Share

Ipar yang Culas

Suamiku Simpanan Tante-tante 8

Ipar yang Culas

Kumandang adzan subuh selalu sukses membangunkan aku setiap pagi. Segera aku pun bangkit dari tidur, seperti biasa untuk menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim. Tetapi aku sedikit kaget karena ternyata suamiku tak ada di samping.

"Apa mungkin Mas Saleh belum pulang?" Sontak aku pun berucap dengan lirih.

Sprei yang ada di sampingku masih rapi, tak ada bau khas suamiku itu. Itu berarti memang semalam dia tak pulang. Karena sangat penasaran, aku pun mengambil terlebih dahulu ponsel yang berada di nakas, tentu saja untuk melihat siapa tahu suamiku itu memberi kabar. Ternyata memang benar ada beberapa chat yang dikirim oleh Mas Saleh saat itu.

[Dek, maaf ya aku nggak jadi pulang. Karena ternyata masih ada pekerjaan penting yang malam ini harus diselesaikan. Paling besok siang aku pulang, atau mungkin langsung menuju pos dan pulang malam ke rumah.]

Ternyata sekitar pukul dua belas malam Mas Saleh mengirimi sebuah chat. Tetapi karena memang sedang ngantuk sekali, dan tak lagi merasa cemburu pada Mas Saleh, aku pun langsung tidur dengan lelap. Kurasa Mas Saleh juga tahu jika tadi malam aku sudah terlelap.

[Pasti kamu sudah tidur ya? Sekali lagi maaf ya, Dek. Besok pulang aku akan membawakan hadiah untuk kamu dan juga Kevin. Semua ini kulakukan hanya demi kalian berdua kok, mutiaraku. Tujuan dalam hidupku itu hanya untuk membahagiakan kalian saja. Love you.]

[Oh iya, jangan berpikir yang macam-macam lagi ya, Dek. Karena jika kamu terus berpikiran buruk seperti itu padaku, yang ada juga aku kerja nggak konsen. Pokonya kamu harus percaya jika semua cinta dan kasih sayang ini hanya untuk kamu, Dek. Tak ada wanita lain yang lebih sempurna di dunia ini selain kamu,Dek.]

Dua pesan itu pun dikirim oleh Mas Saleh dalam waktu yang hampir bersamaan. Kubaca dengan seksama dan tersenyum chat kiriman dari suamiku itu. Ternyata aku memang memiliki seorang suami yang jujur dan baik. Gegas aku pun membalas pesan itu, karena aku ini harus segera melaksanakan shalat. Tak masalah telat yang penting saat ini aku ingin membalasnya.

[Maaf ya, Mas. Semalam aku memang tidur dengan lelap sekali, hingga tak tahu jika kamu mengirim pesan. Ya sudah nggak apa-apa kok, yang penting kamu tetap harus jaga kesehatan, karena kerja malam itu menghabiskan banyak tenaga. Hati-hati ya. Tak perlu buah tangan kok, yang penting kamu kembali pulang ke rumah saja aku sudah senang. Aku dan Kevin selalu menunggu kedatangan kamu.]

Balasan pesanku ini ternyata tak langsung dibaca oleh Mas Saleh. Tak apa lah pasti saat ini dia sedang kerja, jadi belum sempat membuka pesanku. Jadi Ku putuskan untuk langsung shalat saja dulu, sekalian untuk mendoakan suamiku yang kini sedang banting tulang mencari nafkah untuk keluarga.

***

Ada rasa tenang dan bahagia yang selalu kurasa ketika selesai menunaikan shalat. Tak lupa ku adukan semua keluh kesah dan rasa syukur kepada Allah, karena saya Dia-lah maha segalanya. Saat aku telah selesai melipat mukena dan akan menuju ke dapur, ponsel yang ada di nakas pun bergetar.

'Pasti ini Mas Saleh, yang baru saja membaca balasan pesan dariku!' gumamku amat girang dalam hati.

Namun ketika menatap layar benda pipih itu, aku pun mulai kecewa. Karena yang saat ini sedang menghubungiku bukan Mas Saleh, melainkan Mbak Desi.

Tanpa menjawab panggilan itu, aku sudah tahu pasti apa yang akan di katakan oleh kakak iparku ini. Mau tak mau, aku pun harus menerima panggilan ini. Karena memang saat ini aku pun masih punya hutang padanya. Tetapi aku memang tak siap jika harus mendengarkan omelannya lagi, apa lagi ini masih sangat pagi.

"Assalamu alaikum, Mbak Desi. Ada apa, Mbak?" tanyaku lirih memulai obrolan melalui sambungan telepon dengan kakak iparku itu.

"Pakai tanya lagi?! Tentu saja jika aku menghubungi kamu itu pasti karena uang! Nggak usah berlagak bodoh gitu deh, sekarang cepat kamu transfer uang itu!" Mbak Desi pun seperti biasa langsung memberondongkan perkataannya.

"Maaf, Mbak. Saat ini uang itu belum terkumpul genap. Masih ada sekitar dua juta," jawabku apa adanya.

"Apa? Dua juta?! Dasar kamu itu ipar nggak bisa dipercaya! Sebenarnya kamu itu niat bayar nggak sih? Dari kemarin kok ngeles saja terus?! Apa bedanya kamu itu dengan pengemis!" Mbak Desi pun semakin meradang saat ini.

"Astaghfirullah aladzim, Mbak. Demi Allah saya niat mengembalikan, meski sebenarnya Mas Mamat pun telah mengiklaskan uang itu. Tetapi tolong beri waktu lagi, Mbak. Dan tolong juga doakan agar jualan online ku makin laris, hingga bisa segera mengumpulkan uang itu, " ucapku meminta.

"Heh Mega! Enak saja kamu itu terus saja meminta waktu! Ingat ya bunganya juga berjalan loh! Oh iya, Saleh kan juga bekerja. Lalu kamu kemanakan gaji suamimu itu?! Pokoknya aku nggak mau tahu, hari ini juga kamu harus mengembalikan uang itu, atau kamu akan tahu akibatnya!" Ancam Mbak Desi lagi.

"Gaji Mas Saleh habis untuk bayar cicilan motor dan beli keperluan Kevin dan sehari-hari saja, Mbak. Dua minggu lagi, aku janji akan membayar semuanya. Tolong beri waktu lagi ya, Mbak," rengekku lagi.

Sebenarnya saat ini aku memegang uang yang jumlahnya dua kali lipat dari uang pinjaman pada Mbak Desi. Tetapi itu adalah uang pemberian dari Mas Saleh. Tetapi karena hingga saat ini aku masih belum yakin dengan pekerjaan sampingan suamiku itu. Jadi aku pun tak pernah mempergunakan uang itu satu sen pun, dan aku memang bertekad mengembalikan uang itu dari hasil jualan online ku saja.

"Halah dasar kamu itu banyak alasan! Pokoknya aku mau sebelum jam delapan malam, uang itu sudah kembali padaku! Jika tidak, maka aku akan mempermalukan kamu dan juga Saleh di media sosial dan juga di tempat kerja! Dasar tak tahu diuntung!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status