Share

Bab 5 Rahasia

Penulis: Rosalie_Ch
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-05 15:48:49

"Kalau aku bilang aku kaya, mungkin semua harta benda ku jatuh ke tangan Mas Dimas dan ibu mertuaku. Mungkin juga aku tidak tahu sifat asli mereka," jelasku pada Aina.

Aku dan Aina menyusun rencana sedemikian rupa hingga, tak sadar sudah sore. akhirnya aku pamit pulang walaupun sebenarnya malas sekali aku pulang.

----------

Dua bulan berlalu, usaha toko kue semakin berkembang. Sekarng, penghasilanku diluar dugaan, bukan hanya hasil kue saja, tapi juga hasil dari proyek rancang baju bersama rekan-rekan mbak Fika.

Mas Dimas tetap sama seperti dulu, masi saja izin lembur dan selalu pulang pagi.

"Mas, kok kamu sering lembur?" tanyaku waktu kami sarapan bersama.

"Mau gimana lagi? ini tugas kantor," jawab mas Dimas.

"Ohiya dek, uang bulanan kamu mas potong ya, lima ratus ribu buat ibu. Soalnya ada hajatan nanti di rumah saudara ibu jadi, ibu butuh uang," lanjut mas Dimas.

"Loh, kok gitu mas? trus lima ratus ribu untuk sebulan gitu?" tanyaku tak percya.

"iya, kamu cukup- cukupkan saja ya," ujar nya.

"Gak bisa mas, lima ratus ribu mas pikir cukup hah! bayar listrik, bayar air, bers mau abis, perlengkapan dapur, stok makanan di kulkas, perlengkapan kamar mandi. mas pikir lima ratus ribu cukup sebulan? klo mas maksa, yaudah aku cukupin tapi jangan salahkan aku kalau belum sebulan kita ngak makan!!" tegas ku.

Bukanya aku gak mau gunakan uangku, tapi mas Dimas ini makin didiamin makin ngelunjak. sudah banyak dia boongin aku jadi, aku tidak percya lagi dengannya.

"Loh Nel, kok kamu perhitungan banget sama ibu ku, itu ibu loh. Kamu harus cukup - cukupin dong. Jadi istri itu harus hemat!!" hardik mas Dimas tak mau kalah.

Aku hanya senyum kecut.

"Terserah kamu mas, tapi kamu juga harus nerima konsekuensinya!" balas ku.

Mas Dimas hanya Diam, dan melanjutkan sarapan nya.

********

"Dim, dimas," suara yang tak asing lagi memanggil mas Dimas. Siapa lagi klo bukan ibu

"Dimasss," pangil ibu lag.i

Aku segera kedepan menghampiri ibu.

"Ada apa bu?" tanya ku saat pintu dibuka.

"Dimas mana? aku perlu anak ku bukan kamu!" jawab ibu judes.

"Mas Dimas ngak ada, belum pulang kantor." kata ku tak kalah judes.

"Bilang dia, ke rumah ibu kalau nanti dia sudah pulang." Ujar ibu lalu berlalu pergi.

Ada apa sih ibu mertua ini, udah tahu jamnya ngantor masih saja datang nyariin anak sulungnya itu.

Selang beberapa jam mas Dimas pulang.

"Ibu tadi datang nyari kamu, katanya kamu disuruh ke rumah ibu kalau udah pulang," Jelasku.

Mas Dimas hanya mengangguk dan berlalu ke rumah ibu, tanpa membersikan diri terlebih dahulu. Sepertinya ada seusatu yang disembunyikan mereka. Diam - diam aku mengikuti mas Dimas ke rumah ibu lewat pintu belakang. Disana mereka sedang berbincang, sepertinya penting.

"Cepat kamu nikahin Farah," kata ibu.

"Tapi bu, Dimas belum siap bilang ke Nela," sangah Mas Dimas.

"Halah, jangan perdulikan istri miskin dan mandul itu. Lihat Farah, dia kurang apa? kaya, cantik, baik, bisa memberikan anak. Sekarang saja dia lagi mengandung anak mu Dimas! ingat!" tukas ibu.

deg!

jadi, wanita itu lagi hamil anak mas Dimas? tega sekali mas Dimas menanam benih dirahim wanita lain, sedangkan aku? dia selalu pake pengaman kalau saat dia minta jatah. Alasanya karena belum siap punya anak karena keadaan ekonomi. Dan ibu, bisa - bisanya dia bilang aku mandul lagi- lagi dia bilang aku miskin tanpa tahu seluk beluk keluargaku.

Waktu menikah dulu orng tua ku memang tinggal di kontrakan karena rumah kami masi di renovasi. Bukan hanya itu papa dan mama selalu berpenampilan bisa- biasa saja jadi, keluarga suamiku ini berpikir aku dari kalangan bawah. Papa tak mau orang- orang tahu kalau keluarganya kaya. Karena jaman sekarng sifat orang dilihat berdasarkan seberapa banyak harta yang dimiliki.

"Mas tenang saja, mbak Nela ngak akan tahu, nanti acarnya di rumah mbak Farah jadi ngak ketahuan," kata Ririn adik iparku yang julid.

Baiklah, kalian tunggu pembalasanku, akan aku kasih kejutan dihari pernikahan kamu Mas!

Aku lalu berlalu pergi dari rumah ibu. Segera aku mengirim pesan ke Aina menceritakan semuanya.

[What? mertuamu tahu dan malah mendukung pernikahan mereka?] balas Aina.

[Iya Na aku saja kaget, sakit hati banget. aku selalu tidak di angap di keluarga ini"] balas ku dengan emot sedih.

Sedih sih iya tapi, rasa geram lebih dominasi.

[Baiklah, kita tunggu permainan mereka, jangan sedih Nel, keluarga seperti itu tidak pantas ditangisi!]

[Aku mau kamu cari tahu dimana rumah wanita itu. Nanti acara pernikahan di rumahnya.] Suru ku pada Aina, yang aku tahu dia sangat gercep kalo soal stalking kehidupan orang.

[Siap bos, aku akan cari tahu.] Balsnya.

sebuah senyum miring menghiasi wajahku,

'Aku ikut permainan mu mas!'

********

"Dek, besok mas akan tugas diluar kota," Kata mas Dimas.

"Hmm," jawab ku.

"Kamu kenapa?" tanya mas Dimas.

"Ngak," jawab ku singkat.

"Dek mas kangen," rayunya sambil melingkarkan tanganya di pinggang ku.

Sudah pasti itu tandanya dia minta jatah.

Enak saja kamu sudah bersetubuh dengan wanita, lain dan sekarng kamu minta jatah mu di aku? ohh tidak bisa!

Segera ku tepis tangannya. Aku tau dia kaget dengan tingkah ku ini. Biasanya kalau dia begini aku dengan senang hati melayaninya.

"Kenapa dek? kamu enggak mau?" tanya mas Dimas.

"Bukan gitu mas, aku lagi datang bulan ngak bisa melayani mas dulu," jawabku berbohong.

Mas Dimas langusng membalikan tubuh dengan wajah kesal.

*****

Keesokan harinya, mas Dimas sudah bersiap untuk berangkat. Setelah berpamitan dengan ku, tak lupa dia memberikan aku uang lima ratus ribu katanya, untuk uang dapur. Setelah mas Dimas pergi aku menutup pintu dan bersiap mau ke toko kueku.

tok tok tok....

Pintu diketuk.

Siapa sih, pagi- pagi sudah datang. Ku intip di jendela ternyata yang datang ibu mertua dan Ririn.

"Ada apa bu? Rin? pagi- pagi udah datang? kalau cari mas Dimas dia gak ada, lagi tugas di luar kota." Sapa ku malas.

"Siapa yang nyari Dimas? ibu nyari kamu," kata ibu.

Ngapain dia nyari aku? Tumben.

"Masak apa mbak?" tanya Ririn yang langsung masuk ke dapur nyari makan.

"Wah ada ayam.. aku bungkus ya mbak, sama sayur ini juga, bungkusin mbak," perintahnya.

"Perintah aja kamu, ngak tahu malu, datang ke rumah orng langsung main bungkus- bungkus Saja, pake perintah lagi," Hardik ku.

"Biasa aja kali mbak," jawabnya sambil bungkus sendiri.

Aku mals berdebat jadi, ku biarkan saja dia mengambil makanan dimeja. hitung- hitung bagi- bagi untuk faskir miskin. Ups!

"Kenapa bu nyari aku?" tanya ku.

"Jangan basa- basi, mana uang yang tadi dikasih Dimas? buat ibu saja, ibu ada keperluan." perintah ibu.

"Apaan nih bu, ibu kan udah ada jatah malahan lebih kan? jata bulanan aku itu, udah dipotong mas Dimas karena katanya ibu ada hajatan. Makanya, aku dapat lima ratus ribu bulan ini, emang ibu pikir itu cukup?" Tukas ku mulai geram.

"Heh! mbak cepat berikan uang itu, ibu lebih perlu dari pada mbak! kelihtan mbak ngak bersyukur dengan uang bulanan dari mas ku! makanya, kerja bantu suami biar ngak jadi beban suami!" hardik Ririn tanpa sadar diri.

Dasar tidak sadar diri dia pikir dia kerja? harap suami serabutan aja bangga. Malas sekali aku berdebat dengan dua wanita ini.

B E R S A M B U N G....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suamiku Tidak Tahu Aku Banyak Harta   Bab 114 SELESAI

    Setelah permasalahan sudah selesai, persahabatan ku dengan Aina kembali seperti semula. Namun, kami jarang sekali bertemu apalagi bertukar cerita, entah itu di dunia nyata ataupun di dunia maya. Sekalinya bertukar pesan, ia hanya memesan kue untuk hajatan di rumah mertua nya. Setelah itu, tak lagi ada perbincangan akrab. Sepertinya ia masi canggung jika diajak berbicara. Seperti pagi hari ini, tiba - tiba saja ia memesan 20 bentuk kue tart dengan model yang berbeda dan varian rasa yang best seller di toko kue ku. Aku segera mengerak kan, karyawan - karyawan ku untuk segera membuat tart, pesanan Aina. Karena sore nanti, sudah harus selesai. Setelah semuanya selesai, aku kembali menghubungi dirinya untuk segera menuju rumah mertuanya, utuk mengantarkan pesanan.Sore ini cukup cerah. Karena melihat, karyawanku yang sudah kelelahan, aku memutuskan untuk mengantar pesanan semuanya sendiri saja. Toh, mereka juga sudah sangat bekerja keras, untuk membuat pesanan kue dadakan dari Aina ini. S

  • Suamiku Tidak Tahu Aku Banyak Harta   Bab 113

    P O V Aina. Sesuai kesepakatan, hari ini aku akan ke kantor polisi dan memberi pengakuan semuanya. Aku di arahkan, ke ruang interogasi. Di hadapanku, sudah duduk pria berumur yang akan menyelidiki diriku. Setelah itu, aku pun memberi pengakuan seperti apa yang aku tahu. Sebenarnya, aku juga harus di tangkap, karena terlibat dan mendukung rencana suamiku. Tak hanya itu, aku juga sudah memutar balikan fakta dan berbohong kepada Nela. Aku meminta polisi itu juga turut adil, dalam menangkap diriku. Tapi, nyatanya tidak. Ia hanya mengatakan kalau semuanya tergantung pada keputusan Robi. Aku masi saja, bersihkeras untuk menyerahkan diri, tapi itu hanya angin lalu baginya dan, ia mengabaikan diriku lalu melangka keluar. Aku pun ikut keluar, dan menghampiri dua insan yang tengah menatapku. Aku meminta mereka, untuk menuntutku, agar turut mendapatkan hukuman juga. "Tidak, kami tak akan menuntut kamu," ujar Robi, ketika aku mengatakan itu. "Aku mohon, biarkan aku menebus kesalahanku ini. Nel

  • Suamiku Tidak Tahu Aku Banyak Harta   Bab 112

    P O V Aina. Rencanaku hari ini, adalah ke toko kue milik Nela. Aku mencoba untuk, memelas meminta dirinya membebaskan mas Bian. Semoga saja, dirinya mau dan luluh dengan diriku, yang memohon untuk membebaskan suamiku , atau setidaknya bertemu sedetik dengan mas Bian. Sesampainya di toko cake Nela, aku bergegas masuk. Sepertinya Nela, ada di toko karena mobilnya sudah terparkir rapi di garasi toko kue nya. "Nela ada?" Tanyaku, pada salah satu karyawan yang berada di meja kasir. Entah lah, siapa. Aku Lupa dengan nama nya. "Bu Nela, ada bu." Jawab wanita itu. "Okey," langsung saja, aku masuk dalam ruangan nya. Benar saja, Nela sedang fokus berkutat dengan komputer yang ada di depan nya. Tanpa basa basi lagi, aku langsung mengatakan tujuanku kesini. "Nela.. aku mohon, tolong bebaskan mas Bian... tolong Nel, tolong cabut tuntutan itu," cercaku, yang datang langsung memohon. Nela hanya sedikit terkejut, dengan kedatanganku. Tapi, segera ia memalingkan wajah dan mengabaikan diriku.

  • Suamiku Tidak Tahu Aku Banyak Harta   Bab 111 Pov Aina

    P O V AinaSegera aku menghubungi mas Bian, tapi ponsel nya aktif. Tak seperti biasa ia begini, jika memang sibuk bekerja, tapi kalau aku yang telpon dia segera angkat. Firasat ku mendadak jadi tak enak, kepada dirinya. Apa yang sudah terjadi dengan suamiku? ****Aku semakin di buat pusing, karena mas Bian tak juga mengangkat telpon ku. Drittt...Drittt...Tiba - tiba, telpon ku berdering. Gegas aku meraih benda pipi yang layarnya sedang menyala kerlap kerlip itu, yang ku pikir adalah mas Bian, ternyata bukan...."Hallo bu, gawat!" Ujarnya, seorang pria dari sebrang sana. "Hallo.. kenapa Di?" "Bapak bu... Bapak...." Gugupnya, seraya menggantungkan kalimatnya. "Bapak kenapa Di?" Aku semakin panik dengan, perkataan Budi, yang tak menyelesaikan ucapanya. "Bapa ditahan-" "Maksud kamu? Ditahan sama siapa?" Potongku, yang sudah keringat dingin, padahal suhu Ac di ruangan ini sangat dingin. "Bapak ditahan polisi. Tadi, polisinya datang bu," "APA?!!" Sekujur tubuhku lemas, tanganku

  • Suamiku Tidak Tahu Aku Banyak Harta   Bab 110

    Aina pun, sudah benar - benar pulih dan sekarang sudah di izinkan pulang oleh dokter. Akhirnya, yang di tunggu - tunggu tiba juga. Dimana, hari berlangsungnya sidang telah tiba. Didepan hakim, Aina, mas Bian, Budi, supir truk dan ada beberapa yang terlibat di seret semua ke hadapan hakim. Dulu, Aku sempat berpikir, kalau mereka akan menyewa pengacara untuk membantu dalam kasus ini. Ternyata tidak! mereka ingin bertanggung jawab atas perbuatan mereka. Baguslah! Padahal, aku dan Robi juga sudah merencanakan akan menyewa pengacara juga dalam kasus ini. Sebelum berjalan ke depan, Aina sempat melemparkan tersenyum padaku. Senyum, yang terlihat tulus. Dengan spontan, aku membalas senyum darinya. Ia terlihat, masi sangat pucat. Persidangan pun dimulai. Hakim menanyakan semuanya dan para tersangaka mejawab dengan jujur tanpa ada yang ditutupi. Aina pun, ditanya oleh hakim dan ia menjawab dengan jujur, seperti apa yang ia katakan kepadaku. "Saudara Bian Aditama, apa benar anda yang sudah me

  • Suamiku Tidak Tahu Aku Banyak Harta   Bab 109

    Selepas pulang kerja, aku selalu mengunjungi Aina di rumah sakit. Seperti biasa, ia belum juga menyadarkan diri. Akhirnya, sidang itu diundur dilain waktu lagi, sampai Aina benar - benar pulih kembali. Kata Robi, mas Bian masi saja bungkam. Ia tak berniat mengakui semua kesalahanya. Saat, sudah berada di rumah sekitar jam empat, aku dikabarkan dari tante Risa, katanya Aina sudah siuman. Setelah mengurus Dania, aku bersiap diri untuk ke rumah sakit. "Kamu ikut, sayang?" Tanyaku, pada Robi yang sedang fokus pada laptop, di ruang kerjanya. "Nggak, aku masi banyak kerjaan," jawabnya, tanpa melihat ke arahku. "Baiklah, aku sediri saja," "Hati - hati, sayang. Oh iya, sampaikan salam pada Aina," tukasnya."Iya! Perhatikan Dania ya, kalau dia rewel, tolong kamu gendong dulu. Kasian bi Ijah," peringatku, karena bi Mey masi izin ke kampungnya. Jadi, Dana dijaga Bi Ijah. Aku segera masuk mobil dan menyalakan mobil lalu perlahan meninggalkan rumah. Saat sampai di rumah sakit, langsung saja

  • Suamiku Tidak Tahu Aku Banyak Harta   Bab 108

    Aina dikabarkan sakit, satu hari sebelum sidang dilaksanakan. Kata asisten rumah tangga mereka, bahwa Aina ditemukan tak menyadarkan diri di kamar, dengan beberapa obat yang sudah kadarluasa. Tanpa berpikir panjang, aku langsung ke rumah sakit, tempat ia dirawat. Saat sampai di rumah sakit, aku langsung mendatangi kamarnya dan menerobos masuk. Terlihat Naira, yang sedang menangis di samping ibunya itu. "Tante Nela...." Seru Naira, langsung menghambur dalam pelukanku. Naira, juga sangat dekat dengan ku, makanya dia tak lagi sungkan untuk memeluku. "Sayang, jangan nangis ya.... Mama Aina pasti baik - baik, saja." Ujarku, menenangkan gadis cantik, yang sebentar lagi akan beranjak dewasa. "Iya tante," jawabnya, masin memelukku. "Sekarang, yang perlu Naira lakukan adalah, mendoakan mama Aina, agar segera pulih seperti sedia kala, okey?" kataku, dengan lembut seraya tersenyum kepada gadis cantik itu. "Iya tante," Aku berjalan mendekati Aina, yang sedang terbaring lemah."Aina kenapa b

  • Suamiku Tidak Tahu Aku Banyak Harta   Bab 107

    Tiga hari setelah kedatangan Aina di toko, aku tak lagi mendengar kabarnya. Hingga hari ini, ia datang langsung ke rumah kami. Aku sedikit terkejut saat, bi Ijah mengatakan kalau ada Aina di depan. Awalny, aku malas bertemu dengan dirinya, karena pasti ia akan memohon - mohon lagi, untuk membebaskan suaminya itu. Tapi, Robi membujuk diriku untuk tetap menemukan dirinya. "Ayolah, sayang. Siap temui Aina," "Malas ah, palingan dia mohon - mohon untuk mencabut tuntutan itu," "jangan berpikir negatif dulu sayang, kita kan nggak tahu, maksud dan tujuan nya apa," Robi masi saja, keukeh dengan pendiriannya. Mau tak mau, akhirnya aku pun setuju dan melangka dengan malas le ruang tamu untuk menemukan dirinya. "Ada perlu apa kamu datang kesini?" Tanyaku, dengan nada ketus. "Nel, aku kesini ingin-" "Mau minta kita cabut tuntutan, agar suamimu bebas? dan akan melanjutkan proyek itu?" Potongku cepat, saat ia melanjutkan ucapannya. Segera Robi, memegang tanganku lembut dan memberi isyarat agar

  • Suamiku Tidak Tahu Aku Banyak Harta   Bab 106

    "Bagaimana proses selanjutnya?" Tanyaku pada Robi, yang kini duduk berhadapan denganku. "Aman. Semua bukti, sedang diproses oleh polisi." "Apa, tadi kamu mengunjungi dirinya?" "Iya. Aku menangkap langsung di perusahannya," "Lalu, bagimana reaksinya? Aku tahu, tak semudah itu dia mengakui kesalahnya," "Iya dia tak mengaku. Saat di ruang interogasi di kantor polisi pun, iya tak membuka mulut," Jawab Robi. Ia lalu menceritakan kepadaku, semuanya yang telah terjadi siang tadi. "Bagimana jika dia tidak mengaku? Aku tahu, kita punya bukti yang kuat. Tapi, bisa jadi dia melakukan sesuatu, yang akan membuat dirinya bebas," aku khawatir jika, itu akan terjadi.. "Jika begitu, maka Aina yang harus mengantikan dirinya," "Maksud kamu?" aku mengernyitkan kening, saat mendengar perkataanya barusan. "Aina yang akan menanggung, semua perbuatan suaminya," Aku sedikit terkejut. "Apa, harus Aina?" "Apa kamu tak mau menyeret dia, dalam masalah ini?" Aku menagngguk. Jujur saja, walaupun aku m

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status