Share

PEWARIS SAH

Dalam diam, Andri berdiri menatap peti mati yang sudah siap tertutup pasir hitam. Dia menatap sendu peti itu yang mulai masuk ke dalam tanah. Selama lima hari, dia mempersiapkan pemakaman palsu dan semuanya dengan sangat hati-hati. Kini, dia harus puas melihat rencananya berhasil.

“Amanda, maafkan aku,” batinnya. Andri sedikit bergemetar melihatnya.

“Aku turut berduka cita. Tabahkan hatimu, Pak,” ucap salah satu kliennya yang menghadiri pemakaman.

“Andri, kau … sangat kejam!” Sahabat dekat Amanda bernama Sarah tiba-tiba datang, mengejutkan semua orang. Dia berjalan cepat, mendekati Andri. Sejenak, tatapan tajam dia tujukan kepada Andri sebelum menamparnya keras.

“Plak!”

“Argh! Kau pasti yang menyebabkan Amanda mati!”

Sarah berteriak histeris. Para awak media yang meliput pemakaman, menjadi terkejut. Mereka akan memperoleh berita besar!

“Andri, kenapa kau tidak bisa menjaganya? Dia … dia adalah sahabatku satu-satunya. Kau … kenapa? Argh!”

Sarah menarik kerah kemeja Andri, bertubi-tubi memukul tubuhnya. Andri masih diam, tidak melawan sedikit pun. Bahkan, para pengawal yang akan menarik Sarah mengurungkan niatnya saat Andri menggelengkan kepala. Dia membiarkan sahabat Amanda yang sudah bekerja di perusahaan Atmaja selama dua tahun itu terus memukulnya.

“Andri, kenapa …,” ucapnya terisak. Kini Sarah menunduk, semakin menangis. Dia mendorong tubuh Andri dengan keras. “Kau, lelaki biadab!” lanjutnya terus berteriak.

“Maafkan aku. Aku … aku tidak bisa menepati janjiku untuk menjaga Amanda. Maafkan …,” balas Andri pelan sembari menunduk.

Sarah berjalan pelan menghampiri makam Amanda, perlahan meluruh ke tanah.

“Amanda, kenapa kau cepat sekali meninggalkanku. Amanda …”

Andri melangkah mendekati Sarah dan menariknya untuk berdiri. Dia perlahan mendekap Sarah, kemudian membelai rambutnya.

“Maafkan aku. Tolong tenanglah.”

“Tidak!”

Sarah meronta, melepaskan pelukan Andri. Dia kembali menampar Andri sekali lagi, “Plak!” Kedua mata Sarah menatap tajam Andri, lalu meninggalkannya begitu saja yang masih bergeming kaku.

“Sebaiknya Anda pergi dari sini, Tuan. Semua wartawan menunggu Anda di depan gedung Atmaja,” ucap salah satu pengawal.

Para media yang bertugas meliput sangat senang mendapat berita luar biasa.

Andri menarik napas, berusaha mengatasi perasaannya. Dia sedikit memperbaiki kemejanya, sebelum melangkah masuk ke dalam mobil.

Andri kembali bersiap menghadapi para awak media yang sudah berkumpul di depan gedung mewah Atmaja. Berita kematian Amanda menjadi trending topik di berbagai kota. Semua orang membicarakannya. Pernikahan temegah, berubah menjadi peristiwa berdarah yang sangat mengerikan.

Andri dengan wajah sendunya, berjalan melewati puluhan wartawan untuk menuju mimbar. Dia menarik napas panjang, bersiap memberikan keterangan tentang keadaan rumah tangganya.

“Istri saya mengalami kecelakaan saat kami berburu di hutan. Dia …”

“Kenapa Anda memilih vila di hutan yang berbahaya? Bukankah Anda awalnya menegaskan jika vila itu sangat aman,” ucap salah satu wartawan membuat Andri tidak melanjutkan perkataannya.

Setelah upacara pernikahan, Amanda mengumumkan jika dia akan melakukan bulan madu di sebuah vila mewah yang sengaja dia bangun. Bangunan mewah di tengah hutan, di kelilingi tebing yang tidak curam.

Semua awak media menunggu Andri untuk menjawab. Namun, suami Amanda itu masih saja diam tak berucap. Mendadak seseorang menariknya, mengarahkan kepala agar Andri menuruni mimbar.

“Masuklah ke dalam,” bisik seseorang yang cukup dekat dengan Amanda. Dia bekerja sebagai kaki tangan Amanda selama ini. Wanita yang sudah bekerja sejak kedua orang tua Amanda masih hidup bernama Maria. Wanita ini sudah menjadi bagian dari keluarga Amanda.

“Tuan Andri! Kenapa Anda tidak memberikan keterangan?!” teriak salah satu wartawan.

Beberapa pengawal  spontan menahan semua wartawan yang akan berusaha mengejar Andri masuk ke dalam gedung.

“Aku sudah bilang tidak ingin bertemu dengan siapa pun! Kenapa kau memaksaku!” bentak Andri kepada sosok wanita yang selalu mendampinginya setelah peristiwa berdarah menimpa Amanda lima hari lalu.

“Kau harus keluar. Untuk membuat mereka yakin, kau tidak terlibat,” bisik Maria pelan sembari berjalan mengikuti Andri hingga sampai di dalam lift. “Bukankah kau tidak terlibat? Kenapa kau seperti takut? Ah, aku sama sekali tidak bisa melihat mayatnya. Kenapa kau melarang?” lanjutnya membuat Andri diam seketika.

“Maria, aku tidak ingin membahas. Aku tidak ingin melakukan wawancara apa pun. Pastikan hal itu!”

Andri membenarkan jasnya yang sedikit berantakan. Dia melangkah keluar lift, melewati puluhan pegawai yang menundukkan kepala. Kini dia adalah pemilik sah perusahaan Atmaja. Kekuasaan tanpa batas sebentar lagi akan disahkan menjadi kekuasaannya.

“Beberapa pengacara akan siap untuk mengesahkan dirimu sebagai pemilik perusahaan. Kau, jangan memasang wajah seperti itu.” Maria mengarahkan semua pengawal untuk berjaga di setiap sudut ruangan Andri. Dia tidak mau hal buruk terjadi saat pengesahan pewaris sah dilakukan.

“Aku tidak mau membuang waktuku. Hah, aku membutuhkan minuman. Sebaiknya itu yang aku lakukan agar tidak bosan menunggu.” Andri masuk ke dalam ruangan. Tepatnya ruangan Amanda sebelumnya. Dia menyandarkan tubuhnya di kursi sofa. Berusaha menenangkan hatinya yang sedikit tergoncang hari ini.

Hingga selang beberapa menit, Andri dengan tersenyum melihat Maria masuk bersama dua belas pengacara. Dia segera bangkit, duduk di kursi kerjanya.

“Aku akan segera menjadi pewaris sah,” batinnya.

Kedua matanya hanya menatap Maria yang sudah mengatur semuanya. Hingga saatnya tiba, Andri menandatangani semua dokumen hak milik perusahaan. Kini, dokumen itu dalam genggamannya.

“Baiklah, Anda kini sah menjadi pemilik perusahaan Atmaja.” Pengacara bergantian bejabat tangan dengan Andri yang terus melempar senyuman.

Andri terus mengamati semua catatan kekayaan yang kini dia kuasai. Maria hanya diam menatapnya. Kaki tangan Amanda itu merasakan sesuatu di dalam ekspresi Andri. Namun, dia menahan diri untuk tidak menanyakan apa pun.

“Baiklah, sebaiknya kau beristirahat. Seperti permintaanmu. Apartemen Amanda sudah siap kau gunakan,” ucap Maria.

Andri spontan menatapnya. “Ah, kau benar. Aku ingin menyendiri di sana. Aku hanya ingin mengenang Amanda. Kau tahu sendiri. Aku masih terpukul dengan kepergiannya.”

Maria segera menghubungi pengawal untuk membawa Andri menuju ke sana. Sebuah apartemen mewah klasik bernuansa Eropa. Apartemen kesayangan Amanda.

Andri kembali berjalan dengan penuh percaya diri, sambil membawa koper berisi semua dokumen perusahaan. Ekspresi Andri berubah drastis saat masuk ke dalam mobil. Dia tertawa keras, sambil menatap koper hitam digenggamannya.

“Hahaha. Waktu benar-benar berlalu dengan cepat. Sudah beberapa hari sejak kepergianmu, Amanda … aku semakin bahagia. Selama ini aku selalu berpura-pura mencintaimu. Sekarang, aku benar-benar terbebas darimu.”

Andri masih saja menikmati kemenangannya. Sepanjang perjalanan, dia menatap luar jendela dengan wajah semringah. Hingga mobil berhenti, saat lampu berwarna merah. Kedua matanya masih saja mengedar, mengamati jalanan yang cukup ramai dengan para pejalan kaki yang menyeberang.

“Tuan!”

Seseorang mendadak mengetuk jendela mobil. Andri terperanjat. Dia melotot, melihat sesuatu mengejutkan di sana. “Ama ….” Andri menempelkan kedua matanya di jendela, semakin menatap jalanan untuk memastikan penglihatannya. “Dia … seperti …,” gumamnya pelan. “Argh! Aku pasti berhalusinasi. Tidak mungkin itu dia,” lanjutnya sembari menarik napas panjang. Kini wajahnya sama sekali tidak menatap luar jendela sampai tiba di depan apartemen.

Masih dalam perasaan gelisah, Andri berusaha mengatasi hatinya. Dia terus menggelengkan kepalanya di dalam mobil sebelum keluar.

“Tuan, apakah Anda baik-baik saja?” ucap sopir saat membuka pintu mobil.

“Aku baik-baik saja,” balas Andri.

Senyuman kembali dia perlihatkan kepada semua pelayan yang menyambutnya. Dalam kepercayaan diri yang muncul kembali, Andri berjalan hingga sampai di depan pintu kamar termewah di sana. Dia masuk, segera menutup rapat pintu. Dia menarik napas, kembali menenangkan hatinya.

“Ah … sangat menyebalkan,” gumamnya sembari berkacak pinggang.

“Kenapa kau sangat lama? Aku sudah menunggumu,” ucap seorang wanita berada di atas tempat tidur menggunakan lingeri merah seksi milik Amanda saat itu.

“Kau … sangat seksi. Tidak aku sangka, Amanda memiliki sahabat sangat cantik sepertimu. Apalagi sangat pandai berpura-pura,” balas Andri. Dia mulai melepaskan kancing kemejanya satu per satu.

“Kemarilah. Aku akan melayanimu, sampai kau … puas.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status