Home / Romansa / Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini / Bab 3. Kebersamaan Mereka yang Menyakitiku

Share

Bab 3. Kebersamaan Mereka yang Menyakitiku

Author: Te Anastasia
last update Last Updated: 2024-06-25 13:19:45

Pasca pingsan beberapa hari yang lalu, keadaan Elizabeth tidak kunjung membaik. Dia merasa tubuhnya semakin lemah, membuatnya bertanya-tanya apa yang terjadi karena tidak biasanya ia seperti ini.

Dengan wajah yang tampak pucat, Elizabeth menopang tubuhnya dengan tangan yang bertumpu pada wastafel karena ingin muntah beberapa menit yang lalu. Namun, tidak ada yang keluar dari mulutnya.

Setelah mencuci wajahnya dengan air dingin, gadis itu keluar dari kamar mandi dan mendapati suaminya yang sudah tampak rapi.

Elizabeth mendekati Evan yang tengah berdiri bercermin sembari memasang arlojinya.

"Evan, apa hari ini kau ada waktu luang?" tanya Elizabeth mendongak menatapnya.

"Tidak, hari ini jadwalku sangat padat," jawab Evan dingin seperti biasa.

Elizabeth meraih tuxedo hitam milik Evan di tepian ranjang dan menyerahkannya dengan sangat perhatian.

"Tadinya aku ingin meminta waktumu sebentar saja untuk menemaniku—"

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, terdengar dengusan pelan dari Evan. Pria itu membalikkan badannya menatap Elizabeth dan meraih tuxedo yang istrinya bawakan.

"Aku sibuk, Elizabeth. Pergilah sendiri atau minta antar sopir. Jangan manja!"

Kalimat menohok yang Evan lontarkan membuat Elizabeth kedua bahunya turun. Ia bahkan belum sempat menyampaikan tujuannya pada pria itu, tapi sudah ditolak begitu saja.

"Baiklah. Mungkin di lain waktu kau bisa menemaniku saat kau tidak sibuk," kata wanita cantik dengan balutan dress biru panjang itu dengan kepala tertunduk.

"Hm." Evan menjawabnya dengan gumaman sambil lalu. "Exel akan berangkat denganku," ucap Evan sambil meraih kunci mobilnya. "Kau tidak perlu mengantar dan menjemput anakku hari ini."

‘Anakku.’

Seolah Evan tengah menegaskan bahwa meski menyandang status sebagai istri Evander Collin, Elizabeth tidak serta merta menjadi ibu bagi Exel.

Bagi Evan, Elizabeth hanya orang asing meski mereka sudah menikah selama tiga tahun.

Elizabeth menelan ludah pahit. "Baiklah. Hati-hati," ucapnya berusaha tegar.

Namun, Evan tidak menanggapinya, laki-laki itu justru malah melenggang dan berjalan keluar dari dalam kamar.

Dari belakangnya, Elizabeth berjalan mengikuti. Di bawah sana, si kecil Exel sudah menunggu dengan balutan seragam berwarna biru langit dan topi baret putih, juga tas merahnya.

"Mama, ayo ikut antarkan Exel!" pinta anak itu mengulurkan kedua tangannya.

"Tidak hari ini ya, Sayang." Elizabeth tersenyum menggendong bocah cilik yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri itu.

Evander menoleh, lalu mengambil Exel dari gendongan Elizabeth.

"Berangkat dengan Papa, Baby Boy!" ucap Evan tersenyum hangat pada putra manisnya.

Anak itu mengerucutkan bibirnya dan menatap Elizabeth dengan tatapan ingin protes.

Seperti yang semua orang ketahui, Exel hanya mematuhi apa saja yang Elizabeth katakan.

Wanita itu tersenyum pada Exel, menenangkannya tanpa banyak kata. "Di sekolah nanti, jangan nakal ya, Sayang," ujar Elizabeth.

"Siap, Mama!" Anak itu bersorak, dia mengulurkan kedua tangan kecilnya untuk memeluk dan mengecup pipi Elizabeth dengan penuh kasih sayang.

Mau tak mau, Evan yang tengah menggendong Exel harus mendekat ke arah Elizabeth. Pria itu mengalihkan tatapannya seolah tidak sudi berada sedekat itu dengan istrinya sendiri.

"Kami berangkat," ujar Evan tanpa menatap Elizabeth. Ia segera menarik diri dan berjalan ke arah pintu utama.

"Ya. Hati-hati di jalan..."

Laki-laki itu langsung bergegas masuk ke dalam mobil. Tidak ada pelukan dan kecupan mesra seperti pasangan lain pada umumnya sebelum suaminya pergi. Hal ini membuat Elizabeth merasa kesepian dan terabaikan.

Setelah mobil hitam milik suaminya melaju, Elizabeth masih berdiri mematung di tempat selama beberapa detik, sebelum ia kembali masuk ke dalam rumah untuk bersiap pergi ke rumah sakit.

**

Selama beberapa jam, Elizabeth berada di ruang pemeriksaan di sebuah rumah sakit. Ia datang seorang diri tanpa ditemani siapapun.

Dan kini, wanita itu berjalan menyusuri koridor dengan langkah lemas dan wajah yang memancarkan kesedihan setelah mendengar semua penjelasan dokter tentang apa yang terjadi pada dirinya.

'Nyonya Elizabeth, hasil pemeriksaan medis mengungkapkan bahwa Nyonya mengidap kanker darah sudah stadium dua.'

Tanpa sadar, air mata Elizabeth menetes mengingat kata-kata yang dokter ucapkan sesaat lalu.

"Stadium dua," lirihnya dengan tubuh yang gemetar membawa surat hasil pemeriksaan. "Bagaimana ini semua bisa terjadi?"

Elizabeth menyeka air matanya dan berjalan keluar dari rumah sakit, ia bergegas masuk ke dalam mobil dan kembali pulang.

Hatinya gelisah. Tidak diinginkan oleh suaminya sendiri, sekarang ia malah sakit keras. Bagaimana Elizabeth harus mengatakan pada Evan tentang ini semua?

Wanita itu tersenyum miris. “Sekalipun memberitahu Evan, sepertinya dia tetap tidak peduli.…”

Sepanjang perjalanan, Elizabeth melamun memikirkan nasibnya. Sampai tiba-tiba sesuatu menyita perhatian Elizabeth dari dalam mobil yang tengah melaju pelan.

"Pak, hentikan mobilnya sebentar!" pinta Elizabeth pada sang sopir.

Mobil pun terhenti. Elizabeth menatap lurus dengan ekspresi terkejut melihat pemandangan dua insan di sebuah restoran di seberang jalan.

"Evan?" lirih Elizabeth menatap tak percaya. "Bukankah dia bilang padaku kalau dia sibuk? Tapi... tapi kenapa dia malah bersama Clarisa?"

Elizabeth menutup mulutnya tak percaya dan sesak di dadanya. Di saat ia menderita dengan hasil vonis dokter tentang penyakit ganasnya yang sudah stadium dua, suami yang mengatakan kalau dia sibuk. Tapi nyatanya ia tengah bersama mantan istri dan juga anaknya di sebuah rumah makan mewah.

Dengan wajah bahagia layaknya keluarga harmonis, canda tawa, dan senyuman hangat yang Evan berikan pada mereka, senyuman yang sama sekali tidak pernah Evan berikan pada Elizabeth.

"Dia bahkan tidak pernah ada waktu untukku, tapi dia kini memprioritaskan mantan istrinya..."

Elizabeth tak tahan dengan apa yang dia lihat. Wanita itu memalingkan wajah dengan cepat. "Pak, ayo jalan lagi. Tolong lebih cepat, kepalaku sangat pusing," pinta Elizabeth pada sang sopir.

"Baik Nyonya."

Mobil kembali berjalan lebih cepat. Rasa sakit di hati dan sakit di tubuhnya menyerang Elizabeth tanpa ampun.

Elizabeth menahan diri agar tidak menangis. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan pada suaminya, juga pada pernikahannya yang sudah mulai goyah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (15)
goodnovel comment avatar
Dyandra Edy
jgn nunggu dibuang n di ceraikan..lbh baik km yg pergi n menggugat cerai suami dajjal mu itu
goodnovel comment avatar
Dyandra Edy
apa elizabeth lulusan SD thor..jd kesusahan mikir kebahagiaan hati n jiwa n dirinya sndri..sdh spt itu msh bingung dg apa yg hrs dia lakukan..g sadar2 jg klo keberadaannya sdh tdk dibutuhkan lg..bhkn pelan namun pasti putra tiri yg dia sayangi jg akhirnya g butuh dia krn sdh dekat dg ibu kandungnya
goodnovel comment avatar
Suri Ani
sedih , aku nangis baca episode ini ... elizabet pergilah tinggalkan mereka .
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 516. AKHIR KISAH KITA YANG BAHAGIA

    Pernikahan yang dinanti-nantikan sekaligus tak pernah dibayangkan oleh Pauline pun kini terjadi. Menjadi istri seorang Xander Spencer adalah hal yang tak jauh berbeda dengan sebuah mimpi. Dulu, Pauline tidak berani hanya sekedar untuk membayangkannya saja. Tetapi, takdir berkata lain. Hari ini, Pauline dan Xander sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Pauline resmi menjadi istri dari seorang Xander Spencer setelah acara pernikahan mereka diselenggarakan di gedung hotel milik Keluarga Collin pagi ini. Semua keluarga mengucapkan selamat pada mereka, termasuk Exel dan juga Hauri yang turut ikut merasa senang di hari bahagia adik mereka. "Selamat ya, Sayang ... akhirnya kau membuka lembaran baru dengan seseorang yang kau cintai dan yang mencintaimu," ujar Exel memeluk Pauline. "Berjanjilah untuk hidup bahagia dengan Xander." Pauline mengeratkan pelukannya pada sang Kakak dan ia mengangguk kecil. "Iya, Kak. Terima kasih..." Pelukan mereka pun terlepas, Pauline menatap Hauri yang

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 515. (PAULINE STORY) Alicia Akan Punya Mama dan Papa yang Lengkap

    Pauline tidak pernah memikirkan yang namanya pernikahan sebelumnya. Ia hanya ingin hidup berdua dan membesarkan Alicia. Itulah harapannya awal mula. Namun, ternyata takdir berkata lain. Pauline justru akan menikah dengan laki-laki yang dulu pernah ia tinggalkan karena sakit hati, dan terlebih lagi laki-laki itu begitu lapang dada menerima Alicia dan mengakui sebagai anaknya sendiri. "Hei, kenapa melamun?" Suara Xander membuat Pauline tersentak pelan. Gadis itu menoleh pada Xander yang kini berdiri di sampingnya. Xander langsung memeluk Pauline dari belakang dan menyandarkan kepalanya di pundak gadis itu. "Kenapa?" Pauline mendongak menatapnya dengan senyuman tipis. "Katanya aku harus duduk diam, kau sendiri yang mau memilihkan gaun pernikahan kita," ujar Pauline. "Heem, tunggu sebentar. Tante Helen masih memilihkan yang pas untukmu," jawab Xander, seraya melepaskan pelukannya. Laki-laki itu pun berpindah duduk di samping Pauline. Saat ini, mereka berada di butik milik salah sat

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 514. (PAULINE STORY) Kami Akan Segera Menikah

    Xander mengantarkan Pauline pulang, kedatangannya disambut oleh Evan dan Elizabeth. Mereka tampak cemas dan was-was, pasalnya selama bertahun-tahun ini Pauline tidak pernah berhubungan dengan laki-laki manapun. Meskipun Evan merestui hubungan mereka, tapi tentu saja ia panik dan cemas bila putrinya tidak pulang-pulang. Kini mereka bertiga baru saja pulang, tampak Alicia bersemangat dan kesenangan dalam gendongan Xander. "Opaa...!" Anak perempuan itu mengulurkan tangannya dan berlari ke arah Evan dengan wajah berseri-seri. Evan dan Elizabeth pun tersenyum. "Aduh, kenapa Cucu Opa tidak pulang-pulang!" seru Evan, saat cucunya turun dari gendongan Xander dan berlari ke arahnya. Alicia langsung memeluk Evan, sedangkan Pauline dan Xander kini duduk di sofa. Mereka duduk berjajar dan Pauline tampak menundukkan kepalanya. "Maaf ya, Pa. Aku tidak bisa pulang kemarin. Pauline tidur pulas, aku ... aku juga sama," ujar Pauline merasa bersalah. Evan mengangguk. "Tidak apa-apa, asal kau ber

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 513. (PAULINE STORY) Keluarga yang Xander Impikan

    "Pauline, Sayang bangun ... pindahlah tidur di kamar. Jangan tidur di sini. Alicia sudah tidur di kamar atas." Xander menepuk pipi Pauline dengan sangat lembut sampai gadis itu terbangun dan terkejut saat ia menyadari tertidur di rumah Xander. "Kak..." Laki-laki itu tersenyum. "Pindah ke kamar, tidurlah di sana temani Alicia. Aku akan melanjutkan pekerjaanku dulu." Pauline langsung bangun dan ia menoleh ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Gadis itu tertunduk. "Bagaimana bisa aku ketiduran sampai jam segini?" lirih Pauline. "Bagaimana aku pulangnya?" "Kan aku sudah bilang, tidurlah di sini. Biar aku yang telfon Papa. Di luar juga udara sangat dingin, kasihan Alicia, Sayang." Xander mengusap lengan kecil Pauline. Gadis itu mengangguk patuh dan ia beranjak dari duduknya. Kedua mata mengantuknya pun tertuju lagi pada Xander. "Janji ya, Kak, teflon Papa," ujarnya. "Iya, Sayang." Barulah Pauline tersenyum tipis. "Baiklah, kalau begitu aku ke

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 512. (PAULINE STORY) Anak Kesayangan Papa Xander

    "Ma ... Alicia boleh tidak, tinggal di sini sama Mama dan Papa?" Anak perempuan dengan rambut cokelat dikuncir dua itu berdiri di samping sang Mama. Alicia yang menggemaskan tampak mendongak menatap wajah sang Mama. Pauline yang tengah membuatkan kopi untuk Xander di dapur rumah laki-laki itu, ia pun lantas menoleh dan tersenyum pada Alicia yang murung dan mengeluh di sampingnya. "Kita punya rumah sendiri, Sayang." Bibir Alicia cemberut, anak itu menarik-narik ujung blouse yang Pauline pakai. "Tapi Ma, Alicia mau seperti Kak Varo dan Kak Vano, mereka tinggal dengan Tante Mama dan Papa Exel. Masak Alicia hanya tinggal sama Mama, terus Oma dan Opa? Papa tinggal sendirian, kasihan Papa, Ma..." Alicia memprotes sang Mama. Dari arah ruang tengah, Xander yang mendengar perbincangan Alicia dan Pauline, ia tersenyum. Anak kecil mungil itu memang sangat menyayanginya selayaknya Papanya sendiri. Dengan jelas ia mendengar Alicia merengek pada sang Mama dan ia ingin tinggal bersamanya. Per

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 511. (PAULINE STORY) Pemilik Hatiku yang Sebenarnya

    Setelah pergi jalan-jalan, Xander mengajak Pauline dan Alicia ke rumahnya. Pauline pikir Xander tetap tinggal di rumah lamanya, tapi ternyata ia salah, Xander telah memiliki rumah sendiri yang jauh lebih megah. Kini, Pauline melangkah masuk ke dalam rumah. Ia berjalan di belakang Xander yang melangkah di depannya sembari menggendong Alicia yang terlelap dalam dekapannya. "Kak, tidurkan di sofa saja, tidak apa-apa," ujar Pauline tidak enak hati. "Kenapa harus di sofa? Di lantai satu banyak kamar, lantai dua juga ada," jawab Xander sambil berjalan menaiki anak tangga. "Tapi kan—""Anggap saja rumah ini rumahmu sendiri, Sayang," sela Xander. Panggilan Sayang yang Xander lontarkan membuat Pauline terdiam. Ia teringat saat beberapa tahun lalu, Xander memanggilnya dengan panggilan itu dan terdengar sangat romantis. Sampai akhirnya Pauline kembali melangkah naik mengikuti Xander. Mereka masuk ke dalam sebuah kamar. Kamar bernuansa abu-abu dan putih, memiliki ranjang king size di teng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status