Share

Suami Idaman

Suamiku Simpanan Tante-tante 7

Suami Idaman

Akhirnya semua pesanan hari ini bisa diselesaikan dengan lancar. Semua paket untuk luar kota sudah ku antar ke ekspedisi, dan yang minta sistem COD-pun sudah terselesaikan.

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, Kevin pun susah terlelap, tetapi Mas Saleh belum pulang juga. Apa mungkin kali ini suamiku itu kembali lembur? Alias mengerjakan pekerjaan sampingannya?

Ketika aku sedang memikirkannya, Mas Saleh malah menghubungiku saat ini. Ah, ternyata memang hati kami ini saling berkaitan. Langsung saja aku terima panggilan dari suamiku tercinta itu.

"Halo. Assalamualaikum, Mas," ucapku memulai pembicaraan melalui sambungan telepon ini.

"W* alaikum salam, Dek. Belum tidur kan? Aku takut sekali mengganggu tidur kamu soalnya," ucap Mas Saleh ganti dengan suara khasnya.

"Belum kok, Mas. Ini tadi baru saja merekap penjualan. Kevin tapi sudah tertidur sejak pukul tujuh tadi. Ada apa?"

Pertanyaanku kali ini tentu saja hanya sekedar untuk basa-basi saja, karena aku sudah mulai biasa dan hafal dengan pekerjaan sampingan baru suamiku itu.

"Duh, kebiasaan deh kalau kerja sampai lupa waktu. Sudah dong, Dek. Mulai saat ini aku minta kamu tak perlu lagi untuk berjualan online, aku nggak mau kamu kecapekan. Karena saat ini aku sudah punya pekerjaan yang baik, dan lebih dari cukup untuk menafkahimu dan juga Kevin. Aku mau pamit pulang telat seperti biasa nih, kamu langsung bobok ya, nggak usah nungguin aku," jawab Mas Saleh panjang.

"Iya, Mas, aku akan coba untuk langsung tidur deh. Tetapi belum pasti juga bisa langsung tidur sih, karena kamu tahu kan,aku akan sulit sekali untuk tidur jika tak ada kamu di sampingku, Mas. Hehehe. Maaf ya, Mas. Untuk saat ini aku belum bisa menghentikan jualan online, karena aku merasa enjoy dengan semua ini. Lagian pelanggan aku susah lumayan banyak loh, Sayang banget kan jika harus kehilangan pelanggan setia," ucapku sedikit manja seperti biasa.

"Pokoknya kamu langsung bobok saja, biar nggak terlalu capek. Kan aku juga bawa kunci cadangan sendiri. Aku tahu jika jualan kamu saat ini sudah berkembang pesat, tetapi aku ingin kamu hanya jadi seorang ibu rumah tangga seutuhnya. Aku janji mulai saat ini kamu dan juga Kevin tak akan kekurangan suatu apa pokoknya. Hal ini juga kan agar Mbak Desi tak terus-terusan merendahkan kamu, Dek."

Mas Saleh memang terus berpegang kepada keyakinannya, begitu juga dengan aku. Tak bisa kupungkuri jika memang rasanya kadang capek seharian harus terus berkutat di depan ponsel, dan mengantar pesanan. Tetapi aku sangat menikmati semua ini, toh aku tetap bisa menjaga Kevin. Dan, tentu saja ada kepuasan tersendiri ketika bisa mendapatkan uang, selain dari pemberian suami.

"Ya sudah insyaallah aku akan berhenti untuk jualan,Mas. Tetapi tidak untuk saat ini ya. Hehehe," ucapku akhirnya.

"Hmmm ... ok! Terserah kamu saja deh kalau begitu, Dek. Yang penting kamu bisa menikmati hidup dan tetapi bisa menjalankan dengan baik peran seorang istri dan juga Ibu. Kalau begitu sudahan dulu ya. Ingat langsung tidur dan jangan lagi mikir macam-macam. Nitip peluk sayang juga untuk Kevin. Wassalam alaikum. "

"Siap, Mas. Insyaallah aku saat ini sudah tak berpikir yang aneh-aneh lagi, aku percaya jika kamu itu tak akan pernah mencurangiku, Mas. Kamu juga hati-hati ya di luar. Waaalaikum salam."

Panggilan itu pun akhirnya kuakhiri, ada rasa bahagia karena saat ini suamiku itu telah memiliki penghasilan lebih, jadi bisa mendongkrak keuangan keluarga kami. Rasanya sejak memiliki pekerjaan sampingan baru itu, Mas Saleh pun wajahnya terlihat makin segar dan tampan saja, selaras dengan penampilannya yang ikut berubah. Mungkin semua itu karena rasa bahagia dan dukungan dari sekitar saja.

Ku coba memejamkan mata saat ini, karena kurasa juga tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan untuk Mas Saleh. Hingga saat ini saja aku masih meratapi kebodohanku malam kemarin, tindakan bodoh dan kekanak-kanakan yang hanya karena rasa takut kehilangan dia. Duh, ternyata aku ini makin cinta saja pada Mas Saleh.

Kenapa aku harus menangguhkan cintanya? Padahal sudah banyak sekali pengorbanan dan kebaikan yang dilakukan kepadaku. Lalu hanya karena sebuah lelucon belaka, akhirnya aku malah memikirkan hal yang tidak-tidak tentang dia. Toh selama ini dia pun sangat setia kepadaku.

Flash back On

"Mas, kamu kan saat ini sedang sakit, jadi nggak usah bekerja dulu. Istirahat dulu saja, Mas."

Saat itu aku memang khawatir dengan keadaan Mas Saleh. Suamiku itu sedang terkena tipes, sudah lebih dari tujuh hari dia istirahat di rumah dan tak bekerja. Saat ini aku juga sedang hamil besar dan dengan kondisi yang lemah.

"Aku sudah sembuh kok, Dek. Kamu jangan khawatir ya, kamu yang justru harus banyak istirahat. Biar semua pekerjaan rumah nanti aku yang mengerjakan saat istirahat siang. Aku ini sudah sembuh kok," ucap Mas Saleh sambil tersenyum.

"Tidak, Mas. Kamu itu masih perlu istirahat, lusa atau besok saja kamu kembali bekerja, jangan sekarang." Aku pun dengan sedikit memaksa tetap menyuruh dia di rumah.

"Aku memang tak bisa membohongi kamu, Dek. Saat ini memang aku masih lemah, tetapi aku harus masuk kerja. Karena sebentar lagi kamu melahirkan, kita pun tak memiliki tabungan sama sekali. Jika aku tak bekerja hari ini, maka aku tak akan mendapat pinjaman dari bos untuk kelahiran kamu nanti. Aku nggak apa-apa kok, demi kamu dan anak kita, aku kuat!"

Diciumnya keningku dan juga pucuk perutku, lalu sejurus kemudian suamiku itu pun berangkat kerja kembali.

Flash back Off

Mas Saleh akhirnya bekerja lagi mulai saat itu, menjadi tukang cuci motor. Meski dalam keadaan sakit dan lemah dia terus bekerja, tanpa pernah mengeluh. Bagiku itu adalah sebuah pengorbanan yang besar. Jika dia bisa begitu baik kepadaku, lalu kenapa aku berpikir jika suamiku itu main curang? Ah aku memang terlalu cemburu saja.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status