang.
____
Perusahaan keluarga nyaris bangkrut, keuangan menipis lantaran terbiasa hidup hedonis.Lilya harus menerima takdir Kenanga yang menolak dijodohkan dengan Pak Tua Mesum dari keluarga Gunawan yang terkenal. Demi keluarga dia rela berkorban, dia rela digadaikan, dinikahkan dengan Pak Tua Mesum Gunawan yang terkenal kaya raya.Namun, Pak Tua itu tidak mau menunjukkan dirinya sebelum hari pernikahan mereka tiba. Sosoknya yang misterius dan selalu bersembunyi di balik kamera, akhirnya terungkap saat ia menikahi Lilya dengan cara terhormat."K-kamu ... masih muda?" tanya Lilya dengan polosnya."Kamu kira saya sudah tua?"Lilya menggeleng panik. "Tapi, kata Kak Kenanga, kamu orang tua mesum dari keluarga Gunawan yang terkenal."Laki-laki bernama Evan itu mendengkus keras. "Itu hanya rumor palsu tentang saya, jangan percaya rumor sebelum kamu melihat sendiri buktinya."Apakah Lilya yang selalu menderita bisa hidup bahagia dengan suaminya Evan? Ataukah Kenanga akan menjadi duri dalam daging di p
KEPALANYA terasa pusing, padahal Syila hanya perlu kembali pada teman-temannya dan mengatakan, kalau dia sudah menyelesaikan tantangannya untuk mencium orang pertama yang ia lihat ketika keluar dari toilet.Benar sekali, mereka sedang memainkan permainan terkenal "Truth or Dare" di mana Syila lebih memilih dare daripada dia harus berkata jujur pada teman-teman barunya.Syila menyenderkan tubuhnya ke tembok. Alkohol yang ia minum cukup banyak dan membuatnya mabuk, itu mengapa dia menerima tantangan gila itu tanpa protes apa pun."Hei!"Syila menoleh, dengan mata menyipit, mencoba mengenali sosok yang menghampirinya. Ternyata pria itu yang mendatanginya, Syila kira siapa."Kenapa?" Syila mengedip berulang kali.Awalnya, Syila pikir pria ini seorang perempuan, jadi ia sama sekali tak merasa ragu saat menciumnya. Apalagi dia sedang memakai hoodie hitam yang menutupi kepala, jadi identitasnya terasa samar-samar."Lo mabuk?""Hm, nggak apa-apa," gumam Syila seraya berjalan dengan menggunakan
TIDAK ada hal yang lebih mendebarkan daripada menunggu kelahiran anak pertama. Apalagi, baik Riri maupun Raffa sama-sama tidak mau mengetahui jenis kelamin anak mereka. Yang mereka mau dengar setiap kali memeriksakan kandungan adalah kesehatan bayi mereka di perut Riri yang kini sudah menginjak usia sembilan bulan.Raffa mendekatkan wajahnya ke perut buncit istrinya. "Kak, kamu beneran nggak mau apa-apa di dalam perut mamamu?"Riri terkikik melihatnya, ini bukan kali pertama Raffa berbicara pada anak mereka, tapi entah mengapa dia selalu ingin tertawa setiap kali melihatnya.Dulu, saat pertama kali Raffa berbicara pada anak mereka, dia memanggilnya dengan sapaan 'Dek' yang kemudian Riri lerai, "Memangnya kamu nggak mau punya anak lagi setelah ini?"Dan setelahnya Raffa jadi bersemangat untuk menyapa anak mereka setiap malam dengan panggilan 'Kakak'.Raffa memandangi istrin
RAFFA sedang bekerja. Punya asisten merangkap sekretaris seperti Allen membuat Raffa tidak bisa berbuat apa-apa selain duduk patuh di balik laptop dan mengerjakan semua tugasnya.Allen seperti memaksa Raffa membuang semua sifat malas yang ia punya. Dan pria itu berhasil, Raffa benar-benar ingin pekerjaannya segera selesai agar ia bisa pulang dan menemui istrinya, daripada harus menghadapi si Robot Allen terus-menerus.Ponsel Raffa tiba-tiba saja berbunyi. Dia meraih ponselnya dan mulai membuka akun sosmed yang barusan berbunyi.Dari Instagram Revan. Tampak, sahabatnya itu sedang memeluk seorang wanita dengan tangan kanannya.Raffa tersenyum manis, dia pikir Revan telah menemukan wanita pujaan hatinya, tapi begitu melihat wajah wanita itu, Raffa jadi ingin membunuh seseorang sekarang."Kalau jodoh nggak akan ke mana." Tulis Revan di caption Instagramnya yang membua
RIRI tidak boleh stres, tidak boleh banyak pikiran apalagi memikirkan kapan dia punya anak. Dia harus rileks, santai, dan biasa saja. Riri juga harus mengenali kapan dia berada di fase lagi tanggal subur atau tidak dan berusaha meminimalisir hubungan seksual yang keras atau aneh-aneh.Nasihat dari Revan sudah nancap di otak. Riri berharap bisa hamil cepat, bulan depan paling tidak dia sudah isi. Ini hanya rencana dan Riri tidak boleh terlalu berharap, karena kembali lagi, apakah Tuhan akan merestui niat dan keinginannya?"Raffa!"Raffa menoleh, dia mengernyitkan dahi saat Riri menghambur memeluk tubuhnya yang sedang duduk di ranjang sambil memangku laptop kerjanya."Maaf buat yang tadi siang, ya?"Raffa mengangguk singkat, kemudian mencium kening istrinya. "Maaf juga, karena kamu harus menerima karma dari perbuatanku di masa lalu. Maafin, aku, ya, Ri?"Riri menggeleng pelan. "Kamu nggak salah, seenggaknya sekarang kamu udah berubah. Kita bel
"GIMANA hasilnya?" tanya Raffa yang menunggu di depan pintu sambil menatap istrinya dengan harapan besar.Riri menyodorkan sebuah tes pack kepada Raffa dengan muka cemberut. "Negatif, aku nggak hamil."Raffa mendesah kecewa. Mereka merasa sudah membuat anak seperti biasa, tapi kenyataannya, Tuhan belum menitipkan seorang bayi pun pada mereka."Ya udah, deh, sabar dulu aja."Riri mendengkus. Raffa tahu pasti, kalau istrinya sedang kesal. Riri ingin punya anak secepatnya, tapi mereka belum dikaruniai juga. Namun, mau bagaimana lagi?"Aku sabar, kok, kamu juga yang sabar karena siap puasa lagi seminggu."Dan Raffa ingin segera punya anak, supaya dia tidak terkena lampu merah ketika ingin memiliki istrinya. Walau sembilan bulan kemudian dia akan merengut lantaran perhatian Riri terbagi, tapi setidaknya, Riri senang karena sudah punya baby, dan Raffa juga tidak akan