Pak Edward merasa berat saat tahu Shelina tidak memiliki memori tentang kejadian setelah pernikahan Shelina dan Abizhar. Dia tentu khawatir dengan kondisi otak Shelina, tapi ada hal lain juga yang merisaukannya. Sebulan terakhir, jabatan Shelina sebagai direktur di perusahaan propertinya dialihkan kepada wakil direktur yang ada. Dengan keadaan Shelina dalam keadaan sakit, dia tidak bisa lagi memaksa anaknya untuk kembali kerja di perusahaan. Diangkatnya wakil direktur itu untuk menggantikan Shelina. Selama itu juga dia memerhatikan Abizhar yang apik mengurus tetek-bengek Shelina yang dirawat di rumah sakit. Abizhar tak pernah meninggalkan Shelina sekali pun. Pak Edward menyadari, pria yang tak ada gunanya macam Abizhar itu telah berubah. Keinginan Pak Edward untuk memisahkan Shelina dari Abizhar semakin pudar. Lima hari setelah sadar, Shelina diperbolehkan untuk pulang dan mengonsumsi obat-obatnya di rumah. Pada waktu tertentu dia harus kontrol ke rumah sakit untuk mengecek keadaan
Shelina masuk ke kamarnya, telentang di sebelah Abizhar yang tampak terlelap. Shelina memejamkan kedua matanya bersiap untuk tidur kemudian disadarinya tubuhnya dipeluk dari samping oleh Abizhar.Satu tangan Abizhar meremas dadanya. Shelina mengulum senyum, menikmati sentuhan pria itu, sampai kemudian dia mendengar Abizhar bergumam di sebelahnya, "Aku sangat mencintaimu, Shelina, sampai rasanya tak mungkin lagi kau bisa berdusta padaku. Aku kini mengenalmu dengan jelas."Shelina membuka matanya, menatap Abizhar yang tengah memandangnya. "Maksudmu?""Aku tahu kau pura-pura lupa ingatan. Aku tidak menyalahkanmu, justru aku senang itu artinya aku tak usah berjuang lagi untuk meyakinkanmu, kan?"Sorotan dalam mata Abizhar tidak menunjukkan kesinisan atau cemoohan. Shelina dapat melihat kesenduan di mata suaminya, yang tak urung membuat dada Shelina berdesir hangat.Bukannya gugup karena kebohongannya diketahui suaminya, Shelina malah tersenyum pahit. "Aku melakukannya agar kau tak usah la
Sayup-sayup ia mendengar orang memanggil namanya. Perlahan, Shelina membuka matanya, dan menemukan kesilauan yang menusuk matanya. Ia memejamkan matanya lagi, dan merasa kepalanya seperti ditusuk-tusuk. Ia tak sadarkan diri untuk dua jam lamanya. Dalam mimpinya, ia melihat seseorang mengejarnya. Ia berlari sekuatnya sampai tenaganya habis. Sial, orang itu lebih cepat darinya, dan Shelina terpekik ketika orang yang mengejarnya menunjukkan sebilah pisau padanya. Shelina terbangun dan berteriak, “Abizhar!” Dia melihat ke sekelilingnya. Tidak ada siapa-siapa. Kemudian ia merasa bagian bawah badannya sakit. Dia teringat sesuatu. Anakku, gumamnya panik. Anakku. Di mana anakku?! Shelina meraba-raba perutnya yang terasa lebih kempis sedikit. Dia mencoba menegakkan tubuhnya, tapi kepalanya terasa nyeri sekali. Dia kembali melentangkan tubuhnya. Ada apa ini, pikirnya bingung. Aku sakit apa? Kenapa aku mudah sekali pusing? Padahal aku tidak pernah seperti ini se
“Jangan senang dulu. Saat ini polisi sedang menyelidiki kasus kecelakaanmu. Aku yakin, kau akan diseret ke kantor polisi karena kau telah berusaha menyingkirkan Yuni.”“Aku ragu dengan kondisiku yang sekarang mereka bisa menangkapku,” jawab Shelina dengan nada merendahkan. “Lagipula aku punya banyak kenalan pengacara andal. Jadi apa yang harus kutakuti?”“Ya terang saja. Aku lupa, mantan kekasihmu yang sok cakep itu juga lawyer. Siapa namanya? Oh, Philip Sadrin. Dia tanpa kau minta pasti akan datang menolongmu.”Senyum Shelina melebar mendengar kesinisan itu. “Aku ingin istirahat. Oh ya. Apakah ada yang menjengukku?”“Menurutmu? Tentu saja banyak. Teman-temanmu dari kalangan sosialita itu terang saja datang, dengan membawa wartawan pula, hanya untuk memojokanku di media,” dengus Abizhar. “Aku akui, di depan orang lain, kau sangat hebat menjaga citramu. Tapi di depanku,
"....Tapi kau tidak tahu penderitaanku sedikit pun!”“Penderitaan apa! Kau selalu mendapatkan apa yang kau mau!” Abizhar mengeluh marah. “Termasuk dirku. Kenapa sih, dari sekian laki-laki kau mengincarku? Apakah kau terlalu tidak percaya diri dengan kau yang tidak perawan, jadi kau pilih laki-laki yang berasal dari panti asuhan sepertiku?!”Sebelum menikah bahkan Shelina tidak tahu asal-muasal keluarga Abizhar. Mereka hanya kenal dua minggu dan itu pun di acara resmi saja, tidak personal. Dari ayah Shelina, Pak Edward Sutedja, Shelina mendapat informasi bahwa Abizhar diangkat oleh keluarga Soewitno saat usianya dua belas tahun. Ayah Shelina juga menekankan tidak perlu Shelina sakit hati karena Abizhar yang tidak bisa mencintai Shelina. Pernikahan itu bebas untuk dibubarkan oleh Shelina maupun Abizhar setelah ayah Shelina dan ayah angkat Abizhar mendapat apa yang mereka mau.Perjanjian Pak Edward dan Pak Ariadi Soewitno berkaitan den
“Mengeluhlah semaumu, Nyonya.” Abizhar telentang di sebelah Shelina. Ditatapnya Shelina dengan seksama. Saat kedua mata yang biasa memandangnya dengan menantang itu tertutup, entah mengapa, Abizhar merasa tenang. Dadanya hangat melihat Shelina yang tidak marah-marah. “Shelin.”“Hmm.”“Anak kita tampan,” kata Abizhar pelan. “Wajahnya mirip sekali kau.”Diingatkan soal anak Shelina membuka matanya lagi. “Apakah kau memfotonya? Tunjukan padaku, Bi. Aku ingin sekali melihatnya!”Abizhar mengangguk. Ditunjukkannya foto bayi mereka yang ada di ponselnya. “Ganteng, bukan?” Mata Abizhar tertuju pada Shelina yang terpukau melihat bayi mereka yang masih kemerahan. Ia juga melihat air mata yang mulai keluar dari sudut mata istrinya.Benarkah ada satu orang dengan dua keperibadian sepertimu, Shelin, pikir Abizhar. Kau punya sifat keibuan yang sebenarnya aku kagumi, tapi di sisi
Bukan rintihan karena menikmati sentuhan Abizhar. Rintisan itu cenderung lebih ke arah ringisan, yang terdengar seakan Shelina kesakitan. Ringisan tersebut tak pernah Abizhar dengar sebelumnya.Tubuh Abizhar didorong keras ke belakang. Shelina berteriak sambil memegangi kepalanya.“Ada apa?” tanya Abizhar khawatir. Ia berusaha mendekati Shelina namun istrinya menjauhi dirinya. “Apakah sakit kepalamu kambuh lagi?”“Jangan sentuh aku! Pergi!”Shelina tak sadarkan diri. Pada alam bawah sadarnya, ia dibawa ke kenangan buruk yang selama ini berusaha disingkirkan dari ingatannya.“Kau cantik banget sih, Shelina,” kata Oom Surya sambil mengelus pipinya yang mulus. “Sini, Oom cium dulu…” Lalu Oom Surya melakukan sesuatu yang takkan pernah bisa Shelina lupakan untuk seumur hidupnya. Shelina tak berhenti menangis dengan koyakan di bagian bawah tubuhnya. Rasanya saki
Sebenarnya, Shelina ingin mengatakan kata-kata manis untuk menghibur suaminya. Ia tahu Yuni sangat berarti bagi Abizhar, dan suaminya pasti merasa kehilangan dengan kepergian Yuni. Terkadang, aku ingin mengorbankan perasaanku, pikir Shelina sambil berjalan ke lobi rumahnya. Aku ingin mengesampingkan egoku dengan memberikan gestur pengertian kepada suamiku. Tapi aku tidak bisa. Hatiku terasa sakit hanya dengan membayangkan Abizhar mencintai wanita lain.Ketika Shelina melihat mobil sedan milik Abizhar di hadapannya, ia dibayang-bayangi suatu yang mampir ke benaknya. Kepalanya mulai sakit seperti ditusuk-tusuk pisau. Dalam benaknya, ia masuk ke mobil Lexus hitamnya, dan membawa mobil itu dengan kecepatan tinggi. Jantungnya berdegup kencang seakan-akan ia dikejar seseorang.Shelina tersadar dari bayangan itu. Bahunya disentuh dari belakang. Ia segera menoleh."Jangan nyetir dulu kalau belum bisa. Biarkan aku yang mengantarkanmu," tawar Abizhar sambil masuk ke