Beranda / Romansa / Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini / Bab 2. Dia Berusaha Mengambil Suamiku

Share

Bab 2. Dia Berusaha Mengambil Suamiku

Penulis: Te Anastasia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-25 13:18:38

Keesokan paginya...

"Pakaikan baju baru untuk Exel, aku dan Clarisa akan mengajaknya pergi."

Suara bariton berat dari Evander terdengar tegas pada Elizabeth yang tengah mendandani Exel pagi ini.

Setelah semalaman tidak tidur di rumah, sekalinya pulang Evander kembali bersama Clarisa yang kini tengah menunggu di lantai satu.

"Iya. Apa kau akan pulang di sore hari?" tanya Elizabeth sang suami.

Sambil memakai tuxedo hitamnya, Evan menjawab, "Ya, agar Clarisa bisa puas bermain dengan Exel seharian."

Elizabeth terdiam sejenak, merasa kini hari-harinya menjadi sangat menekan. Selain berkurangnya waktu bersama sang suami, Elizabeth mungkin akan sering kesepian karena Exel juga akan sering menghabiskan waktu dengan Clarisa.

"Ma... ini Exel mau ke mana? Kok pakai baju baru?"

Mungil suara Exel membuat Elizabeth tersenyum lembut, apalagi anak laki-lakinya itu cemberut menatapnya.

"Exel hari ini ikut dengan Papa ya, Sayang. Ingat... tidak boleh nakal, tidak boleh nangis, dan tidak boleh menjerit-jerit. Mengerti?" ujar Elizabeth lembut sambil mengulurkan jari kelingkingnya. “Berjanjilah Exel akan jadi anak yang baik.”

Dengan wajah antusias, Exel menaut jari kelingking Elizabeth. “Janji!”

Penampilan Exel sudah rapi, dia memakai baju barunya, serta sepatu merah kesayangannya dan topi beret yang membuat anak itu semakin lucu.

"Sudah, sekarang ayo Mama gendong. Kita ke lantai bawah, oke?" kata Elizabeth mengecupi pipi Exel.

Anak kecil itu tertawa geli. "Iya, Mama..."

Mereka berdua berjalan keluar dari dalam kamar. Dari selasar lantai dua dapat Elizabeth lihat Clarisa sudah berada di bawah sana, tampak menanti-nanti.

Perasaan Elizabeth menjadi tak menentu saat melihat wanita itu, tapi ia segera menepisnya. Bagaimanapun, Clarisa adalah ibu kandung Exel. Elizabeth tidak berhak menghalangi keduanya.

"Mama, Tante itu kenapa ke sini?! Huhhh, Exel tidak suka!" pekik anak itu langsung merajuk saat mereka sudah tiba di lantai satu.

Elizabeth tersenyum tipis sambil mengusap punggung si kecil. "Sayang, dia bukan Tante, Nak, tapi Mamanya Exel."

Clarisa langsung berjalan mendekati Elizabeth. Ia mengusap rambut cokelat Exel dengan lembut.

"Exel, ayo ikut Mama, Sayang. Mama ini Mama kandungmu, Mama yang melahirkan Exel," Clarisa membujuknya.

"Tidak mau pokoknya, jangan paksa-paksa Exel dong!" Anak itu menghentakkan kakinya dalam gendongan Elizabeth.

Kedua tangan mungil Exel semakin kuat merengkuh leher Elizabeth sambil menjerit-jerit menolak ajakan Clarisa.

Tak tega dengan anak tirinya yang tantrum, Elizabeth mundur satu langkah sambil mendekap Exel.

"Clarisa, biarkan Exel tenang dulu ya... Dia memang sulit dekat dengan orang baru," ujar Elizabeth berusaha menjelaskan. Ia merasa tidak enak hati pada Clarisa.

"Tapi aku ini Mamanya, Mama kandungnya!” kata Clarisa tidak terima. “Berikan dia padaku, Elizabeth! Kau tidak berhak untuk melarang-larangku bersama Exel!"

Clarisa berkeras kepala. Ia tiba-tiba saja mengambil Exel dari pelukan Elizabeth dengan tergesa.

Raungan tangis Exel menggema begitu Clarisa menggendongnya. Anak itu menangis mendorong-dorong wajah Clarisa dengan tangan kecilnya.

"Nakal! Exel tidak mau sama Tante! Exel mau sama Mama! Mama tolong Exel, huwaa... Mama!" Exel memberontak hebat dalam gendongan Clarisa.

"Exel, aku ini Mamamu yang asli. Bukan dia!" pekik Clarisa terdengar marah dan tidak sabaran. Dia benar-benar tidak terbiasa merawat anak kecil.

"Mau Mama, huwaa Mama...!" tangis Exel justru semakin menjadi-jadi.

Elizabeth tak tega melihat tangisan Exel yang begitu kuat. Ia pun meraih tubuh mungil Exel dari gendongannya Clarisa.

Di dalam rengkuhan erat Elizabeth, tangis Exel pun mulai mereda. Kedua tangannya yang mungil mencengkeram bagian belakang dress putih yang Elizabeth pakai.

"Tenang, Sayang, ini sudah digendong Mama," bisik Elizabeth menenangkan Exel.

Anak itu sesenggukan dan mulai tenang perlahan-lahan. Elizabeth beralih menatap Clarisa yang kini mengetatkan rahangnya kesal.

"Exel memang agak susah dibujuk, harus pelan-pelan supaya dia tidak marah," Elizabeth dengan pelan mencoba memberi pengertian pada Clarisa.

Ekspresi wajah Clarisa tampak muram, merasa kesal melihat putranya lebih menyukai Elizabeth dibanding dirinya.

"Kau hanya Mama tirinya, Elizabeth. Jangan pikir karena kau yang merawatnya, kau merasa bisa mendapatkannya!" pekik Clarisa, lebih tepatnya saat ia melihat Evander muncul.

"Bukan begitu, Clarisa... Tapi—"

"Ada apa ini?"

Suara tegas Evander membuat Elizabeth menoleh. Namun, ia kalah cepat dengan Clarisa yang gegas mendekati Evander dan mencekal lengan mantan suaminya tersebut dengan wajah sedih.

"Elizabeth melarangku menggendong anak kita, Evan," seru Clarisa menangis. "Padahal aku ini Mama kandung Exel, aku sangat merindukan anakku. Tapi kenapa Elizabeth..."

Clarisa menangis menutup mulutnya. Sedangkan Elizabeth menatapnya dengan kedua mata melebar, tidak menyangka Clarisa akan membuat drama seperti ini.

"Elizabeth," desis Evan menatapnya tajam.

Gelengan kepala cepat Elizabeth berikan sebagai sangkalnya.

"Ti-tidak begitu, Evan! Exel menangis dan tidak mau ikut dengan Clarisa. Aku hanya berusaha menenangkannya, sama sekali aku tidak melarangnya!"

"Bohong! Jelas-jelas kau mengambilnya dariku lebih dulu dan membuat Exel menolak ikut denganku!” ujar Clarisa sambil berderai air mata. “Sebenarnya apa salahku padamu, Elizabeth?”

Sandiwara yang Clarisa lakukan membuat Elizabeth terpojok. Padahal ia sama sekali tidak ada niatan seperti yang wanita itu katakan.

Iris mata hitam Evan berubah nyalang pada istrinya. Laki-laki itu merebut Exel dari gendongan Elizabeth dengan wajah marahnya yang jelas terlukis.

Elizabeth mencekal tangan sang suami. "Evan, aku sama sekali tidak melakukan seperti yang Clarisa katakan!" ungkap wanita muda itu dengan wajah panik.

"Kau tidak ada hak apapun tentang anakku, Elizabeth! Jadi, hentikan omong kosongmu!" desis Evander melepaskan tangan Elizabeth begitu saja.

"Tapi Evan—"

Ucapan Elizabeth kembali tertelan saat sang suami memalingkan tatapan dirinya. Evan menggendong Exel dan mengajaknya keluar dari dalam rumah, meninggalkan Elizabeth dan Clarisa di ruang tamu.

Clarisa lantas tersenyum miring dan menaikkan salah satu alisnya di hadapan Elizabeth.

"Maaf Elizabeth, tapi sepertinya... sebentar lagi posisimu akan tersingkirkan," bisik Clarisa dengan pelan dan jelas. "Sebaiknya kau bersiap-siap karena Evan dan Exel akan kembali padaku!"

Elizabeth terdiam dengan mata berkaca-kaca menatapnya.

Clarisa tidak mengatakan apapun lagi. Ia membalikkan badannya dan melambaikan tangannya meninggalkan Elizabeth sendirian di ruangan itu.

"Bye, Elizabeth!" ucap Clarisa jelas-jelas dengan nada mengejek.

Pintu rumah kembali tertutup rapat. Elizabeth merasa kesal dengan apa yang Clarisa lakukan. Bisa-bisanya dia mengadu domba Elizabeth dan Evan!

Tapi sedikit pun Evan tidak mempercayainya. Hal ini membuat Elizabeth terduduk di sofa dan menyembunyikan wajahnya pada kedua telapak tangannya. Wanita cantik itu menangis sedih dan pilu dengan situasi yang kini menyerangnya.

Elizabeth menepuk dadanya yang sesak, hingga tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang hangat mengalir dari hidungnya.

"Da-darah," lirih Elizabeth menyekanya dan menangis putus asa. “Kenapa….”

Sakit kepala hebat menyerang Elizabeth, darah di hidungnya tidak berhenti mengalir.

Perlahan Elizabeth beranjak dari duduknya dengan kaki gemetar tak sanggup menapak.

"Bi...!" pekik Elizabeth, berusaha memanggil pelayan di rumahnya.

Elizabeth melangkah tertatih mendekati dinding sebelum semua pandangannya menjadi gelap dan tubuhnya terhuyung jatuh.

Seorang pelayan yang baru saja muncul dari dapur pun berteriak melihat Elizabeth yang tergeletak di lantai.

"Astaga, Nyonya Elizabeth!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (16)
goodnovel comment avatar
Dyandra Edy
jgn bodoh elisa..niatin pergi dr rmh neraka itu..tinggalin suami brengsek n mertua brengsek itu .jgn peduli exel sedih ato trs menangis n sakit..toh sdh ada ibu kandungnya yg sabar n hebat itu..biar exel jd urusan ke2 ortu kandung n neneknya..lepasin khdpn neraka itu .km hrs bhgia u dirimu sndri
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
pergi saja Elizabeth lanjutkan hidupmu bukan di situ tempatmu kamu harus tetap WARAS untuk mendapatkan kebahagiaan dengan orang yang tulus mencintaimu
goodnovel comment avatar
Nova Silvia
indit we atuh,,ameh ngarasaeun
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 516. AKHIR KISAH KITA YANG BAHAGIA

    Pernikahan yang dinanti-nantikan sekaligus tak pernah dibayangkan oleh Pauline pun kini terjadi. Menjadi istri seorang Xander Spencer adalah hal yang tak jauh berbeda dengan sebuah mimpi. Dulu, Pauline tidak berani hanya sekedar untuk membayangkannya saja. Tetapi, takdir berkata lain. Hari ini, Pauline dan Xander sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Pauline resmi menjadi istri dari seorang Xander Spencer setelah acara pernikahan mereka diselenggarakan di gedung hotel milik Keluarga Collin pagi ini. Semua keluarga mengucapkan selamat pada mereka, termasuk Exel dan juga Hauri yang turut ikut merasa senang di hari bahagia adik mereka. "Selamat ya, Sayang ... akhirnya kau membuka lembaran baru dengan seseorang yang kau cintai dan yang mencintaimu," ujar Exel memeluk Pauline. "Berjanjilah untuk hidup bahagia dengan Xander." Pauline mengeratkan pelukannya pada sang Kakak dan ia mengangguk kecil. "Iya, Kak. Terima kasih..." Pelukan mereka pun terlepas, Pauline menatap Hauri yang

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 515. (PAULINE STORY) Alicia Akan Punya Mama dan Papa yang Lengkap

    Pauline tidak pernah memikirkan yang namanya pernikahan sebelumnya. Ia hanya ingin hidup berdua dan membesarkan Alicia. Itulah harapannya awal mula. Namun, ternyata takdir berkata lain. Pauline justru akan menikah dengan laki-laki yang dulu pernah ia tinggalkan karena sakit hati, dan terlebih lagi laki-laki itu begitu lapang dada menerima Alicia dan mengakui sebagai anaknya sendiri. "Hei, kenapa melamun?" Suara Xander membuat Pauline tersentak pelan. Gadis itu menoleh pada Xander yang kini berdiri di sampingnya. Xander langsung memeluk Pauline dari belakang dan menyandarkan kepalanya di pundak gadis itu. "Kenapa?" Pauline mendongak menatapnya dengan senyuman tipis. "Katanya aku harus duduk diam, kau sendiri yang mau memilihkan gaun pernikahan kita," ujar Pauline. "Heem, tunggu sebentar. Tante Helen masih memilihkan yang pas untukmu," jawab Xander, seraya melepaskan pelukannya. Laki-laki itu pun berpindah duduk di samping Pauline. Saat ini, mereka berada di butik milik salah sat

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 514. (PAULINE STORY) Kami Akan Segera Menikah

    Xander mengantarkan Pauline pulang, kedatangannya disambut oleh Evan dan Elizabeth. Mereka tampak cemas dan was-was, pasalnya selama bertahun-tahun ini Pauline tidak pernah berhubungan dengan laki-laki manapun. Meskipun Evan merestui hubungan mereka, tapi tentu saja ia panik dan cemas bila putrinya tidak pulang-pulang. Kini mereka bertiga baru saja pulang, tampak Alicia bersemangat dan kesenangan dalam gendongan Xander. "Opaa...!" Anak perempuan itu mengulurkan tangannya dan berlari ke arah Evan dengan wajah berseri-seri. Evan dan Elizabeth pun tersenyum. "Aduh, kenapa Cucu Opa tidak pulang-pulang!" seru Evan, saat cucunya turun dari gendongan Xander dan berlari ke arahnya. Alicia langsung memeluk Evan, sedangkan Pauline dan Xander kini duduk di sofa. Mereka duduk berjajar dan Pauline tampak menundukkan kepalanya. "Maaf ya, Pa. Aku tidak bisa pulang kemarin. Pauline tidur pulas, aku ... aku juga sama," ujar Pauline merasa bersalah. Evan mengangguk. "Tidak apa-apa, asal kau ber

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 513. (PAULINE STORY) Keluarga yang Xander Impikan

    "Pauline, Sayang bangun ... pindahlah tidur di kamar. Jangan tidur di sini. Alicia sudah tidur di kamar atas." Xander menepuk pipi Pauline dengan sangat lembut sampai gadis itu terbangun dan terkejut saat ia menyadari tertidur di rumah Xander. "Kak..." Laki-laki itu tersenyum. "Pindah ke kamar, tidurlah di sana temani Alicia. Aku akan melanjutkan pekerjaanku dulu." Pauline langsung bangun dan ia menoleh ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Gadis itu tertunduk. "Bagaimana bisa aku ketiduran sampai jam segini?" lirih Pauline. "Bagaimana aku pulangnya?" "Kan aku sudah bilang, tidurlah di sini. Biar aku yang telfon Papa. Di luar juga udara sangat dingin, kasihan Alicia, Sayang." Xander mengusap lengan kecil Pauline. Gadis itu mengangguk patuh dan ia beranjak dari duduknya. Kedua mata mengantuknya pun tertuju lagi pada Xander. "Janji ya, Kak, teflon Papa," ujarnya. "Iya, Sayang." Barulah Pauline tersenyum tipis. "Baiklah, kalau begitu aku ke

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 512. (PAULINE STORY) Anak Kesayangan Papa Xander

    "Ma ... Alicia boleh tidak, tinggal di sini sama Mama dan Papa?" Anak perempuan dengan rambut cokelat dikuncir dua itu berdiri di samping sang Mama. Alicia yang menggemaskan tampak mendongak menatap wajah sang Mama. Pauline yang tengah membuatkan kopi untuk Xander di dapur rumah laki-laki itu, ia pun lantas menoleh dan tersenyum pada Alicia yang murung dan mengeluh di sampingnya. "Kita punya rumah sendiri, Sayang." Bibir Alicia cemberut, anak itu menarik-narik ujung blouse yang Pauline pakai. "Tapi Ma, Alicia mau seperti Kak Varo dan Kak Vano, mereka tinggal dengan Tante Mama dan Papa Exel. Masak Alicia hanya tinggal sama Mama, terus Oma dan Opa? Papa tinggal sendirian, kasihan Papa, Ma..." Alicia memprotes sang Mama. Dari arah ruang tengah, Xander yang mendengar perbincangan Alicia dan Pauline, ia tersenyum. Anak kecil mungil itu memang sangat menyayanginya selayaknya Papanya sendiri. Dengan jelas ia mendengar Alicia merengek pada sang Mama dan ia ingin tinggal bersamanya. Per

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 511. (PAULINE STORY) Pemilik Hatiku yang Sebenarnya

    Setelah pergi jalan-jalan, Xander mengajak Pauline dan Alicia ke rumahnya. Pauline pikir Xander tetap tinggal di rumah lamanya, tapi ternyata ia salah, Xander telah memiliki rumah sendiri yang jauh lebih megah. Kini, Pauline melangkah masuk ke dalam rumah. Ia berjalan di belakang Xander yang melangkah di depannya sembari menggendong Alicia yang terlelap dalam dekapannya. "Kak, tidurkan di sofa saja, tidak apa-apa," ujar Pauline tidak enak hati. "Kenapa harus di sofa? Di lantai satu banyak kamar, lantai dua juga ada," jawab Xander sambil berjalan menaiki anak tangga. "Tapi kan—""Anggap saja rumah ini rumahmu sendiri, Sayang," sela Xander. Panggilan Sayang yang Xander lontarkan membuat Pauline terdiam. Ia teringat saat beberapa tahun lalu, Xander memanggilnya dengan panggilan itu dan terdengar sangat romantis. Sampai akhirnya Pauline kembali melangkah naik mengikuti Xander. Mereka masuk ke dalam sebuah kamar. Kamar bernuansa abu-abu dan putih, memiliki ranjang king size di teng

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status