Karena aku dengan Drey bulan madu di Berlin saat musim salju, untunglah aku membawa jaket tebal berbulu dan topi Bobble dari Indonesia, karena aku tahu sekarang Berlin musim dingin dengan turun salju yang lebat.
Aku benar-benar mempersiapkan segalanya tanpa barang tertinggal.
Selepas makan siang, salju turun cukup banyak. Jadi sempat menghabiskan waktu beberapa saat terlebih dahulu di dalam restourant.
“Mau keluar sekarang?”
Aku mengangguk antutias. Tidak sabar untuk menginjakkan kaki di atas salju yang baru turun. Ya, salju yang turun telah berhenti, aku dan Drey segara keluar dari restourant Tim Raue. Mataku terbuka lebar—terkagum menyaksikan salju di depanku, jujur baru pertama ini aku melihat salju dengan kepala mataku sendiri.
“Drey! Ada salju! Salju!” teriakku bahagia.
Drey tersenyum lebar, dia masih berdiri di depan restourant itu, melihatku kegirangan menyentuh s
Setelah puas mengunjungi wisata di Berlin, aku dan Drey kembali ke hotel untuk beristirahat. Rasanya lelah sekali, badan letih dan capek, tapi aku sangat puas berkeliling. Banyak tempat yang belum aku kunjungi, mungkin dilanjutkan esok harinya.“Ryn, apa masih lama?”Aku sedang membersihkan badan mendengar suara Drey bersamaan dengan ketukan pintu kamar mandi. Sepertinya Drey hendak menggunakan kamar mandi yang sedang aku gunakan selama tiga puluh menit.“Sebentar lagi, Drey,” teriakku dari dalam, suaraku menggema. Aku segera melepaskan handuk yang melilit di tubuhku dan mengganti kimino bermotif bunga sakura.Aku tidak ingin membuat Drey menunggu lama. Jadi aku segara keluar dari kamar mandi.“Apa yang kamu lakukan di dalam?” tanya Drey.Aku mengeryit, kenapa Drey bertanya seperti itu? Sudah jelas berada di kamar mandi melakukan ritual.“Mandi don
“Hmm?” gumam Drey.Tiba-tiba dia dengan cepat mengendongku ke ranjang berukuran queen size. Drey mendekatkan wajahku lagi dan mendaratkan ciuman di telinga membuatku merinding merasakan sensasi baru yang disalurkan pada titik sensitif di tubuhku.Sesungguh aku dibuat terkejut ketika Drey menciumiku dan menggendongku ke atas ranjang. Aku ingin bertanya apa yang akan Drey lakukan selanjutnya, tapi itu tidak mungkin, aku tidak tega membiarkan Drey menahan hasratnya sendiri.Kecupan lembut telah berhasil memancing diriku untuk menginginkan sentuhan dari Drey, sentuhan dari suamiku. Tangan Drey perlahan menelusup ke dalam baju tidurku, menyentuh kulit sehingga mengalirkan sensasi listrik yang terasa dahsyat ke seluruh saraf.“Drey ....” lirihku ketika dia menghentikan aktivitasnya, aku sedikit kecewa namun ternyata ... Drey benar-benar sudah terbawa oleh napsu.Drey dengan tidak sabar melepaskan bajunya yang segera mempertontonkan tubuhnya yang s
Matahari telah berhasil mengusir bulan dari singgasananya. Membangunkan para pemimpi yang terbuai oleh mimpi dan malam. Sepi yang pekat tergantikan keceriaan cahaya terang yang menghangatkan.Waktu menunjukkan pukul sembilan pagi, aku membuka mata yang terasa berat. Kegiatan tadi malam yang berlangsung hingga dini hari dan sangat melelahkan tubuh. Tubuhku merasa pegal-pegal.Aku menoleh ke sisi kasur, memandang wajah Drey tampan yang sedang terlelap sambil memeluk tubuhku dari belakang. Kemudian aku membalikan badan, berbaring sambil memandang wajah Drey dari dekat. Sangat dekat sampai aku merasakan napasnya yang hangat dan deru napas orang tertidur.Beruntung sekali aku mempunyai suami seperti Drey, dia memiliki alis yang tebal, dinaungi oleh bulu mata yang lentik, hidung yang mencung, bibirnya kissable dan rahang yang tegas, apalagi kumit tipisnya. Entah kenapa menurutku, Drey sangat tampan sekali ketika sedang tertidur, ekspresi
Ini yang aku tunggu, Drey sudah bangun tidur dan segera melakukan ritual mandinya.Dan sekarang Drey baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya, memperlihatkan bagian dada bidangnya tanpa busana. Tiba-tiba Drey berdiri di belakangku, dengan sangat manja melingkarkan tangannya ke tubuhku. Aku sedang bercemin untuk menata rambutku, tapi Drey menenggelamkan wajahnya di leher membuat aku berhenti menyisir rambut.“Rambut kamu wangi banget, Ryn,” bisik Drey.Dia mengendus leherku membuat aku merasakan sensasi berbeda. Bau wangi rambutku menyegarkan hidung Drey, aku juga sama merasakan keharuman sabun mandi yang Drey pakai, aroma sabun mandi yang sangat harum.“Drey, kamu harus ganti baju dulu,” kataku mengelus tangan Drey yang melingkari di leherku. “Aku sudah menyiapkan semuanya kok, mulai dari baju, sepatu, jaket dan celana.”“Terima kasih.” Drey mengeratkan pelukan dar
Hari kedua di Berlin.Aku mengira kalau kunjungan ke Jerman kali ini hanya ke Berlin saja, ternyata selain liburan ke Berlin, aku ingin menyempatkan mengunjungi kota sebelahnya, yaitu Postdam. Postdam ternyata ibu kota dari Bundesland Brandenburg, Jerman dan menjadi bagian dari Kawasan Metropolitan Berlin atau Brandenburg. Kota ini terletak 24 kilometer sebelah barat daya pusat kota Berlin, ibu kota Jerman. Hingga tahu 1918, Potsdam adalah tempat tinggal raja-raja Prusia dan Kaiser Jerman.Pertama aku ingin mengunjungi Postdam, salah satu lokasi yang tidak masuk ke daftar list karena perkataan Drey membuat aku luluh untuk mengunjungi Postdam.Kalau tertarik wisata Potsdam itu ibarat lari sebentar dari ibukota. Kenapa pada masa lalu Potsdam adalah tempat istirahat raja-raja Prussia dan Kaisar Jerman, sementara ibukotanya di Berlin. Antara Potsdam dan Berlin kotanya bersebelahan, jika naik bus melalui jalan raya seperti hanya butuh waktu s
Setelah seharian berkeliling kota Postdam, aku dan Drey kembali ke Berlin. Aku masih bisa menyempatkan diri untuk food tour, berburu makanan di salah satu pusat kuliner Berlin. Kita mengunjungi ke sebuah tempat yang bernama Market Hall 9 atau Market Hall sembilan.Tempat ini rame banget, dan di Market Hall 9 ada berbagai makanan dari beberapa negara. Paket komplit, deh. Aku juga sempat mencoba makanan lokal. Ini baru makanan pembukaan karena penutupnya aku mencoba makanan khas Turki yang banyak sekali.Ya, aku memesan banyak makanan khas Turki. Drey sampai geleng-geleng kepala ketika aku mencoba makanan tersebut, dia sempat melarangku untuk makan lagi karena perutku sudah pasti terisi banyak. Tapi aku ngotot mencoba banyak makanan khas negara lain selain Turki, makan sampai kenyang deh pokoknya!“Stop! Kamu jangan makan lagi!” perintah Drey melototkan mata ke arahku dan menarik piring.Aku yang hendak me
Aku dan Drey memutuskan untuk pulang cepat dan hari ini kami benar-benar akan kembali ke Indonesia karena Mama Katerina memintaku agar jangan terlalu lama bulan madu.Suasana Bandara Udara Internasional terletak di Tegel selalu ramai. Ada yang pulang tanpa ditunggu, ada yang keluar dari pintu sudah siap diberi pelukan oleh orang-orang yang disayang. Ada juga yang masuk pintu keberangkatan dengan isak tangis orang-orang yang tidak mau ditinggalkan, begitu juga ada banyak turis kembali ke negaranya setelah liburan di Jerman.Sama sepertiku dengan Drey, kita akan kembali ke Indonesia. Dengan berat hati aku meninggalkan kota Berlin, padahal aku ingin berlama-lama di Berlin—mengunjungi tempat wisata dan masih banyak yang ingin aku datangi.Jujur, sedikit kecewa.Aku akan mengucapkan selamat tinggal untuk kota Berlin, kota yang sudah menjadi saksi bisu bulan madu kita. Pemberitahuan dari pihak Bandar
“Memang sudah seharusnya aku menghadapi rasa takut, Drey. Aku tidak ingin menghindari naik pesawat. Coba kamu bayangkan, kalau kita punya anak dan anak-anak ingin pergi liburan, tapi aku mempunyai phobia pesawat pasti anak-anak kita sedih.”Aku menunduk kepala. Mataku sudah menerawang ke masa depan bersama Drey dan anak-anak, membayangkan jika anak-anakku ingin liburan tapi aku tidak bisa ikut.Aku mengangkat kepalaku, memandang Drey yang sedang tersenyum tidak jelas.“Kenapa kamu malah tersenyum?”Drey Tak menjawab pertanyaanku, dia hanya mengulumkan senyuman gajenya. Aku sadar dengan ucapanku, bibirku menutup sempurna. Apa Drey tidak menanggapi saat aku membahas anak? Apa Drey tidak ingin mempunyai anak dari rahimku?Sudahlah lupakan. Aku berusaha untuk berdiri dan ingin kembali ke kursi pesawat. Drey juga bangun dari jongkoknya, dia membantuku berdiri. Padahal aku bisa berdiri tanpa bantuan