Share

Berkunjung ke rumah Ayah

Pemandangan yang asri udara yang sejuk membuat Raka dan Rania melihat pemandangan yang begitu indah. Dari balik kaca mobil terlihat senyum merekah dari kedua anaknya. Shelomitha dan anaknya tak sabar berjumpa dengan sang kakek yang telah lama tak mereka jumpai.

Mobil terparkir di alamat yang Shelomitha pegang, tiga bulan lalu saat terakhir kali bertemu sang Ayah pindah ke kota Nganjuk. Rasa bahagia ketika alamat sang Ayah sudah ia ketemukan, halaman yang luas penuh bunga-bunga jarak antara rumah penduduk masih beberapa meter, 200 meter dari rumah Ayahnya. Terlihat akses jalan rel kereta api.

Rumah yang nyaman dan indah dengan perabot bercorak kayu jati asli membuat mata tak bosan memandang. "Assalamu'alaekum."

"Wa'alaikumsalam."

"Ayah!"

Dengan takzim Shelomitha mencium punggung sang ayah dan memeluknya. 

Raka dan Rania menghampiri sang kakek lalu memeluknya, suasana haru pertemuan antara kakek dan cucunya, juga Shelomitha. Pak Ferdi mempersilahkan masuk semua yang datang. Sementara Mang Kardi dan Mbok Darmi istirahat di kamar yang telah disediakan.

"Ayah gimana kabarnya sehat?" tanya Mitha pada Ayahnya.

"Alhamdulillah, Ayah sehat Nduk," jawab sang ayah pada putrinya.

"Ayah gimana critanya tiga bulan yang lalu Ayah pindah ke sini?" tanya Mitha lagi.

"Ndak apa-apa, Nduk, Ayah memang pengen cari suasana baru," jawab sang ayah ragu.

"Ayah tolong jujur sama Mitha? Jangan ada rahasia Mitha sudah tahu semuannya dari Mbok."

Pak Fersi menghela napas panjang. "Ayah diancam kalau resto tak diberikan pada Siska, Ayah mau dihabisi sama Jarwo."

Untung yang mengurus rumah juga resto Ayah sekarang istrinya pamanmu seorang aparat kepolisian coba kalau tidak Ayah enggak tau."

"Jadi alasan pindah Ayah juga karena ini, maafin Mitha Ayah, Mitha enggak ada saat-saat sulit, Ayah. Katanya dikontrakan?"

"Ndak papa dan ada, Masmu Pram yang jagain, Ayah."

Ternyata Ayahpun diancam sama Siska, dasar wanita itu hatinya menjadi rakus akan kekuasaan dunia, bahkan dia tega menyakiti hati seorang ayah yang telah merawatnya dari kecil hingga ia tumbuh jadi sebesar itu. Menyekolahkanya, menyayanginya sama sepertiku.Terbuat dari apa hatinya hingga begitu tega berbuat sekeji itu. Sesaat ponsel milik Shelomitha bergetar

"Sudah sampai sayang di rumah, Ayah?"

"Alhamdulillah sudah Mama."

"Syukurlah, Mitha. "

"Iya, Ma. "

"Jangan kaget ya? Mobil kamu diikuti oleh dua pria bermotor. Mang Usep menabrak trotoar tadi."

"Ya Allah, Ma, bagaimana keadaan mereka?"

"Mang Usep sih enggak papa, hanya mobilnya yang lecet."

"Syukurlah, Ma kalau gitu"

"Inget pesen, Mama jangan keluar sendirian."

"Baik, Ma."

Shelomitha tidak ingin merahasiakan hubunganya yang diambang kehancuran. ia lalu menceritakan pada sang ayah semua yang dialaminya, Ayahnya mendengarkan cerita dari Shelomitha. beliau menghela napas panjang dan itu sudah diduganya, karena waktu itu Siska mengancam akan merebut menantunya.

"Ayah kenapa tidak memberi tahu, Mitha dari dulu, kalau Ayah bilang setidaknya Mitha akan berhati-hati."

"Ayah takut kalau kamu terbebani, Ayah juga menyesal sudah merahasiakan dari kamu."

"Sudahlah, Ayah nasi sudah menjadi bubur, yang penting kita sekarang masih dilindungi oleh Allah."

"Iya, Nak. Yang penting kamu dan anak-anak sehat itu sudah cukup.

"Iya, Ayah."

-

Hari berganti malam, hanya terdengar embusan angin dan dingin yang masuk kedalam tubuh melalui pori-pori, Shelomitha berada di luar rumah bersama si Mbok, mereka menikmati pemandangan yang hijau dadi sorot sinar lampu dalam kegelapan malam.

Pagi hari tiba mereka berencana untuk pergi ke perkebunan apel milik sang ayah, mereka berjalan kaki menelusuri jalan pinggir kereta api. Embun pagi masih terlihat jelas di sepanjang jalan rel kereta api, menuju persawahan petani bawang merah. Area sawah yang terbentang luas, pemandangan yang tak pernah dilihat anak-anak selama ini.

"Kakek bawang merahnya sudah mulai panen belum kek?" tanya Raka pada sang kakek.

"Belum Raka mungkin masih sekitar dua minggu lagi."

"Memang masa panennya berapa hari Yah?" tanya Mitha

"Kalau musim kemarau bisa sampai enam puluh hari ada yang enam puluh dua hari tergantung lihat kondisi bawangnya, kalau musum hujan ya cuma lima puluh atau enpat puluh lima hari saja."

"Oh gitu yah."

"Iya, sayang."

Selesai berjalan jalan mereka mampir diwarung nasi pecel milik salah satu warga, semua memesan nasi pecel. Mereka menikmati sarapan sampai habis, selesai makan mereka kembali berjalan melewati rel kereta api, dan kembali ke rumah kakeknya. Shelomitha merasakan suasana desa yang begitu indah, terlihat wajah Raka dan Rania yang tak henti-hentinya tersenyum senang.

-

Bramantyo menatap kosong rumah mewahnya, sepi dan sunyi, biasanya suara istrinya yang selalu ia dengar ketika pagi hari tiba. Dan juga anak-anaknya yang selalu meramaikan rumahnya, kini hanya tinggal kenangan. Ponselnya berdering sang mama menelpon.

"Hallo, iya Ma."

"Bisa ke rumah Mama sekarang."

"Iya, Ma. Bisa."

Bramantyo melajukan mobilnya menuju rumah Mama nya, mobil terparkir di halaman rumah mamanya. Saat ituama Wulan sudah menunggunya di dalam, Bramantyo masuk ke rumah sepi kemana anak-anaknya juga istrinya.

"Kemana anak-anak kok sepi, Ma?" tanya Bramantyo pada Mamanya. 

"Mereka liburan ke Bali." Mamanya berbohong.

Mama wulan menceritakan kejadian, Mang Usep yang diikuti oleh dua pria bermotor, sang Mama takut jika Raka dan Rania dilukai oleh mereka. Bram terlihat geram wajahnya memerah.

"Kenapa Bram terperangkap dalam permainan Siska, Ma?"

"Semua sudah terlanjur, Nak, kamu harus jalani ini, kalau bisa rubahlah sifat jahat Siska."

"Urus perceraiaanmu dengan, Mitha. Nak, Agar anak-anak kamu aman. menikahlah dengan Siska, dan ceraikan Mitha. Itu akan menyelamatkan anak-anakmu dari gangguan wanita itu.

"Tapi, Ma...."

"Kau adalah Ayah dari bayi itu Bram, kamu harus bertanggung jawab, percaya sama Mama."

Beliau menceritakan semua kejadian bahwa Siska bukan adik kandungnya dan tentang paman Jarwo yang begitu kejam dan licik. Bram akhirnya menyetujuhi permintaan Mama, dan ia harus hati-hati terhadap paman Jarwo yang telah mengendalikan Siska untuk balas dendam.

Mama Wulan meminta sementara Bramantyo untuk pindah ke apartemen, biar rumah yang Bramantyo tempati ditutup. Mama Wulan akan menelepon pihak bank, untuk menyita rumahnya itu. Brampun menyetujui apa yang Mamanya rencanakan.

-

Pak Ferdi membuka cabang di kota ini soto babat dengan dibantu oleh Kakak yang pertamaPramono dan istriya Ana. Warung Ayahnya lumayan ramai pengunjung, jarak dari rumah ke warung sekitar satu kilometer. Alhamdulillah Pak Ferdi masih sehat. Sejak snag iatri meninggal beliau tidak ingin menikah lagi.

"Ayah, betah di kota ini?" tanya Shelomitha.

"Alhamdulillah, Nak, Ayah akan menghabiskan sisa umur Ayah disini, Ayah kan juga ada Masmu disini rumahnya juga di samping Ayah lagi." 

"Kalau, Ayah merasa nyaman di sini ya bagus sih."

"Bagaimana dengan kamu sendiri? apa rencanamu mau tinggal disini sama, Ayah?"

"Mitha belum tahu, Ayah, sebenarnya tanpa sepengetahuan Mas Bram, Mitha disana punya usaha butik ayah. Alhamdulillah sudah banyak pelanggannya."

"Alhamdulillah butik apa?"

"Baju syari, Ayah," jawab Shelomitha.

"Iya bagus Nak, ndak takut sama Siska?"

"Ayah ... kenapa harus takut jodoh, maut rezeki semua sudah ada yang ngatur, tinggal Mitha berusaha dan berdo'a semoga semua baik-baik saja, lagian ada Ayah yang selalu do'ain Mitha."

Meraka berdua ngobrol di depan rumah sambil di temani dua gelas wedang jahe. Mitha menanyakan kakaknya Pram kemana ko ndak kelihatan. Kata sang ayah lagi di madiun ke rumah mertuanya, Ayahnya sudah menelepon katanya besuk akan pulang.

Pramono memang sedikit pendiam, dari kecil ia selalu menjaganya kalau Siska merebut mainannya Shelomitha sadar bahwa Pramono, sudah mengetahui rahasia itu, kalau Siska bukan lah sedarah dengan kami.

Sebenarnya usaha butiknya Shelomitha di buka bersama  ibu-ibu wali murid tempat Raka sekolah, yang kadang mengeluh tentang ekonomi mereka, Shelomitha yang kasihan akhirnya punya ide untuk bikin butik. Akirnya Shelomitha menawarkan untuk bekerja di tempatnya, ia bahagia bisa membantu ibu-ibu untuk membantu pendapatan suami mereka. Tiba-tiba ponselnya bergetar lagi.

"Mbak gimana kabarnya?"

"Alhamdulillah baik, Arya"

"Mbak"

"Iya"

"Jadwal  Arya terakhir besuk di Solo kalau sempet Arya mampir ya?"

"Boleh, jangan lupa oleh-olehnya buat Raka dan Rania."

"Beres Mbak

"Sekarang kamu sekarang dimana?"

"Dibandara Palembang Mbak, mau ke Solo."

"Ya sudah hati-hati ya Mas juara."

Shelomitha melangkah masuk ke dalam rumah, ia membayangkan Arya, ia jauh perhatian di banding Bramantyo kakaknya. Malam semakin dingin, angin yang trdengar begitu menakutkan, tapi itulah memang kota nganjuk terkenal dengan sebutan kota angin. Kesunyian malam membuat seisi rumah terjaga dari mimpinya. Suara kereta api tak membuat mereka terusik dalam tidur malamnya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status