Masuk"Apa kau mencintai aku? Bagaimana dengan Yuni?" Abizhar tak langsung menyahut. Diamnya untuk sesaat sudah menjadi jawaban yang jelas bagi Shelina. "Aku.. Tentu aku mencintaimu, tapi soal Yuni... Keadaannya rumit. Aku harus tahu keadaannya bagaimana, apakah dia masih membutuhkan aku..," kata Abizhar terdengar kikuk. "Kau harus mengerti aku, Shelina." "Baru kusadari akulah duri dalam hubungan kalian," sahut Shelina pilu. "Aku tidak mau lagi memaksamu untuk mencintai aku. Sekarang Yuni lebih membutuhkanmu daripada aku." Demi sebuah tanah dan jabatan, Abizhar rela mengorbankan kebebasannya dengan menikahi Shelina yang terobsesi padanya. Akankah dia mencintai istrinya? Atau dia kembali pada mantan kekasihnya yang juga simpanannya selama dia menjadi suami Shelina?
Lihat lebih banyak“Sharon Benedict.” Ucap Sharon kepada seorang laki-laki yang sedang menjabat tangannya.
"Nama gue Gideon, panggil aja ganteng.” Ucap laki-laki yang menjabat tangan Sharon dengan percaya diri.
“Pede gila, lo!” raut muka Lisa menjadi sinis melihat Gideon. Sharon hanya cekikikan.
“Udah, kan? Udah gue kenalin si ganteng dari kandang macan.” Ucap Lisa sambil merangkul pundak Sharon hendak mengajak pergi.
“Ya! Lo Macannya!” Sahut Gideon yang membuat wajah Lisa memerah hingga rangkulan dari pundak Sharon ia lepaskan.
“Macan kesayangan.” Lanjut Gideon sambil mengedipkan sebelah matanya kepada Lisa.Wajah Lisa melunak dan sedikit salah tingkah.
“Heh, lanjut nanti pacarannya. Gue dan Lisa mau ke kelas dulu. Bye!”
Sharon menarik tangan Lisa dan berlalu dari tempat itu.
Sharon melangkahkan kaki dengan cepat menuju kelas hingga membuat Lisa kewalahan. “Ron, pelan-pelan aja, sih!”“Heh, lo lupa? Ini tuh pelajarannya ibu Sarah! Gue gamau telat.” Ucap Sharon tanpa menoleh ke belakang.
Lisa mengerutkan kening lalu memperlambat langkahnya. “Ibu Sarah siapa?”
Sharon menghentikan langkahnya dan menoleh kebelakang. “Ibu Sarah, lho! Gausah pura-pura lupa deh.”
Lisa melihat Sharon dengan tatapan bingung dan kesal. “Apasih? Bu Tiffany, kali?”
Sharon mengerutkan keningnya. “Ibu Sarah, kali. Ini jadwalnya Ibu Sarah. Wali kelas kita!”
“Lo ngomong apa sih? Wali kelas kita Bu Tiffany, kali. Enggak ada yang namanya Bu Sarah di sekolah ini.” Lisa menatap Sharon datar lalu berjalan mendahului Sharon yang terdiam.
Dia benar-benar mengingat jika Ibu Sarah mengajar kemarin dan memberikan tugas menulis naskah drama yang minimal 6 Scene. Astaga! Ia ingat sekali.
Lalu, mengapa Lisa tidak mengingatnya sama-sekali?Seseorang menepuk pundaknya dari belakang.
“Astaga!” Sharon mengelus dadanya.
“Danny!” Tegur Sharon ketika ia mengetahui siapa yang mengejutkannya.
Danny hanya tersenyum ringan. “Kamu kenapa gak ke kelas?”
“I..ia ini mau ke kelas. Soalnya Bu Sarah galak, gue gamau kena marah.” Ucap Sharon malu –malu karena ia menyukai Danny.
Danny mengerutkan kening. “Bu Sarah, siapa?”
To be continued...
Shelina masuk ke kamarnya, telentang di sebelah Abizhar yang tampak terlelap. Shelina memejamkan kedua matanya bersiap untuk tidur kemudian disadarinya tubuhnya dipeluk dari samping oleh Abizhar.Satu tangan Abizhar meremas dadanya. Shelina mengulum senyum, menikmati sentuhan pria itu, sampai kemudian dia mendengar Abizhar bergumam di sebelahnya, "Aku sangat mencintaimu, Shelina, sampai rasanya tak mungkin lagi kau bisa berdusta padaku. Aku kini mengenalmu dengan jelas."Shelina membuka matanya, menatap Abizhar yang tengah memandangnya. "Maksudmu?""Aku tahu kau pura-pura lupa ingatan. Aku tidak menyalahkanmu, justru aku senang itu artinya aku tak usah berjuang lagi untuk meyakinkanmu, kan?"Sorotan dalam mata Abizhar tidak menunjukkan kesinisan atau cemoohan. Shelina dapat melihat kesenduan di mata suaminya, yang tak urung membuat dada Shelina berdesir hangat.Bukannya gugup karena kebohongannya diketahui suaminya, Shelina malah tersenyum pahit. "Aku melakukannya agar kau tak usah la
Pak Edward merasa berat saat tahu Shelina tidak memiliki memori tentang kejadian setelah pernikahan Shelina dan Abizhar. Dia tentu khawatir dengan kondisi otak Shelina, tapi ada hal lain juga yang merisaukannya. Sebulan terakhir, jabatan Shelina sebagai direktur di perusahaan propertinya dialihkan kepada wakil direktur yang ada. Dengan keadaan Shelina dalam keadaan sakit, dia tidak bisa lagi memaksa anaknya untuk kembali kerja di perusahaan. Diangkatnya wakil direktur itu untuk menggantikan Shelina. Selama itu juga dia memerhatikan Abizhar yang apik mengurus tetek-bengek Shelina yang dirawat di rumah sakit. Abizhar tak pernah meninggalkan Shelina sekali pun. Pak Edward menyadari, pria yang tak ada gunanya macam Abizhar itu telah berubah. Keinginan Pak Edward untuk memisahkan Shelina dari Abizhar semakin pudar. Lima hari setelah sadar, Shelina diperbolehkan untuk pulang dan mengonsumsi obat-obatnya di rumah. Pada waktu tertentu dia harus kontrol ke rumah sakit untuk mengecek keadaan
Abizhar meminta maaf pada Roland karena dia tidak bisa mendatangi proses pemakaman Yuni. Dia harus berada di dekat Shelina selama Shelina di rumah sakit. Roland mengangguk mengerti. Dia juga berkelakar sedikit, "Kali ini, kau bisa yakin Yuni takkan bangkit lagi."Mendengar itu Abizhar tersenyum masam. Mereka berpelukan untuk saling menguatkan. Dua orang yang selalu cekcok itu berada di titik terendah mereka. Sekali lagi Abizhar minta maaf pada Roland dan mengucapkan turut dukanya.Abizhar melirik sekilas pada mobil jenazah. Maafkan aku, Yuni, pikirnya. Entah betapa kali aku harus mengucapkan ini. Aku selalu mendoakanmu agar kau sampai di sisi-Nya.Diperhatikannya sekitar. Tak ada kehadiran Bu Lila di sana. Abizhar pun ragu ibunya itu akan melihat Yuni untuk terakhir kali. Lebih tepatnya, ibunya tidak akan memunculkan dirinya ke publik, sebab Abizhar tahu kali ini Pak Edward tidak akan main-main untuk memberi perhitungan pada Bu Lila.Berbeda dengan Abizhar yang pasrah-pasrah saja di r
Pak Edward yang baru tiba di Jakarta dari urusan pekerjaannya di luar kota, langsung ke rumah sakit ketika dia ditelepon Abizhar. Dari suara Abizhar yang gemetar menjelaskan apa yang terjadi, Pak Edward tahu ada hal yang sangat buruk menimpa anaknya.Selama ini dia tahu Abizhar tidak pernah peduli pada Shelina. Saat dulu Abizhar memberitahunya Shelina mengalami kecelakaan, Abizhar tidak terdengar sekhawatir sekarang. Pak Edward meminta sopirnya mengantarkannya secepat mungkin.Di rumah sakit, Abizhar tidak merasa tenang. Jika sesuatu terjadi pada Shelina, dia akan ikut melukai dirinya sendiri. Bu Lila sama sekali tidak bersalah saat melihat Shelina pingsan. Dia malah tertawa terbahak-bahak seperti orang gila. "Ya katakan saja pada Edward bahwa anaknya yang jahanam ini baru saja celaka karena Mama, Abizhar!"Abizhar tidak menggubris ocehan ibunya. Dia berteriak minta tolong pada petugas medis, sementara Roland membentak Bu Lila dengan nada penuh peringatan. "Anda memang bukan manusia.












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Ulasan-ulasanLebih banyak