“Apa maksudmu? Kamu mau putus hubungan sama aku? Aku ini putra kandungmu, kamu nggak mungkin menelantarkanku.”Awalnya, Yohan hanya melontarkan pertanyaan dengan terkejut. Saat tidak mendapatkan respons dariku, dia baru berkata dengan agak takut, “Nggak bisa! Meski kamu mau pergi, kamu juga harus berikan aku sejumlah uang. Di mana akta rumah kita?”Aku tertawa, lalu menjawab, “Sudah digadai ayahmu. Kamu sudah lupa?”Ekspresi Yohan langsung menjadi kaku. Dia bergumam, “Nggak mungkin. Di rekening Ayah di luar negeri, masih ada banyak uang kok. Bibi Susi bilang, aku akan jadi anak orang kaya.”Aku menatapnya dengan ekspresi kasihan dan berujar, “Yang dilakukan ayahmu dan Susi melanggar hukum. Setelah dia ditangkap polisi, semua rekeningnya itu juga sudah disegel. Kuingatkan kamu dulu, masa sewa rumah ini sudah mau habis. Sebaiknya kamu cepat cari sebuah pabrik dan kerja di sana. Aku nggak akan kasih kamu uang lagi.”Setelah itu, aku tidak lagi peduli pada Yohan dan langsung pergi dengan m
Setelah aku menyerahkan semua data yang bersangkutan, Marco dan Susi pun dipanggil ke kantor polisi. Kemudian, polisi mulai menyelidiki masalah ini. Namun, buktinya masih belum cukup. Setelah diinterogasi, hanya Marco sendiri yang ditahan di kantor polisi, sedangkan Susi dilepaskan.Yohan masih berhubungan dengan Susi. Dia pun segera mengetahui bahwa Marco ditahan di kantor polisi. Entah apa yang dikatakan Susi pada Yohan, Yohan sangat yakin bahwa polisi bisa menyelidiki Marco karena aku tidak bersedia menjual rumah untuk membayar utang.Setelah pulang ke rumah dan bertemu denganku, Yohan langsung berseru marah, “Ini semua gara-gara kamu! Kamu mau celakai Ayah sampai gimana? Bukannya itu cuma sebuah rumah? Memangnya kenapa kalau dijual? Kamu benar-benar egois!”Aku menatap Yohan yang tidak berhenti mengomel. Dia jelas-jelas sudah berusia 18 tahun, tetapi gerak-gerik dan caranya berbicara malah mirip anak-anak. Ini anak yang berusaha aku besarkan meskipun harus mempertaruhkan nyawaku di
Marco diseret sekelompok orang keluar dari kamar tidur utama. Sementara itu, Yohan bersembunyi di sampingku dan bertanya dengan pura-pura bodoh, “Ibu, siapa mereka?”Aku tidak menanggapinya dan hanya berdiri diam untuk menunggu pertunjukan. Di kehidupan sebelumnya, yang datang menagih utang juga adalah sekelompok orang ini. Berhubung tidak mau Yohan menemukan hal ini, aku pun berdiskusi dengan sekelompok preman ini sendirian. Pada saat itu, aku merasa sangat ketakutan.“Marco, kamu utang 20 miliar pada bos kami. Tapi, Bos kami baik hati dan cuma minta bunga 4 miliar. Jadi, totalnya 24 miliar. Kapan kamu mau bayar? Sebutkan tanggal pastinya.”Sekelompok orang ini benar-benar adalah penagih utang. Marko juga kelihatannya lumayan takut. Dia menelan air ludah, lalu menjawab, “Kakak-kakak sekalian, kita ngomong baik-baik ya. Apa bisa kasih aku kelonggaran beberapa hari? Aku pasti bayar!”Pemimpin preman itu tertawa sinis, lalu melambaikan tangannya. Beberapa orang di belakangnya pun langsun
“Ayah, gimana ini? Kamu sudah pinjam 20 miliar untuk bisnis itu. Penagih utang akan segera datang, tapi semua uang kita disimpan di rekening luar negeri. Kita sama sekali nggak bisa pakai uang itu!”Marco mengisap rokok, lalu menjawab setelah terdiam sejenak, “Sebelum orang tua ibumu meninggal, mereka meninggalkan sebuah rumah di ibu kota untuk ibumu. Itu termasuk asetnya sebelum nikah. Selama beberapa tahun terakhir, aku pernah suruh dia jual rumah itu, tapi dia nggak setuju.”Susi tersenyum tipis dan menyahut, “Gampang kok! Suruh saja penagih utang itu cari dia! Yohan itu putra kandungnya dan juga akan segera ujian masuk universitas. Dia nggak akan biarkan putranya terpengaruh sama hal ini.”Begitu mendengar hal ini, Yohan menjawab dengan ragu, “Tapi, meski nggak dijual, ibuku pasti akan wariskan rumah itu untukku ....”“Anak bodoh!” Susi berkata, “Kamu bukannya nggak tahu sifat ibumu. Dia itu orang yang lurus. Contohnya, kalau kita kasih tahu dia soal ini, dia pasti langsung lapor p
Marco tiba-tiba bangkit dan membuka kain putih yang menutupinya. Hal ini mengagetkan semua staf di sekitar. Mungkin karena rencananya gagal, raut wajah Marco terlihat sangat suram.Susi bereaksi sangat cepat. Dia menarik Yohan dan buru-buru berlari ke hadapan Marco.“Ada apa ini? Dokter, apa alat pemeriksaan kalian rusak?” seru Susi. Meskipun dia menggunakan nada bertanya, aku yang sudah mengetahui semuanya dapat mendengar ancaman yang terkandung dalam pertanyaan itu. Dia ingin menganggap semua ini hanya kesalahan sehingga bisa mengakhiri masalah ini.Jika tidak ingin kedoknya terbongkar, dokter utama itu tentu saja harus bekerja sama dengan Susi untuk berbohong. Jadi, dia menjawab, “Benar. Benar. Sebelumnya, pasien seharusnya cuma pingsan.”“Dasar Kak Isabel! Kak Marco cuma pingsan, kamu malah mau donorkan organnya. Mana ada istri sepertimu?”Susi memapah Marco yang berpura-pura lemas dan sengaja menyalahkanku di hadapan semua orang. Hal tadi sudah menarik perhatian semua orang. Jadi
Yohan terlihat sangat panik. Dia mengadang di depan ranjang pasien Marco dan berseru, “Nggak bisa! Aku nggak setuju!”Aku berpura-pura menyalahkannya, “Ini urusan orang dewasa. Kamu nggak usah ikut campur.”Yohan mulai berkeringat dingin, sedangkan aku hanya memandangnya dengan dingin.“Ibu, bukannya kamu paling cinta sama Ayah? Apa kamu tega melihatnya meninggal tanpa tubuh yang utuh?” tanya Yohan dengan suara yang penuh permohonan.Aku tetap berpegang teguh pada pendirianku dan menjawab, “Mendonorkan organ adalah hal yang bisa menyelamatkan orang lain. Aku lagi bantu dia pupuk kebaikan. Mungkin saja dia bisa dilahirkan di tempat yang lebih baik di kehidupan selanjutnya.”Berhubung tidak dapat membuatku berubah pikiran, Yohan berusaha keras untuk menghalangiku sambil memandang ke sekeliling, seolah-olah sedang mencari seseorang. Pada detik berikutnya, matanya langsung berbinar.“Bibi Susi!”Aku menoleh dan melihat seorang wanita yang berdandan cantik sedang berjalan mendekat dengan te