Share

Bab 3. Siapa Dia, Mas?

Author: Kanina
last update Last Updated: 2023-01-30 08:31:32

“Tega kamu, Mas!” gumam ku di sela tangis yang mulai pecah.

Mas Raka memilih untuk pergi. Meninggalkanku yang masih menahan bendungan air yang dalam hitungan detik akan membuat aliran sungai deras melewati kedua pipiku. Aku bangkit dan berjalan menuju kran air di dapur. Ku basuh wajahku agar penglihatan ku yang sedikit buram menjadi lebih cerah.

Selera makan kini telah sirna. Aku merapikan sisa masakan di atas meja dan memasukkannya ke arah kulkas. Berjaga-jaga takut suamiku akan merasa lapar saat malam hari seperti biasanya.

Ah, di saat seperti ini aku masih memikirkan dia?

Kukira hanya ada di televisi atau novel-novel online yang sering aku baca. Ternyata kehidupanku kini tak jauh berbeda dengan apa yang dikisahkan orang lain dalam cerita. Apakah aku terlalu terbawa suasana dan mendalami karakter? Tidak! Ini nyata!

Aku bergegas menuju kamar. Berharap suamiku akan kembali ke kamar kami seperti malam-malam sebelumnya. Kubuka pintu kamarku perlahan. Takut ia terganggu dengan suara pintu yang terbuka.

“Mas? Apa kamu di dalam?” ujarku sebelum membuka pintu.

Karena tak kunjung mendapat jawaban, kulangkahkan kaki masuk ke dalam kamar. Saat aku melihat ke arah ranjang kami, tak kudapatkan jejak suamiku di sana. Peraduan kami masih tampa rapi seperti sebelumnya. Kucari dia ke kamar mandi dalam ruangan itu. Namun, tam ada sedikit pun tanda dia ada di ruangan itu.

“Ke mana kamu, Mas? Kenapa kamu pergi tanpa memberitahuku?” gumamku.

“Bukankah kita sudah saling memaafkan atas kejadian kemarin?”

Tanpa terasa bulir bening menyeruak tanpa terbendung lagi. Aku bergegas menuju luar rumah. Memastikan pria itu tak pergi meninggalkan rumah. Namun, suamiku sudah membawa mobilnya pergi meninggalkan rumah entah ke mana.

Aku berjalan gontai menuju kamar, kembali mencoba menghubungi pria yang masih berstatus kan sebagai suamiku itu. Belum ada jawaban.

***

Aku mencoba menghubungi Mas Raka yang belum pulang ke rumah sejak kemarin. Kali ini, terdengar suara bunyi bip sebanyak lima kali sebelum akhirnya sebuah suara asing menyapa pendengaranku.

“Halo?” suara merdu seorang perempuan terdengar di seberang panggilan.

Belum sempat aku bersuara, suara seorang wanita asing justru menyapa indra pendengaran ku di pagi itu. Ku tutup mulutku dengan tangan kananku yang tak memegang benda lain. Air mata turun tanpa sempat permisi, membuat kedua mataku yang masih membengkak kembali terasa perih.

“Siapa yang menelepon?” Ku dengar suara pria yang tak asing bagiku. Seorang lelaki yang aku rindukan, yang aku khawatirkan keadaannya sejak malam tadi.

“Enggak tahu Mas. Gak ada suaranya,” jawab wanita yang sepertinya tengah memegang ponsel suamiku itu.

“Ada namanya, gak?” tanya pria itu lagi. Bisa ku dengar langkah pria itu yang mendekat ke arah ponselnya.

“Gak ada namanya nih!” Bisa kubayangkan wanita itu menyodorkan ponsel suamiku kepada pemiliknya.

Bagaimana bisa dia melarangku membuka ponselnya sementara dia santai saja saat orang lain yang seorang wanita membuka ponselnya? Sepertinya wanita itu lebih berharga dibandingkan aku yang merupakan istrinya.

Tak kudengar lagi suara dari seberang sana. Bisa aku pastikan pria itu kini sedang gugup dan akan bergegas kembali ke rumah ini.

Aku matikan ponsel yang panggilannya masih terhubung namun tak lagi terdengar suara di seberang sana. Beruntung ponselku memiliki fitur rekam otomatis yang tak pernah diketahui oleh suamiku.

Pertanyaan yang selama ini terngiang di kepalaku, yang menjadi awal percikan api dalam hubungan pernikahan ini sudah mendapatkan titik terang. Kini aku sudah tahu apa penyebab suamiku berubah drastis, bahkan aku merasa tak lagi mengenali dirinya.

Aku bisa memastikan kalau hubungan mereka sudah terjalin begitu lama. Mendengar nama panggilan yang wanita itu lontarkan, cukup membuatku yakin kalau mereka menjalin hubungan spesial.

Mas Raka memang memiliki adik perempuan. Aku mengenal dengan baik suara adik-adiknya. Namun, itu sama sekali bukan suara dari adik Mas Raka. Dia sedang bersama dengan wanita lain yang tak kutahu dia siapa.

Berusaha mengalihkan pikiran dari pemikiran buruk yang semakin merajalela, aku melanjutkan kegiatanku pagi itu. Kusiangi sawi putih yang akan kutumis dengan telur. Tak lupa menyiapkan lauk lain untuk sarapan kami.

Kali ini aku tak boleh menangis. Air mataku terlalu berharga untuk seorang pria yang masih bertakhta sebagai suamiku. Aku harus kuat demi anakku.

“Mama kenapa menangis?” tanya Delisha dengan suara khasnya. Gadis itu mengucek kedua matanya yang belum sepenuhnya terjaga.

Aku hanya bisa menggelengkan kepala, seraya mengusap kasar jejak air mata di pipi. Aku tak ingi Delisha melihatku menangis.

Tepat saat aku menyelesaikan kegiatan memasak sarapan pagi itu, aku mendengar suara langkah kaki memasuki rumah. Sudah bisa aku tebak, suara siapa itu.

“Zhy, Mas minta maaf. Itu tak seperti yang kamu pikirkan,” ucap Mas Raka dengan suara yang tampak bergetar. Dia panik.

Aku bisa menebak kalau pria yang kini tengah mengekor di belakangku ini sedang ketakutan. Pria itu tak mau disalahkan. Dia enggan mengakui kalau kejadian tadi pagi adalah sebuah pengkhianatan.

Aku berusaha tetap tenang menghadapi pria yang tengah merengek seperti kucing itu.

“Makanlah!” ucap ku singkat.

Aku tak ingin mengucapkan banyak kata lagi yang nantinya akan berujung percuma. Aku tak ingin menunjukkan kelemahan ku di hadapannya. Dia tak boleh tahu kalau aku saat ini sedang rapuh.

Aku meninggalkan dapur dengan membawa menu sarapan putri kecilku. Aku bisa merasakan suamiku masih mengekor di belakangku.

“Zi … ini benar-benar tak seperti yang kamu pikirkan. Kamu salah paham.”

Aku berbalik menatap pria yang terkejut karena kini kami saling berhadapan. Bahkan tubuh nami hampir bertubrukan.

“Zi, maafkan aku, oke? Jangan salah paham lagi, aku mohon. Oke?” pinta pria itu.

“Makanlah! Aku yakin kamu belum sarapan di rumahnya.”

Aku merasa ucapan ku kali ini terlalu kasar. Pria itu tampak terkejut saat aku mengatakan kalimat terakhir yang sengaja aku lontarkan untuk menyindirnya.

“B-baik. Aku akan makan dulu setelahnya kita akan bicara,” ucapnya teguh.

Mas Raka kemudian berbalik menuju dapur. Untuk saat ini ia menuruti perkataanku agar mengisi perutnya yang kosong lebih dulu. Sementara aku menyuapi Delisha sembari menyiapkan hati sebelum mendapat penjelasan yang aku yakin akan meremukkan hatiku.

Aku menghembuskan napas kasar. Makanan Delisha sudah tandas bertepatan dengan Mas Raka yang sudah menyelesaikan sarapannya. Aku menitipkan Delisha kepada asisten rumah tangga yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya mencuci pakaian.

“Tolong ajak main Delisha di taman dulu ya, Bik,” pintaku pada asisten rumah tanggaku yang mengangguk.

“Kita perlu bicara, Zhyvanna,” ucap Mas Raka saat mendapati diriku yang hendak berlalu pergi.

“Tunggu di ruang tengah!” titahku singkat

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 43. Seseorang yang Tak Terduga

    Seorang wanita paruh baya yang tengah duduk di salah satu kursi ruangan itu menoleh ke arahku. Tanpa sadar kedua mataku membola, sementara tanganku refleks menutup mulutku yang sedikit menganga. Sama sekali tak pernah kusangka kalau wanita di hadapanku kini ternyata ibu dari seorang Rafa. Padahal aku sudah lama mengenal Rafa, baru kali ini bertemu dengan wanita yang telah melahirkannya. "Apa masih perlu perkenalan lagi?" tanya Rafa seraya tersenyum. Aku menoleh ke arahnya, masih sedikit tak percaya dengan situasi yang ada. Ini benar-benar sesuatu yang sama sekali tak pernah aku duga sebelumnya. "Silakan duduk," ucap Bu Laili yang entah kapan sudah berdiri dan kini ada di sampingku, mengusap lenganku seolah berusaha menenangkan aku dari rasa keterkejutan ini. Aku pun menurut dan mengucap terima kasih. Kami bertiga duduk berhadapan. Rasa canggung masih begitu jelas kurasa. Membuatku sesekali melakukan kecerobohan tanpa sengaja. Berulang kali ku ucap maaf. Dan berulang kali ku dapatk

  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 42. Bertemu Mamanya Rafa

    "Aku mau kamu untuk tidak menyerah tentangku," ucapnya sendu. Pemuda itu masih menatapku sementara aku tak berani membalasnya. Bagiku, permintaan itu cukup berat. Aku tidak yakin akan sanggup memikulnya. "Hanya itu?" tanyaku singkat. Dia mengangguk penuh semangat. Ada binar di kedua matanya yang membuatku tak tega. Namun, sepertinya untuk kali ini aku harus tegas pada pemuda yang kini masih ada di hadapanku. "Mama ...." Suara gadis kecilku menginterupsi pembicaraan kami. Dia masih mengucek kedua matanya yang belum sepenuhnya terbuka. Wajahnya masih kusut khas bangun tidur. Hanya saja itu tetap menggemaskan. "Om Dika," sapa Delisha meraih tangan Dika dan mencium punggung tangan pria itu dengan hormat. Kini bisa kulihat bagaimana Delisha cukup berjarak dengan Dika. Tak seperti saat dengan Rafa. Biasanya gadis kecilku akan merentangkan kedua tangan minta diraih dan digendong oleh Rafa. Begitupun Rafa, dia akan senantiasa menghampiri Delisha, menyejajarkan tingginya dan menghi

  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 41. Karena Kamu Mengenalnya

    "Karena kamu mengenalnya," sahut Rafa membuatku tertegun sejenak. Kedua mataku menyipit, sementara isi kepalaku masih terus berpikir berusaha menggali memori siapa saja paruh baya yang mungkin saja aku kenal. Namun, tak ada sedikit pun petunjuk akan kalimat Rafa. "Mana mungkin. Kita berteman lama tapi kamu tak pernah mengenalkan orangtuamu padaku," ucapku terkekeh. "Ah, memang salahku tak mengenalkan mereka padamu sejak dulu. Kalau tau begini, bisa jadi kamu menikahnya denganku. Bukan dengan dia," canda Rafa. Aku tersenyum miring tapi membenarkan perkataannya. Mungkin saja seperti itu, bukan? "Aku akan mengabari mu lagi, kapan kita akan bertemu mamaku," ucap Rafa dan ku jawab dengan anggukan. Barangkali bertemu dengan mamanya Rafa bisa membuatku tak lagi trauma dengan mertua, bukan? Aku harap mamanya Rafa sebaik Rafa kepadaku. Dan semoga itu bukan hanya harapan kosong saja. *** Rafa sudah pulang beberapa jam yang lalu. Di rumah, aku kembali berdua dengan putri kecilku yang sed

  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 40. Mama Pasti Menyukaimu

    "Siapa yang akan menikah?" Aku menoleh ke arah datangnya suara. Seorang pria lantas berjalan mendekati kami dengan tatapan serius. Kedua matanya nyaris tak berkedip saat menatap tajam ke arahku dan Rafa. "Om Dika," sapa Delisha dengan senyum manisnya. Ah, gadis kecilku sangat pandai mencairkan suasana. Yah, meski itu tak bertahan lama. Pasalnya, Delisha mengajukan pertanyaan polosnya kepada Dika. "Om, kalau Om Rafa menikah dengan mama, berarti Om Rafa jadi papa baru aku, 'kan?" tanyanya membuatku menahan napas. Berbeda denganku, Rafa justru terlihat santai melihat interaksi Delisha dan Dika. Dia bahkan tersenyum penuh kemenangan atas suatu kompetisi yang tak pernah dimulai. "Kau curang," desis Dika. Aku masih bisa mendengar dengan jelas apa yang dia ucapkan pada Rafa. Dan aku hanya memutar kedua mataku malas. Kalau sudah begini, rasanya ingin aku seret mereka ke kandang macan. Biar mereka berkompetisi dengan macan saja! "Kalau berantem lagi, silakan pergi!" ucapku pada akhirny

  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 39. Papa Rafa?

    "A-aku ...." "Aku masih menunggu jawabanmu mengiyakan pertanyaanku, Zi," ucap Rafa tanpa berkedip menatapku. Aku yakin dia tahu kalau aku jadi salah tingkah saat ini. Hanya saja, aku masih bingung, tak yakin dengan diriku sendiri. Pasalnya, setelah pernikahanku yang gagal, rasanya aku tak layak untuk kembali merasakan sesuatu yang namanya cinta. Meski aku tahu Rafa benar-benar serius dan yakin kalau aku layak untuknya. Tapi, tetap saja aku merasa tak layak untuk siapa-siapa. "Beri aku waktu-" "Sampai kapan?" sela Rafa membuatku tercekat. "Aku sudah memberimu banyak waktu, Zi. Tapi, untuk kali ini, maaf ... Aku harus mendesak mu, atau mungkin memaksamu menerimaku. Aku tau kamu masih takut dan mungkin trauma. Akan tetapi, tak ada salahnya untuk mencoba, bukan?" papar Rafa tanpa ragu. "Tidak bisakah kamu jujur pada dirimu sendiri?" Kalimat terakhir Rafa membuatku sedikit terusik. Sejujurnya memang ada sesuatu yang diam-diam mengusik pikiranku. Salah satunya adalah kedekatan

  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 38. Perasaanku?

    "ngga mau ngobrol sama dia?" tawar Dika, "untuk yang terakhir kali ... Eh, untuk pertama kalinya sebagai mantan, mungkin?"Aku bergeming menatap Mas Raka yang kemudian berbalik meninggalkan pengadilan. Ku lihat langkahnya terseret meninggalkan gedung megah yang menjadi saksi perpisahan kami berdua. Jujur hatiku masih terasa sedikit berat. Namun, logikaku berjalan begitu cepat seolah mengatakan kalau dia layak mendapatkannya. Bukankah dia akan mendapatkan keluarga baru dari hubungan dengan selingkuhannya itu?Seharusnya aku kasihan pada diriku sendiri. Bukan mengasihani pria itu. Terkadang masih ada ragu, sanggupkah aku melewati hari setelah ini? Meski dalam beberapa waktu lalu bisa melewati hari dengan baik, bagaimana dengan Delisha nanti?"Zi?" Lambaian tangan di depan wajahku diiringi suara pria yang memanggil membuyarkan lamunanku."Ayo kita pulang saja," ajak ku."Nggak jadi makan siang bareng?" tawar Dika. Dia menoleh ke arah Rafa dan Dika yang menunggu kami tak jauh dari mobil.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status