Share

Lima

Author: Galuh Arum
last update Last Updated: 2021-09-24 17:52:23

“Bangun, Ma. Jangan membuang waktu menangisi pria tak punya hati seperti dia.”

 

Raka membantu tubuh ini yang luruh ke lantai saat tak kuat mendengar semua penuturannya. Sesuatu hal paling ditakutkan adalah anakku mengetahui kebusukan sang ayah. Benar-benar di luar dugaan, Raka sudah mengetahui jika Mas Randi berselingkuh dengan Citra. Apa mereka saling mengenal dan memang satu sekolah dengan Raka?

 

Mas Randi bangkit menghampiri kami. Sebelum itu, Raka sudah dulu pasang badan di depan aku. Putraku masih penuh luapan emosi, terlihat dari caranya menatap ayahnya.

 

“Jangan berani melangkah maju, atau aku akan bertindak kasar lagi!” teriak Raka.

 

“Anak kurang ajar. Masih sekolah saja sudah berani tak sopan. Aku yang membiayai 

sekolah kamu, beraninya kamu!”

 

“Saya memang masih sekolah, salah jika saya marah jika Anda melukai hati wanita paling berharga milik saya?”

 

“Sudah, Ka. Jangan seperti itu. Dia Papa kamu, nggak baik berbuat seperti itu,” ucapku mereda emosi Raka. 

 

Berada di situasi seperti ini membuat aku bingung. Raka masih menggebu dengan emosinya dan Mas Randi tetap menyangkal hubungannya dengan Citra. Hati ini terkoyak dengan kebenaran tentang perselingkuhan Mas Randi yang terbongkar oleh anak sendiri.

 

“Ma, Mama nggak tahu bagaimana malunya Raka dihadapan teman-teman? Mereka berteriak jika Papa menjadi sugar daddy cewek berengsek itu!”

 

“Diam kamu, Raka!” Mas Randi tetap kekeh tak mau disalahkan.

 

“Untuk apa aku diam? Harusnya Anda punya malu, apa Anda lupa jika anak sendiri sekolah di sana? Berkoar jika Citra anak asuh . Mana ada anak asuh diajak nginep di hotel? Mana ada anak asuh ditiduri?”

 

“Astagfirullah, Mas!”

 

Kali ini tak kuat mendengar semua yang diutarakan Raka. Benar, anakku sudah lebih dahulu mengetahuinya. Tangan ini tak henti memukuli tubuh tegap di dihadapanku, pria itu bergeming seolah-olah pasrah dengan apa yang aku lakukan. Tega sekali dia menodai pernikahan kami dengan perselingkuhan.

 

“Yas.”

 

Pria yang menemani bertahun-tahun bersimpuh di hadapanku memohon maaf atas kesalahannya. Semudah itu kalimat itu terucap tanpa memikirkan bagaimana dulu nemulai bermain api. 

 

“Pergi kamu, Mas. Pergi! Tidak hanya membuat luka padaku, tapi kamu terohkan luka pada Raka anak kita. Lihat dia, hatinya tak sekuat yang kita lihat. Kamu tega, Mas!”

 

“Aku khilaf, Yas. Semua di luar kendaliku.” 

 

Khilaf? Mudah berbicara itu, sedangkan aku dan Raka menahan pedih atas perlakuan dirinya. Kasihan Raka, dia pasti trauma dengan kondisi seperti ini. Tidak seharusnya di usia masih 17 tahun harus merasakan getir hidup perceraian orang tua. Maafkan Mama, Nak.

 

Aku bangkit hendak berkemas pergi dari rumah. Akan tetapi, lagi-lagi Mas Randi menahan untuk tetap tinggal. Apa yang dia inginkan? Membuat rasa sakit yang terus-menerus hingga diri ini sakit? Atau sengaja agar aku mati perlahan oleh sikapnya. Tangannya merengkuh tubuh ini dalam dekapan yang tak membuat aku iba.

 

“Biar aku pergi, Mas.” Aku berkata sembari melepas rengkuhan Mas Randi. 

 

“Tetap di sini, biar aku yang pergi.”

 

“Ma, kita tetap di sini, dan biarkan dia pergi. Rumah ini milik Mama, jangan biarkan siapa pun merebutnya,” ucap Raka. 

 

Penuturan Raka membuat aku terkesiap. Benar juga apa kata dia, ini semua milik aku dan Raka. Jika kami keluar, maka suatu saat Mas Randi akan membawa Citra dan ibunya masuk. Itu tidak boleh, ini hak Raka sebagai anak kandung dan putra tunggal kami.

 

“Kurang ajar kamu, Raka!”

 

“Cukup! Saya kurang ajar karena Anda tidak pantas untuk dihormati sebagai seorang ayah. Pernah, Anda berpikir bagaimana malunya saya di hadapan mereka saat tahu jika ayahnya menjeput gadis muda yang bukan anaknya? Pernah nggak Anda berpikir kalau saya hampir tak mau sekolah karena malu? Tapi, yang harus keluar dari sekolah bukan saya, melainkan simpanan Anda! Dia tidak berhak sekolah karena untuk apa menimba ilmu, tapi jadi wanita biadab!”

 

“Raka cukup, Nak. Cukup.” 

 

Aku merengkuh tubuh Raka yang menegang. Tangannya mengepal keras, netranya merah menatap Mas Randi. Sungguh hati ini begitu sakit mendengar penuturan putra kesayanganku berjuang melawan perih dan getir hidup. Di sekolah, kau bisa bayangkan betapa malunya dia saat semua orang tahu jika ayah Raka berselingkuh dengan daun muda. Nak, sakit yang kamu rasakan membuat Mama bersalah karena membiarkan kamu merasakan hal ini.

 

Kali ini Mas Randi terdiam. Tidak seperti tadi dia terus membela diri dan tak mau kalah. Selama ini, mereka sangat dekat. Canda tawa dan kesukaan yang sama membuat ayah dan anak itu selalu melakukan aktivitas bersama. Namun, aku perhatikan sudah hampir enam bulan tak ada kebersamaan itu lagi. Apa mungkin renggangnya hubungan mereka karena Raka sudah tahu hubungan Mas Randi dengan Citra?

 

--GaluhArum—

 

Lelah dengan pertikaian tadi, Raka kini tertidur di sampingku. Wajah penuh amarah berubah menjadi tenang. Apa yang harus aku lakukan? Mas Randi berdiri di ambang pintu, dia menganggukan kepala memanggilku untuk berbicara. Mungkin karena melihat Raka tidur dia bisa tenang.

 

Aku menghampiri Mas Randi. Sesak ini masih begitu nyata dan aku harus selesaikan semua. Aku harus mendengarkan semua penjelasan apa yang akna di tuturkan Mas Randi kali ini. Walaupun hati ini tak nyaman berdekatan dengannya.

 

“Cepat bicaralah. Sebelum Raka bangun dan mengamuk lagi.”

 

“Yas, aku mengaku salah. Tidak seharusnya aku bermain api, tapi kali ini aku minta kamu menerima keputusan aku untuk menikahi Citra.”

 

Deg.

 

Jantung ini berdetak lebih cepat dari biasanya. Apa ini? Setelah berkali-kali mengelak hubungan dengan gadis itu, kini dia meminta aku mengizinkannya menikahi gadis itu? Allah ... kau buat hati ini kembali tersiksa dengan cobaan berat. Wanita mana yang mau di madu? Entah mengamuk seperti apa anakku nanti jika tahu semua ini?

 

Tanganku kembali menampar keras wajah Mas Randi. Aku tak kuat dengan apa yang dia tuturkan. Sebuah sayatan tajam mengenai jantung dan membuat aku kembali terjatuh untuk kesekian kali. Air mata kini membanjiri pipi saat mengingat janji suci kami dulu. Mudahnya kini dia meminta izin menikahi wanita lain?

 

“Kamu memang tidak punya malu! Bukan hanya aku yang tersakiti, tapi anakmu, Raka. Aku bersumpah, sampai kapan pun tak akan rela di madu. Ceraikan aku dulu baru kamu bisa menikah dengan dia.”

 

“Aku nggak mau menceraikan kamu, Yas.”

 

“Egois atau serakah kamu, Mas? Sampai mati, diri ini nggak akan rela!”

 

“Aku masih cinta sama kamu. Sementara, Citra hanya tanggungjawab aku.”

 

Taggungjawab apa? Mana ada seseorang di wasiatkan untuk merawat seorang anak, tapi malah dinikahinya. Sungguh gila pikiran suamiku yang dibutakan oleh hasrat terlarang. 

 

--Galuh Arum--

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Sugar Daddy   Empat Puluh dua (End)

    "Sus, masih ada pasian nggak?" tanyaku pada suster Bella."Nggak ada Dokter.""Saya mau pulang, terimakasih, Sus.""Sama-sama."Aku sudah tidak sabar mendengar kabar baik dari Angel. Namun, merek semua tidak menemuiku di rumah sakit, melainkan menunggu di rumah. Bikin penasaran saja.Sengaja aku menemui dokter yang menangani Angel. Untung dia sedang tidak ada pasien jadi mau menemuiku dan sedikit berbincang. Katanya, tidak banyak yang berubah dari Angel. Jangan bersenang hati dahulu takutnya dia kembali depresi.Membuat hati Angel senang, itu yang akan aku lakukan. Karena hidup di dunia ini memang untuknya. Ah, bucin sekali aku semenjak tahu Angel audah sembuh, dan berimajinasi macam-macam. Termaksud, memiliki anak banyak darinya. Mungkin gara-gara Suster Bella tadi bicara seperti itu, membuat aku kepikiran.Gegas aku pulang ke rumah, tidak sabar untuk bertemu dengannya. Apalagi melakukan

  • Suamiku Sugar Daddy   Empat Puluh Satu

    "Kamu ikhlas, nggak, Ka?""Aku ikhlas, Lun. Sekarang pun kalau dia mau pergi, aku ikhlas."Bibir ini lancar sekali mengucapkan kata ikhlas. Namun, bagaimanapun aku pernah merasa menyesal memutuskan berpisah dengan Angel.Saat ini, apa aku harus menggenggam dia lebih lama dan mempertahankannya?"Aku bangga punya Abang kaya kamu ,Ka.""Bikin, ge-er, deh."Kami tertawa bersama, mengingat masalah yang akan kuhadapi nanti, aku pun pasrah. Mungkin akan ada penolakan dari Angel nanti. Lebih baik kau kembali ke kamar, tapi kamar siapa?Aku menggaruk leher, bagaimana aku bisa lupa kalau Angel seperti mengusir tadi. Aku berada di sini pun karena Angel.Tidak mungkin aku tidur di kamar Luna atau Mama. Bisa-bisa mereka mentertawakan aku."Ke kamar kamu saja, jelaskan padanya. Toh, nanti pun kamu pasti akan menjelaskannya."Saran dari Luna membuat aku sadar.

  • Suamiku Sugar Daddy   Empat Puluh

    Mama bertanya kembali apa aku mau tinggal bersama mereka. Mama bisa membantu Ibunya Angel dalam merawat Angel. Namun, aku ragu, karena Angel masih suka histeris dan menyerang.Jika kutolak, Mama pasti sedih. Ia menginginkan aku tetap bersamanya. Sepertinya aku harus meminta pendapat pada Ibu mertuaku, juga Om Hendri jika aku tinggal di sana dengan kodisi istriku yang seperti ini."Kondisi Angel belum stabil, apa tidak akan menggangu kalian?" tanyaku diikuti anggukan Ibu mertua."Nggak, Ka. Kita bantu Angel bersama, Mama mau kalian bahagia secepatnya." Penuturan Mama mambuat aku tersentuh.Aku melirik Om Hendri, seolah meminta pendapatnya. Pria berjas hitam itu tersenyum dan memberikan anggukan tanda dirinya juga setuju dengan permintaan Mama."Demi kebahagiaan kamu, Ka. Mama rela melakukan apa pun, Mama tahu kamu mencintai Angel. Seharusnya Mama mendukung kamu dalam proses menyembuhkannya."Lagi, Mama membuat ak

  • Suamiku Sugar Daddy   Tiga Puluh Sembilan

    "Sah." Kalimat itu menggema beberapa jam lalu, disaksikan beberapa orang dari keluarga dan tetangga sekitar rumah Angel. Mereka menyaksikan acara sakral kami.Mama akhirnya menerima pernikahanku dengan Angel. Diiringi isak tangis, ia memelukku erat. Aku tahu ia kecewa, tetapi ini pilihan, dan jalanku. Tidak ada resepsi pernikahan, hanya ada akad biasa yang setelah itu selasai setelah ijab kabul.Mama masih bisa memberikan senyum pada ibunya Angel. Ia pintar menyembunyikan perasaan, dan menjaga perasaan orang lain. Tidak seperti sinetron, dia bersikap tenang, seolah memang ia menerima pernikahan ini dengan ikhlas.Semalam ia menyerah dan memberikan restunya. Ia bilang selalu mendoakan yang terbaik untukku. Kini, aku harus berjuang sebagai seorang suami. Mengembalikan Angel seperti dulu. Menyembuhkan depresi yang dialaminya.Dengan balutan kebaya putih, ia terlihat san

  • Suamiku Sugar Daddy   Tiga Puluh delapan

    Malati bangkit, tetapi cepat aku menarik lengannya meminta ia kembali duduk, untuk mendengarkan penjelasanku. Bola matanya memutar malas, ya, aku tahu kesalahan membuat wanita berprasangka tidak baik.Seperti yang dikatakan Mama, jangan memberikan seseorang harapan jika kita tidak bisa memberikannya kepada dia. Ah, mumet urusannya."Mel, dengerin aku, ya. Maaf, sebelumnya telah membuat kamu merasa aku memberikan perhatian lebih. Jujur, aku tertarik denganmu. Namun, semuanya tidak bertahan, karena aku masih mencintai Angel.""Laki-laki memang semua buaya. Karena suaminya tidak ada, dan dia tidak sadar, kan? Kamu memanfaatkan keadaan saat Angel sakit? Iya, kan?""Aku nggak seperti yang kamu bicarakan. Aku sungguh mencintai Angel. Aku mau dia sembuh, masalah dia setelah sembuh mau bersamaku atau tidak, aku ikhlas.""Bulsyit,mana ada orang seperti itu. Ka, aku nggak kenal sama kamu, dan sampai saat ini, aku tida

  • Suamiku Sugar Daddy   Tiga Puluh Tujuh

    Mama memintaku untuk berpikir ulang menikahi Angel. Namun, aku tetep pada pendirian awal untuk meminang Angel menjadi istriku.Hari ini sengaja aku datang ke rumah Papa untuk meminta pendapatnya. Apa sama dengan yang mama pikirkan atau berbeda. Sudah lama sekali aku tidak meminta pendapat pria yang begitu lama aku musuhi."Pa, aku ingin bicara, bisa?""Raka, kapan datang?""Tadi, Pa. Papa asik menonton TV.""Iya, sampai nggak tahu kamu datang. Bicara apa?""Sebenernya bukan bicara, tapi meminta saran.""Duduk sini."Papa menepuk sofa meminta aku untuk duduk di sampingnya. Aku menghampirinya dan menghempaskan tubuh ini. Film yang ia tonton tidak berubah. Tetap suka denganaction.Raut wajahnya sudah terlihat sangat tua. Namun, sudah lebih segar dari waktu ia bertemu denganku. Mungkin benar kata Budhe Airin, obat kesehatan Papa adalah aku. Bertemu dengan anaknya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status